Jejak Prabu Siliwangi di Gunung Hejo Purwakarta

Petilasan Pabu Siliwangi Purwakarta
DIZIARAHI: Batu yang dipercaya sebagai petilasan Prabu Siliwangi di Gunung Hejo Purwakarta.

PURWAKARTA  – Terletak di Kecamatan Darangdan, Gunung Hejo, menjadi salah satu destinasi wisata religi yang ada di Kabupaten Purwakarta. Di tempat itu banyak menyimpan cerita mistis menyusul terdapat tempat dikeramatkan yang dipercaya masyarakat secara turun temurun sebagai petilasan Prabu Siliwangi.

Letak petilasan itu berada di sekitar kilometer 96 Tol Cipularang, tepatnya di sebelah kiri arah Bandung menuju Jakarta.

Bacaan Lainnya

Untuk menuju ke kawasan Gunung Hejo bisa menaiki anak tangga yang ada di samping tol tersebut. Setelah sebelumnya melewati jalan setapak di dalam perkebunan. Wujud petilasan menyerupai makam dengan batu terbungkus kain putih. Di batu itulah konon Prabu Siliwangi pernah singgah.

Hingga saat ini lokasi itu, sering menjadi tujuan para peziarah atau seseorang yang ingin bermeditasi dan memanjatkan berdoa kepada Sang Pencipta. Umumnya, para peziarah datang ke tempat tersebut berdzikir hingga membaca ayat suci Alquran selama berada di sana.

“Kebanyakan dari luar kota, bahkan luar Provinsi Jawa Barat. Tidak ada yang membenarkan jika yang datang ke petilasan menyembah batu terbungkus kain putih. Mereka di sana memanjatkan doa, dzikir dan membaca Alquran,” ungkap kuncen Gunung Hejo, Mustopa bin Ija Banten yang ditemui di rumahnya, tak jauh dari Gunung Hejo, Senin (6/9).

Dia mengatakan, batu petilasan berada di atas Gunung Hejo itu tidak jauh berbeda dengan batu pada umumnya, hanya saja perbedaanya seperti memiliki kekuatan yang sulit dipercaya.

Menurutnya hal tersebut tampak ketika pembangunan Tol Cipularang beberapa tahun lalu. Pihak pengembang berkeinginan jalur tol lurus menembus Gunung Hejo. Namun, keanehan terjadi ketika diteropong gunung tersebut gelap dan alat itupun pecah. Bahkan sempat dicoba menggunakan alat berat tapi tidak berhasil.

“Saya tidak melarang apa yang dinginkan mereka. Tapi alat beratnya tiba-tiba mati dan sulit dihidupkan. Jalur tol akhirnya melingkari gunung itu. Batu itu juga sulit dicabut,” kata kakek berusia 97 tahun itu.

Kakek yang akrab disapa Abah Kecrik itu menambahkan, ada larangan-larangan ketika berada di atas petilisan. Diantaranya tidak metik dan memotong tangkai pepohonan. Jika itu dilakukan, dikhawatirkan terjadi hal di luar dugaan, karena dianggap merusak alam. “Merokok juga disarankan jangan. Intinya datang ke sana harus sopan, mengucapkan salam,” ujarnya.

Soal sering terjadinya kecelakaan di jalur tersebut yang disebabkan mahluk penunggu Gunung Hejo, Bah Kecrik membantahnya. “Tidak ada, mungkin itu murni kelalaian pengendara,” imbuhnya.

Dia sendiri, meneruskan jejak sang ayah menjadi kuncen Gunung Hejo sejak tahun 2.000. Semula dirinya tidak mengetahui jika di atas gunung ada sebuah tempat yang dikeramatkan. “Waktu itu hutan belantara, kemudian kita bersihkan hingga petilasan seperti kondisi saat ini,” pungkasnya. (gan)

A

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *