Hergun Sebut Ekonomi Syariah jadi Sektor Industri Keuangan Tercepat

RADAR SUKABUMI – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengungkapkan bahwa penurunan kasus Covid-19 memberikan dampak positif terhadap aktivitas perekonomian Indonesia yang berangsur membaik sejak Agustus 2021. Hal ini diucapkannya saat menjadi Keynote Speaker dalam Webinar Nasional Sharia Economic and Financial Outlook (ShEFO) 2022 yang diselenggarakan Bank Indonesia dan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) pada Jumat (3/12).

“Pertumbuhan PDB Indonesia pada Triwulan ke-2 pada 2021 membawa perekonomian Indonesia melampaui tingkat sebelum pandemi. Arah pemulihan ekonomi di sisi permintaan telah relatif merata baik dari sisi konsumsi, investasi, ekspor dan impor, maupun dari sisi produksi,” kata Heri Gunawan.

Namun, lanjut pria yang karib disapa Hergun, hadirnya penyebaran virus corona varian Delta dan varian baru lainnya menyebabkan ketidakpastian yang kemudian menjadi momentum untu reformasi.

“Saat ini, reformasi struktural telah mulai meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia Indonesia,” ujar Hergun.

Lebih lanjut mengenai kondisi perekonomian Indonesia saat ini, Ketua Kelompok Fraksi Partai Gerindra (Kapoksi) DPR RI menjelaskan, dasar negara yakni Pancasila juga mengakui nilai-nilai agama dan ketuhanan yang harus diterapkan dalam kehidupan negara-bangsanya, termasuk ekonomi. Tujuan sebagai negara sangat sesuai dengan nilai-nilai universal yang didasarkan pada maqashid syariah (tujuan syariah), yang berfokus pada bagaimana mencapai keadilan sosial dan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Di saat ekonomi dan keuangan secara umum telah mengalami dampak negatif dari pandemi Covid-19, ekonomi dan keuangan syariah telah menunjukkan fundamental yang kokoh dan tetap tangguh,” jelasnya.

Hergun memaparkan bahwa Bank Indonesia (BI) telah mencatat pertumbuhan sektor halal value chain (HVC) utama seperti pertanian dan pangan tetap positif dan juga di atas pertumbuhan PDB, meskipun sektor lain khususnya sektor pariwisata mengalami kontraksi. Pertumbuhan sektoral ini diperkuat dengan peningkatan konsumsi e-commerce pada produk halal.

“Sudah sepatutnya lembaga keuangan syariah berkolaborasi dengan industri halal. Lembaga keuangan syariah menyediakan pembiayan untuk para pelaku industri halal, sementara pelaku industri halal menjadi nasabah setia lembaga keuangan syariah. Kolaborasi yang saling menguntungkan akan mempercepat pertumbuhan lembaga keuangan syariah dan industri halal,” paparnya.

Di sektor industri keuangan syariah, penyaluran pembiayaan perbankan syariah relatif stabil di masa pandemi, didukung oleh tingkat non-performing finance yang rendah, serta nilai aset, dana pihak ketiga, dan rasio kecukupan modal yang relatif stabil. Selain itu, fundamental pasar modal syariah dan industri keuangan non bank syariah masih terjaga dengan baik.

Dan di pasar modal syariah global, Indonesia merupakan kontributor utama penerbitan sukuk di pasar internasional, dengan 23,11 persen dari penerbitan global atau total USD 23,65 miliar. Di tengah ketidak pastian kondisi pasar global akibat Covid-19, pada Juni 2021, Pemerintah Indonesia telah berhasil menerbitkan Sukuk Hijau berdaulat (Sovereign Green Sukuk) di pasar global senilai USD 750 juta.

Saat ini, lanjut Hergun, ekonomi Islam telah menjadi daya tarik baru dalam perekonomian global, dimana populasi Muslim dunia diperkirakan meningkat 26,4% menjadi 2,2 miliar orang atau seperempat dari populasi global pada 2030. The State of Global Economic Report 2020/Tahun 2021 menunjukkan ada lebih dari 1,8 miliar penduduk muslim yang menjadi konsumen produk halal.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dengan jumlah mencapai 231 juta orang atau setara dengan 86,7 persen dari total populasi. Sebagai umat Islam tentu berharap dapat melaksanakan ajaran Islam dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi dan keuangan.

“Sementara itu, keuangan syariah telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri keuangan global, melampaui pasar keuangan konvensional. Di Indonesia, aset industri perbankan syariah tercatat tumbuh 15,6 persen (yoy) pada Mei 2021, dengan aset lebih dari Rp 609 triliun. Namun, di perbankan global, pangsa perbankan syariah nasional masih relatif kecil, yakni sekitar 2,10 persen, dibandingkan Malaysia 11,4 persen dan Arab Saudi 28,5 persen sebagai peringkat pertama,” bebernya.

Dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, dan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, potensi pengembangan industri perbankan syariah nasional sangat besar, sehingga perlu lebih digali dan dioptimalkan. Harapannya ekonomi dan keuangan syariah tidak hanya kokoh di saat krisis saja. Namun, juga harus mampu tumbuh tinggi pasca krisis. Ketertinggalan ekonomi dan keuangan syariah terhadap sistem konvensional masih sangat lebar.

“Namun kita tidak perlu pesimis, potensi pasar kita masih sangat besar. Menurut data Bank Indonesia pada 2020, masyarakat yang belum tersentuh layanan finansial atau perbankan (unbankble) mencapai 91,3 persen. Selain itu, ada 62,9 juta pelaku usaha UMKM yang belum terkoneksi dengan lembaga pembiayaan dan perbankan,” kata legislator Dapil Sukabumi.

Perbankan syariah sebagai lembaga syariah komersial pertama memainkan fungsi penting dalam sektor keuangan syariah di Indonesia. Meski pangsa aset perbankan syariah masih relatif kecil di perbankan nasional (sekitar 6,5 persen), aset perbankan syariah menempati posisi kedua terbesar (33,77 persen pada akhir 2020) dan langsung menyentuh perekonomian melalui pembiayaan ke sektor riil.

Kemudian, dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi dan menciptakan keberlanjutan melalui digitalisasi ekonomi dan keuangan Syariah, Hergun menjelaskan bahwa keuangan syariah, khususnya bank syariah, harus memanfaatkan perkembangan ini untuk memperluas jangkauan layanan perbankan syariah, terutama di daerah pedesaan.

Keuangan syariah juga dapat mendukung inklusivitas keuangan dan keberlanjutan ekonomi. Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau Koperasi Syariah terbesar secara global. Ada sekitar 4.500 BMT yang membantu masyarakat, khususnya di pedesaan, mengakses pembiayaan mikro. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) bisa menjadi peran unggulan bagi UMKM agar bisa kembali menjalankan aktivitas ekonomi pasca pandemi. Apalagi aset fintech syariah di Indonesia mencapai Rp134 miliar pada Juni 2021 atau 3% dari aset fintech di Indonesia.

“Di masa pandemi, pemulihan ekonomi juga didukung oleh dana keuangan sosial syariah seperti zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) yang menjadi jaring pengaman sosial bagi masyarakat,” tuturnya.

Pada 2020, lanjutnya, penghimpunan ZIS mencapai Rp 12,7 triliun dan diperkirakan meningkat menjadi 17,3 triliun pada 2021. Penghimpunan zakat di Indonesia meningkat 30 persen dari 2019 hingga 2020, meski berada dalam krisis sosial ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Sementara itu, penghimpunan zakat melalui kanal digital hingga akhir tahun 2020 telah mencapai Rp 90 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa digitalisasi dapat berperan penting dalam memobilisasi dana keuangan sosial syariah yang memberikan peluang bagi muzakki untuk membantu mustahik mengatasi berbagai dampak sosial akibat pandemi.

Pada 2019 tingkat literasi baru mencapai 37,7 persen, sementara tingkat inklusi baru mencapai 9,3%. Untuk mengoptimalkan pengembangan keuangan syariah di Indonesia, kita perlu meningkatkan literasi keuangan syariah dan sumber daya manusia.

“Literasi dasar yang perlu dicapai dalam keuangan syariah harus menekankan bahwa konsep bisnis dalam Islam itu ada, dan mengikuti etika dan prinsip-prinsip Islam, termasuk dalam Muamalah dan transaksi bisnis,” kata Ketua DPP Partai Gerindra.

Untuk memiliki perbankan syariah yang berdaya saing, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan handal. Untuk mencapai itu, diperlukan kurikulum yang dirancang sesuai dengan kebutuhan industri. Selain itu, kerjasama antara perguruan tinggi dengan industri keuangan syariah (perbankan) perlu ditingkatkan. “Alangkah indahnya jika ada kerjasama antara Asbisindo (Asosiasi Bank Syariah Indonesia) dengan program studi keuangan syariah di seluruh Indonesia misalnya,” imbuhnya.

Sebagai prasyarat terwujudnya Indonesia sebagai negara maju dan berdaya saing, peran penelitian dan pengembangan (litbang) juga sangat penting. Fokus bidang prioritas dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045 memberikan peluang bagi pengembangan penelitian di bidang ekonomi syariah.

Dalam rangka mewujudkan nilai tambah yang tinggi bagi perekonomian nasional, pengembangan ekonomi syariah Indonesia perlu didukung oleh R&D unggulan yang berdaya saing dan efektif, berkualitas internasional, serta berdampak besar bagi perkembangan industri, dan juga berbasis teknologi terkini, khususnya di sektor industri halal, sektor keuangan syariah, sektor keuangan sosial syariah, dan sektor bisnis dan kewirausahaan syariah.

Dengan Kerangka Riset Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah diharapkan dapat memfasilitasi link and match antara peneliti di pusat penelitian atau universitas dengan kebutuhan pembuat kebijakan dan pelaku industri di Indonesia, serta menyelaraskan tema penelitian strategis di sektor ekonomi dan keuangan syariah dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2024.

“Sejatinya, modal mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah sudah cukup lengkap meliputi adanya regulasi selevel UU, jumlah umat Islam terbesar dunia, dan jumlah GDP terbesar di antara negara-negara Islam.

Potensi besar tersebut selalu diulang-ulang dalam setiap kesempatan. Namun dalam praktiknya, belum mampu dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah secara maksimal.

“Kita patut mencontoh perkembangan Pinjaman Online dan Transportasi Online. Kedua sektor tersebut belum memiliki dasar hukum selevel undang-undang dan juga belum lama berdiri. Tetapi perkembangan keduanya patut diakui sangat luar biasa. Kata kuncinya, keduanya mampu memenuhi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara cepat dan mudah,” katanya.

“Saya ingin mendorong semua pemangku kepentingan, terutama peneliti, baik global maupun domestik, untuk saling bersinergi dan berkolaborasi guna mengoptimalkan peran ekonomi dan keuangan syariah melalui penelitian dan pengembangan (R&D). Saya menantikan pertukaran pandangan yang bermanfaat dan berbagi praktik terbaik dengan kita semua,”tuntasnya. (izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *