“Air Bersih dan Akses Sanitasi”

Oleh : BUDI IMANSYAH. S, AMKL
Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas Sukaraja Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi

KEBUTUHAN manusia terhadap air bersih tentu merupakan hal yang paling pokok. Sebab, air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari. Manusia, binatang dan tumbuhan tentu memerlukan air untuk kehidupannya. Di negara kita upaya terhadap peningkatan akses air bersih terhadap penyediaan air bersih dan pelayanan sanitasi cukup menunjukan kemajuan yang signifikan.

Bacaan Lainnya

Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang ketujuh, dan diharapkan sampai dengan setengah jumlah penduduk tanpa “akses air bersih” yang layak minum dan sanitasi dasar dapat berkurang.

Dalam dunia kesehatan lingkungan, akses air bersih bagi masyarakat merupakan hal yang cukup mendasar. Sebab, perhatian air sangatlah dikaitkan sebagai faktor perpindahan terjadinya penularan penyakit (agent).

Selain itu, air pun cukup berperan dalam membawa penyebab penyakit “non mikrobial”, seperti bahan-bahan toksik yang dikandungnya. Penyakit-penyakit infeksi yang biasanya ditularkan melalui media air, diantaranya; kolera, diare, skabies, typus abdominalis, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, negara kita pun tentu tak luput dari masalah penyediaan air bersih bagi masyarakatnya. Salah satu masalah pokok yang dihadapi yaitu masih kurang tersedianya sumber-sumber air bersih, belum meratanya pelayanan air bersih terutama didaerah pedesaan, dan sumber air bersih yang ada belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Bahkan, dibeberapa tempat di kota-kota besar, seperti halnya DKI Jakarta dan Bandung, sumber air bersih yang telah dimanfaatkan PDAM telah banyak tercemari limbah industri dan limbah domestik sehingga beban dalam pengolahannya pun semakin meningkat.

Jika kita mengacu terhadap Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990, air bersih dan air minum pengertiannya cukup berbeda. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebi dahulu.

Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhaai persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana persyaratannya dilihat dari aspek kualitas yang meliputi kualitas fisik, kimia, bakteriologis dan radiologis sehingga jika digunakan tidak mengakibatkan efek samping.

Sedangkan dalam Permenkes 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang “Persyaratan Kualitas Air Minum” dijelaskan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Layanan air bersih

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan sistem penyediaan layanan air bersih bagi masyarakat. Persyaratan tersebut haruslah memenuhi beberapa kriteria yang meliputi;

(1) Segi kualitatif. Persyaratan dari segi kualitatif harus menggambarkan mutu atau kualitas dari baku air bersih. Persyaratan ini meliputi syarat fisik, kimia, biologis dan radiologis. Syarat fisik air bersih haruslah jernih, tidak berbau, tidak berasa (tawar), dan tidak berwarna.

Warna dipersyaratkan dalam air minum untuk masyarakat karena pertimbangan estetika. Ada dua macam warna pada air yaitu ‘apperent color’ dan ‘true color’.

Untuk rasa misalnya asin, manis, pahit atau asam. Bau yang bisa terdapat dalam air adalah bau busuk, amis dan sebaginya. Bau dan rasa biasanya terdapat secara bersama-sama dalam air.

Untuk persyaratan kimia, dalam kandungan air tersebut tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas yang ditentukan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat, seperti kandungan mangan, besi, chlor, kesadahan, dan lain sebagainya.

Untuk syarat-syarat bakteriologis/mikrobiologis tentunya air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan parasitik, seperti kuman-kuman typus, kolera, dysentri dan gastroenteritis.

Karena jika bakteri patogen dijumpai pada air minum maka akan mengganggu kesehatan dan timbul penyakit. Untuk mengetahui adanya bakteri patogen dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E.Coli yang merupakan bakteri indikator pencemar air.

Sedangkan dilihat dari syarat radiologis dalam air minum tidak diperbolehkan mengandung zat yang bisa menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar Alfa, Betha, dan Gamma.

(2) Segi kuantitatif. Dalam sistem penyediaan air bersih yaitu ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya, air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai jumlah penduduk yang dilayani.

Selain itu, jumlah air yang dibutuhkan sangatlah bergantung pada tingkat kemajuan teknologi dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Sebagai gambaran, negara-negara yang telah maju akan memerlukan air bersih yang lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat di negara-negara berkembang.

(3) Segi kontinuitas. Untuk penyediaan air bersih sangat erat hubungannya dengan kuantitas air bersih yang tersedia, yakni air baku yang ada di alam. Yang dimaksud kontinuitas disini yaitu bahwa air baku dan air bersih tersebut dapat diambil terus-menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik disaat musim kemarau maupun musim hujan.

Dengan memperhatikan sistem penyediaaan air bersih dari sudut sanitasi ini, diharapkan layanan air bersih bagi masyarakat akan bisa terpenuhi sesuai dengan harapan, dan tentunya air yang dikonsumsi sudah benar-benar teruji dari aspek kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya sehingga tidak akan menimbulkan dampak bagi masyarakat, terutama dari sisi kesehatan dan sanitasi. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *