Kisah Sainah Jualan Bakso Tusuk

Sainah sosok perempuan mandiri dan tak gampang menyerah pada nasib. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan tidak mau hanya mengandalkan bantuan orang lain, dia pernah berjualan apa saja asal halal. Tidak selalu berhasil. Hingga akhirnya sukses menjadi pengusaha bakso tusuk.

MEITIKA CANDRA LANTIVA, Bantul

Bacaan Lainnya

Jalan seseorang tak selalu mulus. Pahit asin kehidupan dirasakan oleh keluarga Sainah sebelum akhirnya dia menjadi pengusaha sukses Bakso Tusuk Bu Sainah di Bantul.

Bahkan sudah berhasil mengembangkan bakso tusuknya di tujuh cabang. Yakni di rumahnya di Imogiri Bantul, UNY, UII, di Sewon sekitar ISI, SMK 2 Depok, Proliman Bantul dan depan RS Panembahan Senopati.Omzet penjualan Bakso Tusuk Bu Sainah rata-rata Rp 2,5 hingga Rp 5 juta per hari. Tapi jangan hanya melihat kesuksesannya saat ini. Perempuan 52 tahun itu harus berjuang dari nol.

”Saat itu saya bisa menggenggam Rp 50 ribu saja sudah sangat bersyukur. Jangankan Rp 50 ribu, Rp 20 ribu saya dapatkan harus keliling dari desa ke desa,” kenang Sainah saat menceritakan masa sulitnya.Kisah sukses Sainah tentunya tidak datang begitu saja. Kerja keras serta kegigihannya untuk bisa membuka usaha dimulai sejak 2007. Setelah terjadinya gempa Bantul 2006 membuat Sainah berfikir keras untuk mandiri.

Meski banyak mendapat bantuan, Sainah tidak ingin bergantung orang lain. ”Mosok selalu mengandalkan bantuan orang. Saya harus melakukan sesuatu,” tegasnya. Setelah gempa 27 Mei 2006 lalu, Sainah mengaku kondisi rumahnya sangat memprihatikan. Listrik belum ada, sumur termasuk tempat untuk mandi cuci kakus.

Bersama sang suami, mereka mau bekerja apapun. Mulai dari tukang, buruh, kuli, juga pencari barang rongsokan. Apapun pekerjaannya dia lakoni demi mencukupi kebutuhan keluarganya.”Kondisi keluarga sangat memprihatikan. Beras sering dapat dari tetangga sekitar,” kenang Sainah lagi.

Mencoba hal baru, Sainah memutuskan untuk menjual tempura sosis. Caranya dia membayar modal setelah habis penjualannya. Uang tersebut dikumpulkan tanpa diutak-atik. Hasilnya dia bisa balik modal dan mengembangkan usahanya kecil-kecil. Caranya diia menjajakannya ke sekolah-sekolah dan keliling ke desa.

Tapi ternyata usaha sosis tempura tidak berjalan lama. Saat tren turun, omset pun anjlok. Sehingga Sainah memutuskan untuk mencari peluang usaha baru. ”Dari situ terbenam ide saya membuat bakso tusuk dengan sambal, yang belum ada di desa ini,” ungkapnya.

Ada ide tapi belum punya modal, pada 2009, Sainah memberanikan diri untuk bergabung sebagai anggota Program Keluarga Harapan (PKH). “Selang satu bulan saya diterima dan dipinjami modal sebesar Rp 1 juta,” bebernya.

Dari dana Rp1 juta itu Sainah menggunakannya dengan sangat hati-hati. Termasuk saat belanja kebutuhan membuat bakso. ”Beli adonan bakso di pasar sebesar 40 ribu. Yang 500 ribu digunakan untuk angsuran freezer. Sisanya di tabung,” ungkapnya.

Dari modal Rp40 ribu, dagangan habis selama tiga hari dan hasilnya Rp80 ribu. ”Bumbunya sudah saya resep sendiri. Bakso di cocol sambal,” tutur Sainah. Saat memulai usaha bakso cocol, cemooh orang mengenai bakso buatannya yang didapatinya. “Bakso kok dicocol,” kata Sainah menirukan orang-orang saat itu.

Untuk mengenalkan usahanaya, Sainah merelakan beberapa bakso agar dapat cicipi. Hasilnya tak sedikit warga yang mulai membeli bakso buatannya karena suka. Jadilah saat ini Bakso Tusuk Bu Sainah menjadi termasyhur.

 

(pra)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *