Hama Blast Serang 200 Hektare Lahan Pertanian Waluran

Kepala BPP Kecamatan Waluran pada Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, Eko Dwi Haryanto

SUKABUMI – Ratusan hektare lahan pertanian padi di wilayah Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi terserang penyakit organisme pengganggu tanaman (OPT) atau hama jenis blast. Kondisi ini berpotensi mengancam keberlangsungan lahan pertanian padi alias terancam gagal panen bila tidak segera diantisipasi.

Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Waluran pada Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, Eko Dwi Haryanto mengatakan, jumlah total lahan pertanian padi di wilayah Kecamatan Waluran terdapat sekitar 2.295 hektare yang tersebar di enam desa.

Bacaan Lainnya

Yakni Desa Waluran Manidiri, Waluran, Mekarmukti, Caringin Nunggal, Manugnjaya dan Desa Sukamukti. “Namun, dari jumlah lahan seluas 2.295 hektare ini, terdapat sekitar 200 hektare lahan pesawahan warga terserang penyakit hama blast,” kata Eko kepada Radar Sukabumi, Kamis (12/11).

Lebih lanjut ia menjelaskan, saat ini mayoritas tanaman padi yang ada di wilayah Kecamatan Waluran itu, diserang hama blast. Dampaknya butir padi tidak maksimal. “Iya, kalau petani tidak segera melakukan upaya antisipasi, dampaknya cukup besar. Karena bisa mengakibatkan gagal panen,” paparnya.

Menurutnya, hama blast yang menyerang pesawahan warga di wilayah Kecamatan Waluran itu, terjadi semenjak peralihan musim kemarau ke musim hujan.

“Biasanya, hama itu menyerang pada daun padi, apabila pencegahannya dapat dikendalikan, maka dapat dipastikan tanaman padi itu bisa terselamatkan dari serangan hama tersebut. Namun, jika pengendaliannya tidak maksimal maka bisa sampai membusuk ke pangkal leher dan dapat mengakibatkan hasil panen raya padi menurun,” ujar Eko.

Untuk itu, sebelum memasuki musim panen, para petani di wilayah Kecamatan Waluran harus rutin menyemprotkan obat pembasmi hama ke tanaman padi agar tidak terancam gagal panen. Ini harus dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya dalam menyelamatkan tanaman padi agar tidak mengalami gagal panen.

“Memang itu harus dilakukan meski dengan cara seperti ini mengakibatkan pembengkakan biaya produksi,” pungkasnya. (Den/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *