Tunjangan Kehormatan 3.800 Profesor Dihentikan

JAKARTA – Pembayaran tunjangan kehormatan untuk 3.800 lebih profesor dihentikan sementara karena mereka tak tunaikan kewajiban publikasi di jurnal internasional. Kewajiban ini tertuang di Permenristekdikti 20/2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.
Tunjangan kehormatan yang diperoleh para profesor ditetapkan dua kali gaji. Para profesor juga berhak mendapatkan tunjangan profesi dosen. Sehingga jika ditotal profesor mendapatkan tunjangan tiga kali gaji pokok. Tunjangan kehormatan dan profesi dosen ini juga dihentikan jika yang bersangkutan diangkat menjadi pejabat negara.

Hasil evaluasi Kemenristekdikti total guru besar di Indonesia ada 5.366 orang. Sampai akhir 2017 lalu, ada 4.299 orang profesor yang mengirim dokumen publikasi internasional untuk dievaluasi.
Sayangnya hanya 1.551 orang profesor saja yang dinyatakan lolos memenuhi kriteria publikasi internasional. Sisanya tidak terhitung menjalankan kewajiban publikasi internasional. Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan sanksi penghentian sementara tunjangan kehormatan bagi guru besar itu diterapkan. ’’Tetapi ada modifikasi sedikit,’’ katanya saat dikonfirmasi, belum lama ini.

Hanya saja guru besar UGM Jogjakarta itu tidak bersedia merinci modifikasi sanksi bagi para guru besar yang tidak membuat publikasi internasional itu. Dia mengatakan persentase usulan publikasi internasional para profesor yang lolos memang sekitar 29 persen. Namun secara keseluruhan, Ghufron mengatakan kebijakan mewajibkan publikasi internasional itu mampu mengatrol jumlah publikasi Indonesia.
Sampai Indonesia bisa menduduki peringkat ketiga di bawah Malaysia dan Singapura dan berhasil menyalip Thailand di peringkat keempat. ’’Dari sisi kinerja kualitas masih perlu ditingkatkan,’’ jelasnya.

Guru besar Fakultas Ekologi Manusia IPB Ali Khomsan menuturkan ada beberapa faktor yang membuat profesor tidak membuat publikasi internasional. Atau sudah membuat, tetapi tidak masuk ke dalam jurnal yang bereputasi sesuai kriteria Kemenritekdikti.
Diantaranya adalah waktu yang dihabiskan seorang profesor lebih banyak di luar kampus. ’’Istilah saya dosen asongan. Sering ngobyek di luar (kampus, red),’’ tuturnya.
Menurutnya dosen yang terlalu asik dengan kegiatan di luar kampus, jelas akan ketinggalan produktivitas karya ilmiahnya.

Pemicu berikutnya adalah masih banyak guru besar berada di perguruan tinggi yang belum memiliki program doktor (S3). Menurut dia di kampus-kampus besar yang memiliki program doktor, para profesor bisa bergabung menjadi pembimbing publikasi internasional mahasiswa program doktor. Sebab saat ini salah satu ketentuan lulus program doktor harus membuat publikasi internasional.

Terkait dengan sanksi penghentian sementara tunjangan kehormatan, dia berharap bisa ditunda terlebih dahulu. Sebab jika sanksi itu diterapkan, bakal lebih banyak guru besar yang terkena sanksi dari pada yang tidak. ’’Sebaiknya diberi tambahan waktu untuk periode 2018 sampai 2020,’’ katanya. Apalagi program mewajibkan publikasi ini diambil baru pada 2017. (wan/ang)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *