Musim Hujan, 2.619 Perempuan Kota Depok Ingin Menjanda, dari 3.986 perkara

Perceraian

DEPOK – Pengadilan Agama (PA) Kota Depok tidak pernah sepi job untuk mengadili perkara warga Kota Depok, khususnya masalah perceraian. Buktinya, setiap tahun angka perceraian di Depok selalu mencapai ribuan kasus, tak terkecuali di 2021 ini.

Istri lebih banyak gugat cerai ketimbang pria. Humas PA Kota Depok, Muhammad Rusli mengatakan sejak Januari–Oktober 2021 ada 3.986 perkara perceraian yang didaftarkan ke PA Kota Depok.

Bacaan Lainnya

“Kemungkinan di bulan November–Desember 2021 ini bisa terjadi penambahan pendaftaran lagi,” katanya kepada Harian Radar Depok , Selasa (9/11/2021).

Dia mengungkapkan, dari 3.986 perkara yang didaftarkan tersebut, ada 3.708 perkara yang sudah mendapat putusan.

“Sisahya masih berjalan, kemungkinan akhir tahun ini sudah diputus pengadilan,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sejak Januari–Oktober 2021 ada 803 permohonan cerai talak (Pria) dan 2.619 gugatan cerai (Perempuan). Dari semua perkara perceraian yang didaftarkan.

Mayoritas pemohon dan penggugat beralasan karena masalah ekonomi, sehingga mereka tidak mampu lagi mempertahankan bahtera rumah tangganya.

“Mayoritas itu masalah ekonomi, terutama saat pandemi berkepanjangan ini banyak suami yang terkena PHK, lalu merembet ke masalah lainnya seperti cekcok berkepanjangan, perselingkuhan, dan bermuara pada ketidak cocokan satu sama lain,” bebernya.

Dia menyebutkan, dari 803 permohonan talak yang diajukan, 652 sudah mendapat putusan. Sedangkan dari 2.619 gugatan, 2.156 yang sudah dapat putusan.

Untuk cerai talak meskipun sudah ada putusan harus ada pernyataan talak dahulu kepada istri di depan majelis hakim. Baru akta cerai dikeluarkan.

“Sedang untuk cerai gugat harus berkekuatan hukum tetap (Inkracht) dulu baru akte cerai bisa dikeluarkan,” terangnya.

Dia menambahkan, angka kasus perceraian tahun ini sudah mendekati angka kasus perceraian di tahun 2020 yang mencapai 4.073 kasus.

“Tapi ini kan belum habis bulan, mudah–mudahan tidak ada pendaftaran cerai baru lagi,” imbuhnya.

Menimpali hal ini, Psikolog dari Universitas Pancasila, Putri Langka mengatakan, faktor ekonomi memang menjadi salah satu faktor penyebab utama perceraian.

“Faktor ekonomi memang masuk dalam top three penyebab perceraian,” kata Putri Langka.

Dia menjelaskan, faktor ekonomi sangat kompleks dan kerap menimbulkan perkara–perkara baru dalam suatu hubungan rumah tangga, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan lainnya.

“Sudah banyak contoh lah dari permasalah ekonomi ini sehingga tidak heran jika banyak perceraian yang diakibatkan faktor ini,” terangnya.

Dia menambahkan, untuk sebuah pernikahan idealnya antara suami dan istri harus saling menjaga komunikasi. Sehingga bisa saling memahai kepribadian dan karakter pasangan, sehingga jika ada suatu masalah dapat diselesaikan dengan kepala yang dingin.

Sebaiknya, lanjutnya, sebelum menempuh mahligai rumah tangga,. Calon pasangan harus sudah mempunyai rencana pengelolaan keuangan. Dengan begitu ketika masuk dalam pernihakan, mereka sudah punya gambaran pos anggaran dalam rumah tangga.

“Ini demi bisa mengukur pendapatan dan pengeluaran mereka. Dengan demikian jika ada masalah perekonomian mereka bisa sama–sama mencari solusi. Dan tidak melulu harus sampai ke pengadilan untuk mendaftar perceraian,” tutupnya.

(rd/dra/pojokjabar)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *