Melihat Pengrajin Bata Merah Cicantayan Disebut Miliki Tahan Terbaik, Kini Mulai tak Dilirik

Pengrajin bata merah Kecamatan Cicantayan

SUKABUMI – Konon katanya kualitas tanah liat bahan baku bata merah di Kecamatan Cicantayan, Kabupatan Sukabumi memiliki kualitas terbaik se Indonesia. Namun rupanya, kondisi saat ini sudah tidak se tenar dahulu sehingga berdampak terhadap kesejahteraan para pengrajin bata merah. Terlabih dalam masa pendemi Covid-19, permintaan bata merah berkurang cukup drastis.

Laporan : Lupi Pajar Hermawan, Radar Sukabumi

Bacaan Lainnya

Siapa yang tak kenal dengan bata merah Cicantayan, rasanya ketika mengingat bata merah Sukabumi pasti orang kebanyakan langsung ingat dengan bata merah asal Cicantayan. Ingatan masyarakat terhadap batu bata merah Cicantayan itu karena terkenal akan kualitasnya bahan baku bata merah tersebut.

Makanya tidak heran, ketika melintas ke wilayah Kecamatan Cicantayan cukup banyak ditemui bangunan-bangunan tempat produksi bata merah. Bahkan, dulu hampir mayoritas masyarakat di sekitar Kecamatan Cicantayan bermatapencaharian sebagai produsen bata merah, dan kerajinan lainnya yang berasal dari tanah liat.

Selain itu, karena saking bagusnya kualitas tanah liat di Kecamatan Cicantayan, perusahaan-perusahaan raksasa produsen keramik telah memiliki banyak lahan di Kecamatan Cicantayan. Namun, saat ini kesohoran tanah liat Cicantayan terkesan mulai luntur yang dibuktikan dengan cukup banyaknya masyarakat yang beralih profesi. Selain itu, tidak sedikit bangunan-bangunan tempat produksi bata merah mulai beralih fungsi.

Seperti halnya yang dialami oleh Aep, salah satu pengrajin bata merah di Kecamatan Cicantayan yang ditemui langsung oleh Radar Sukabumi. Menurutnya, kondisi saat ini sudah berbeda dengan puluhan tahun yang lalu, dimana bata merah Cicantayan menjadi opsi pertama masyarakat yang hendak mendirikan bangunan.

“Kalau dulu betul pak, yang kurang lebih belasan tahun kebelakang lah. Tanah liat di sini kualitasnya nomor satu, sehingga bata merah yang diolah darui tanah liat ini menjadi pilihan utama orang yang akan membangun rumah dan properti lainnya,” jelasnya kepada Radar Sukabumi.

Kondisi saat ini, lanjutnya, sudah tidak bisa disamakan dengan dulu lagi, dimana tanah liat yang kualitasnya benar-benar terbaik sudah cukup langka. Bahkan, terkadang dirinya membeli bahan baku dari kecamatan lain.

“Sekarang ini saya beli bahan baku itu seringnya dari wilayah Padaraang, Kecamatan Gunungguruh. Soalnya kalau yang disini saat diolah berbeda jauh hasilnya,” ujarnya.

Selain itu, adanya alternatif bata yang berbahan lain juga cukup mempengaruhi pangsa pasar. Karena, hebel atau yang lebih dikenal bata ringan dinilai cukup minimalis dan relatif murah dibandingkan dengan bata merah.

“Sekarang mah kan ada bata ringan itu, jadi pastinya cukup berdampak lah, walaupun tetap masih jualan karena dari sisi kualitas jelas lebih bagus bata merah,” sebutnya.

Tempat produksi bata merah miliknya, sambung Aep memiliki kapasitas 25 ribu. Dimana waktu produksi bisa mencapai paling lambat selama dua bulan. Apalagi, jika hujan terus mengguyur bisa memperlambat waktu produksi.

“Kalau sekarang sedikit gak kaya dulu, paling 25.000 bata merah, itu pun waktu produksi bisa mencapai dua bulan karena harus dikeringkan dibawah sinar matahari.

Ya kalau soal hasil, serkarang ini bagi saya sebagai pengrajin kecil hanya cukup buat makan saja lah Alhamdulillah,” ucapnya seraya bersyukur.

Terlebih dalam kondisi pendemi Covid-19, untuk penjulan keluar kota berkurang karena adanya pegetatan-pengetatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan laju penularan wabah korona.

“Korona jelas berdampak pak, karena kan kita cukup sulit kirim barang keluar kota, agak ribet lah pak. Makanya yang deket-dekat saja,” tandasnya. (*/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *