Kepala SDIT Bina Mujtama: Tidak Benar Ada Push-up 100 Kali karena Belum Bayar SPP

KLARIFIKASI: Kepala SDIT Bina Mujtama, Mochammad Romadhon Budi Setiawan mengaku ada hukuman, tetapi bukan push-up 100 kali.

BOGOR – Kepala SDIT Bina Mujtama, Mochammad Romadhon Budi Setiawan membantah adanya hukuman push-up 100 kali kepada salah seorang siswinya, GNS, lantaran belum membayar sumbangan pembinaan pendidikan atau SPP.

“Tidak sampai 100 kali seperti yang diberitakan. Saya hanya menyebut ‘lakukan push-up’, tapi terserah berapa. Ya supaya mendisiplinkan anak. Intinya sekolah meminta anak atau orang tua, mediasi datang ke sekolah untuk cari jalan keluar, tapi enggak ada,” katanya, seperti dikutip dari Metropolitan, Rabu (30/1).

Sebelumnya, nama SDIT Bina Mujtama yang terletak di Bojonggede Kabupaten Bogor mendadak viral lantaran kabar adanya siswi yang trauma lantaran hukuman push-up 100 kali gara-gara belum bayar SPP.

“Kejadian itu terjadi sekitar dua bulan lalu, saat tengah mengadakan ujian akhir semester (UAS). Saat itu, ada lima sampai enam orang yang dipanggil karena tidak memiliki kartu ujian. Syarat untuk mengikuti ujian adalah telah melunasi SPP,” kata pak kepsek.

Dia juga mengaku setelah selesai masa ujian itu, permasalahan itu sudah selesai dengan para orang tua. Dia tidak menduga kondisi bisa seperti ini dan menjadi sorotan pemberitaan dunia pendidikan.

“Kenapa baru ramai sekarang. Bahkan waktu itu GNS saya rangkul saat bilang perutnya sakit, katanya belum sarapan, ajak obrol saja. Intinya, itu bukan melakukan kekekerasan,” ujar Romadhon.

Sebelumnya, dugaan penerapan hukuman push-up ini mendapat kecaman dari Anggota Komisi X DPR, Moh Nizar Zahro.

“Hukuman tersebut tidak pantas diberikan kepada anak didik siswa, apalagi anak SD. Menunggak SPP bukan bentuk pelanggaran, maka tidak pantas diberikan hukuman,” kata Nizar kepada JPNN, Selasa (29/1).

Politikus Gerindra itu menyebutkan, seharusnya kepala sekolah (kepsek) cukup memanggil orang tua siswi tersebut dan memintanya menyelesaikan pembayaran SPP. Atau bisa memfasilitasi siswinya tersebut untuk mendapatkan program bantuan beasiswa dari pemerintah.

“Saat ini anggaran pendidikan sangat besar sekali, maka disayangkan jika ada anak tidak mampu yang dihukum gara-gara tidak bisa membayar SPP,” tegasnya.

Karena sudah terjadi hukuman yang berlebihan dari kepsek terhadap siswinya, Nizar mendorong aparat penegak hukum segera bertindak, agar kasus serupa tidak terulang kembali.

 

(fat/ryn/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *