Heran PPDB Zonasi Masih Saja Kisruh

BERI PENJELASAN TERKINI: Mendikbud Muhadjir Effendy saat diwawancara awak media.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Mendikbud Muhadjir Effendy mengaku heran dengan masih terjadinya kisruh di daerah-daerah, terkait PPDB (penerimaan peserta didik baru) jalur zonasi.
Padahal aturan ini sudah berjalan tiga tahun, tapi baru 2019 terjadi masalah di sejumlah daerah yang menolak jalur zonasi 90 persen.
“Permendikbud 51/2018 sudah dari Desember kami keluarkan. Harusnya tidak terjadi kisruh, karena sosialisasinya, persiapannya sampai desiminasi peraturan itu sampai peraturan yang lebih rendah sudah lama. Demikian juga aturan gubernur, bupati, wali kota terkait zonasi PPDB mestinya selesai pas Maret,” ujar Muhadjir di Jakarta, Senin (24/6).
Dia menyayangkan sikap pemda yang tidak disiplin dalam birokrasi. Akibatnya, saat PPDB dibuka sekolah tidak siap. Orang tua juga tidak lengkap menerima informasi.”Jadi memang ada beberapa daerah yang seharusnya lebih disiplin dalam aturan birokrasi. Kemudian lebih memahami PPDB dan, kebijakan zonasi ini. Yang lebih penting jangan main-main dengan nasib peserta didik,” tegasnya.
Dia menilai, daerah yang terjadi kisruh karena abai dalam menerapkan aturan. Sebab, faktanya, ada banyak daerah tidak bermasalah dalam PPDB jalur zonasi.
“Saya tidak mau menjustifikasi kisruh ini karena kesalahan daerah saja. Namun, kenyataannya sebagian besar daerah tidak ada maslaah. Artinya sudah banyak daerah yang cukup responsif tapi ada daerah yang mungkin persoalannya lebih kompleks maka solusinya juga tidak semudah di daerah yang lain,” kelitnya.
Untuk kasus di Surabaya, lanjut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini, karena PPDB jalur zonasi belum tersosialisasi dengan baik di kalangan masyarakat. Namun, ada juga yang pura-pura belum tersosialisasi karena masih berharap keinginannya masuk sekolah favorit bisa terpenuhi.
“Saya mohon masyarakat mulai menyadari namanya era sekolah favorit itu sudah selesai. Toh kalau anaknya nanti itu masuk sekolah yang sekarang dianggap favorit itu temannya juga tidak akan lagi seperti dulu. Karena sudah tidak ada lagi sekolah yang sekarang itu isinya hanya anak-anak tertentu. Tidak ada. Sekolah favorit pun sudah heterogen,” urainya. (esy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *