Pandemi Corona, Harga Gula Aren Turun Petani Resah

Perajin gula aren tengah melakukan proses pencetakan gula aren. (Fikriya Zulfah/Radar Bandung)

CIWIDEY – Harga gula aren yang terbilang murah di tengah pandemi corona membuat para perajin resah.

Harga gula aren di pasaran saat ini sudah tak sebanding dengan proses pembuatannya yang sulit.

Bacaan Lainnya

Seorang pembuat gula aren, Sukandi (60) yang sudah menggeluti usaha membuat gula aren selama 15 tahun mengatakan, karena Langari atau Pohon Aren tidak selamanya menghasilkan air Lahang (bahan pembuat gula aren), jadi usaha itu tak dapat berlangsung secara terus menerus.

Biasanya, pohon aren menghasilkan air lahang setiap tiga bulan sekali.

“Pengambilan air lahang dilakukan dua kali sehari, jam 06.00 dan 4 sore,” ujar Sukandi di Ciwidey.

Untuk proses pencetakan gula aren, tergantung jumlah air lahang yang diperoleh. Jika air lahang banyak, proses pencetakan bisa dilakukan sehari sekali. Tapi sebaliknya, jika air lahang sedikit, proses pencetakan gula aren hanya dapat dilakukan dua hari sekali.

Sukandi menuturkan, pandemi corona tak menganggu proses pengambilan air lahang. Begitupun jumlah konsumennya tak mengalami penurunan, sebab sudah ada pengepul yang membeli langsung ke pengusaha.

Sukandi tak menampik jumlah konsumen di pasar mengalami penurunan karena memang beberapa pasar sudah ditutup, tapi itu hanya berdampak pada pengumpul. Gula aren dijual ke Pasar Ciwidey dan Pasar Caringin.

“Dampak negatif dari adanya pandemi Corona terhadap usaha gula aren, harga gula aren turun. Saat ini harga tergantung pengepul, Rp 14.000,” sebut Sukandi.

Ia menjelaskan, proses pembuatan gula aren dimulai dari pengambilan air lahang dari pohon aren. Kemudian, air lahang dipanaskan hingga menjadi wedang (air lahang yang sudah mendidih dan kadar airnya menyusut).

Ia biasa mengambil air lahang dengan lodong (wadah yang dibuat dari bambu). Setelah lodong digunakan langsung dicuci dan dilakukan pengasapan langsung terhadap lodong tersebut untuk menghilangkan bau asam.

“Intinya lodong disterilkan dengan cara dipuput, sehingga tidak menimbulkan bau asam,” tutur Sukandi.

Air lahang lalu dipanaskan sampai mendidih menjadi berwarna kecoklatan. Agar air lahan makin berwarna gelap ditambahkan kemiri.

Hingga air lahang bertekstur lebih kental lebih mudah untuk dilakukan pencetakan, yang menggunakan Ganduan atau alat cetak gula yang terbuat dari bambu dengan ukuran bervariasi.

Setelah dimasukkan ke pencentakan lantas didiamkan beberapa menit, hingga dingin dan bisa dilepaskan dari cetakan.

“Tidak jarang ada pembuat gula aren yang mencetak menggunakan ember hingga takarannya mencapai 30 kilogram,” tandasnya.

(fik/radarbandung.id)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *