Dahlan Iskan: Outlook Ekonomi Satu Tahun Ke Depan Bergantung Desember

Dahkan Iskan (dua dari kanan) saat menjadi narasumber dalam dialog ekonomi di acara pelantikan pengurus PWI Kabupaten Gresik masa bakti 2021-2021, Kamis (11/11). (Galih Wicaksono/Jawa Pos)

JAKARTA – mantan Meneg BUMN, Dahlan Iskan mengatakan, desember sampai Januari nanti menjadi bulan pertaruhan. Pertama, apakah bakal terjadi lonjakan kasus Covid-19 kembali atau disebut gelombang ketiga. Kedua, melandai seperti saat sekarang ini. Dan, ketiga, semakin lebih baik dari saat ini. Nah, kondisi itu sangat mempengaruhi ekonomi nasional satu tahun ke depan.

Hal demikian disampaikan Dahlan ketika menjadi narasumber dialog pada pelantikan pengurus PWI Kabupaten Gresik masa bakti 2021-2024 di Wisma Kebomas, PT Petrokimia Gresik, Kamis (11/11). ‘’Kalau kondisinya seperti sekarang ini, maka ekonomi Indonesia satu tahun ke depan akan membaik dan cepat bangkit,’’ ungkapnya.

Bacaan Lainnya

Kondisi sekarang ini seperti dimaksud Dahlan, kasus Covid-19 mungkin masih tetap ada. Tapi, tidak seperti beberapa bulan lalu. Jumlah terpapar positif sangat tinggi. Demikian juga angka kematian. Dengan kondisi seperti sekarang ini, maka ada kelonggaran-kelonggaran usaha, aktivitas dan mobilitas. ‘’Misalnya, resepsi mantenan boleh, tapi undangannya tidak sampai ribuan. Mungkin cukup seratus,’’ ujar mantan Dirut PLN itu.

Menurut Dahlan, kepastian kasus Covid-19 itu sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi satu tahun ke depan. Kalaupun Desember-Januari mendatang terjadi gelombang ketiga, dia meyakini tidak akan semenderita seperti sebelumnya. ‘’Karena kan sudah pernah mengalami penderitaan paling bawah. Kalaupun terjadi, hanyalah memperpanjang penderitaan,’’ katanya disambut tawa peserta.

Dalam menyikapi pandemi sekarang ini, menurut Dahlan, setidaknya negara-negara terbagi dalam dua ‘’mazhab’’. Pertama, walaupun kasus Covid-19 tetap ada seperti flu, tapi tetap ada kelonggaran-kelonggaran dan beraktivitas seperti normal. Mazhab ini seperti di Amerika Serikat. Lalu, kedua, negara yang berpandangan kasus Covid-19 harus benar-benar tidak ada. Karena itu, ada kebijakan lockdown atau karantina-karantina.

Kondisi Covid-19 di Indonesia terbilang ajaib. Dahlan membandingkan dengan keadaan di Singapura. Dengan jumlah penduduk jauh lebih sedikit dari Indonesia atau hanya 5,7 juta jiwa, warga yang terpapar virus korona di Singapura sekarang ini jauh lebih banyak. Padahal, dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, logikanya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia akan jauh lebih tinggi.

Sejumlah epidemologi juga kesulitan untuk menjelaskan keadaan tersebut. Apakah sebelumnya warga Indonesia 70 persen sudah terpapar Covid-19, tapi tidak banyak bergejala. Hanya hilang penciuman dan rasa saja. Kemudian, sembuh dan kini sudah memiliki kekebalan. Karena itu, sekarang jumlah kasus menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. ‘’Rasanya, kita mendapatkan pertolongan dari Allah SWT yang luar biasa,’’ ucap Dahlan.

Satu bukti pertolongan Tuhan itu, lanjut dia, juga bisa dilihat dari cuaca pada masa pandemi. Hujan datang lebih banyak daripada kemarau dalam setahun. Dengan demikian, para petani yang biasanya panen hanya dua kali, sekarang ini bisa panen tiga kali. ‘’Itupun tidak ada hama yang aneh-aneh. Jadi, kita masih bersyukur,’’ katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Dahlan juga sempat mengundang perwakilan sejumlah perusahaan swasta yang berlokasi di Gresik untuk maju memberikan testitomi selama menghadapi masa pandemi. Akhirnya, perwakilan dari PT Cargill Indonesia dan PT Wilmar yang tampil. PT Cargill merupakan produsen coklat ekspor. Sedangkan PT Wilmar adalah industri minyak nabati untuk kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor.

Dalam testimoninya, kedua perusahaan tersebut menyatakan, selama pandemi relatif tidak banyak berdampak. Bahkan, PT Cargill pada Oktober lalu, mencatatkan rekor ekspor tertinggi. ‘’Artinya, masih terbuka peluang dan harapan-harapan,’’ ungkapnya.

Mantan Ketua PWI Jatim itu juga menyinggung tentang masa depan media massa. Namun, Dahlan menyatakan, dalam kondisi perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat seperti sekarang, sangat sulit untuk dapat memprediksi. Dampak media sosial begitu luar biasa. ‘’Saya tidak lebih baik dari Anda,’’ katanya.

Yang jelas, sebetulnya modal media pers dibandingkan media sosial adalah kepercayaan. Seharusnya, produk pers lebih dipercaya masyarakat dibandingkan dengan media sosial. Namun, dari survei Dewan Pers, ternyata kepercayaan antara pers dan media sosial sama-sama rendahnya. ‘’Saya semula berfikir pers masih dipercaya di atas 70 persen. Sedangkan media sosial berkisar 45 persen. Tapi, ternyata sama-sama rendahnya,’’ ujarnya.

Hanya, lanjut Dahlan, bisa jadi survei kepercayaan publik antara pers dan media sosial oleh dewan pers itu gambaran secara keseluruhan. Artinya, secara statistik, sebetulnya ada yang masih di atas 70 persen. Tapi, ada juga yang mungkin hanya 10 persen. Karena dirata-rata, maka ketemu angka kepercayaan yang rendah terhadap pers. Nah, ke depan mungkin survei seperti itu perlu didetilkan lagi untuk setiap media massa. ‘’Kalau tetap rendah, lalu untuk apa pers? Bubar saja,’’ katanya dengan nada satire.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *