Novanto Tuntut KPK Minta Maaf

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP atas nama terdakwa Setya Novanto kembali digelar di PN, Tipikor Jakarta Rabu (20/12). Dalam sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU KPK, melalui tim panasehat hukumnya, Novanto mempermasalahkan perihal nilai pemberian atau penerimaan sejumlah uang yang berbeda dari tiga perkara sebelumnya.

Selain itu, dalam eksepsi yang dibacakan secara bergiliran oleh tim penasehat hukumnya, mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut juga menuntut agar KPK meminta maaf perihal banyaknya nama politikus yang hilang di surat dakwaannya.

Bacaan Lainnya

Adapun beberapa nama politikus yang tidak tercantum dalam dakwaan antara lain, Menkumham Yasona H Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Melchias Marchus Mekeng, dan sejumlah nama politikus lain. Menurut Novanto, dalam surat dakwaan tiga terdakwa lain, nama-nama dan pihak lainnya tersebut ada yang turut menjadi pihak penerima duit proyek e-KTP. Namun, dalam surat dakwaannya menjadi hilang.

“KPK harus minta maaf, nama-nama ini hilang, tapi ada di dakwaan Irman. Apa ini fitnah? Tentu perlu ada kepastian hukum dan keadilan,” kata salah satu tim penasehat hukum Novanto saat membacaan eksepsi.

Selain menyinggung soal hilangnya beberapa nama anggota DPR di surat dakwaannya, dalam eksepsinya, Novanto juga menilai surat dakwaan JPU KPK tidak cermat. Hal ini karena adanya perbedaan jumlah atau penerimaan uang Novanto atas tiga perkara sebelumnya. Karena adanya perbedaan ini, maka seharusnya, nilai kerugian keuangan negara bukan Rp 2,3 triliun lagi, tapi lebih dari itu.

“Adanya penambahan uang dan perbedaan yang dinyatakan dalam surat dakwaan ini, membuktikan bahwa jumlah kerugian keuangan negara dan penerimanya menjadi tidak pasti,” papar penasehat hukum Novanto.

Sebelumnya, Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto didakwa melakukan intervensi terhadap penganggaran proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP) yang berlangsung di DPR pada 2009-2013. Perbuatan Novanto dan sejumlah pihak itu diduga merugikan keuangan negara ‎sekitar Rp 2,3 triliun. Selain itu, Novanto juga dinilai memperkaya diri sendiri, orang lain, dan suatu korporasi. Atas perbuatannya, Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(ce1/ipp/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *