UMK 2021 Tak Naik, Buruh Kabupaten Sukabumi Ancam Mogok Kerja

Puluhan ribu buruh saat melakukan aksi demontrasi menolak pengesahan Undang Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang sudah disahkan DPR RI, Selasa (6/10).

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi akan menggelar aksi mogok kerja selama tiga hari, yakni dari tanggal 18 hingga 20 November 2020. Ini dilakukan jika pemerintah bersikeras tidak menaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2021.

“Para buruh saat ini sedang menghadapi kondisi yang susah, mereka prustasi dengan adanya pandemi virus corona yang berdampak langsung pada ekonomi yang kian turun. Belum lagi disahkannya UU Cipta Kerja yang akan menambah panjang deretan problem para buruh. Maka sudah pasti secara psikososial akan memicu kemarah publik kepada pemerintah,” kata Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi Mochammad Popon lewat pesan digital kepada Radarsukabumi.com, Kamis (5/11/2020).

Bacaan Lainnya

Popon menegaskan pemerintah tetap harus menaikan UMK tahun 2021. Pihaknya tidak menerima kompromi apapun jika ingin terbebas dari risiko resesi ekonomi yang lebih besar lagi.

“Sebab jika UMK tidak naik maka daya beli buruh pun menurun. Otomatis akan semakin menurunkan sektor konsumsi buruh,” ujarnya.

Popon pun menjelaskan bahwa pemerintah melalui Permenaker RI Nomor 18 Tahun 2020 telah menambah komponen Kebutuhan Hidup Layak atau KHL dari 60 komponen menjadi 64 komponen. Meskipun Popon menyebut, idealnya menurut versi buruh itu berada di sekitar 80 komponen lebih.

“Namun dengan penambahan 4 komponen itu jelas akan menambah pos nilai kebutuhan hidup layak bagi buruh lajang. Belum lagi buruh-buruh non lajang, maka mau enggak mau UMK Sukabumi 2021 harus dinaikkan,” tegasnya.

Kenaikkan UMK tahun 2021, kata dia lagi, setidaknya harus sama dengan kenaikkan UMK di tahun 2020. Kala itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2020. SK UMK 2020 ini dikeluarkan setelah serikat buruh mengecam Ridwan Kamil yang sebelumnya hanya menyetujui kenaikan UMK 2020 melalui Surat Edaran (SE).

Kementerian Ketenagakerjaan saat itu memutuskan bahwa Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 naik sebesar 8,51 persen. Hal itu mengacu kepada inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kenaikan tersebut, ditetapakan UMK tahun 2020 untuk Kabupaten Sukabumi sebesar Rp 3.028.531.

“Buruh juga rakyat yang harus dilindungi. Buruh juga terkena dampak pandemi. Pertumbuhan ekonomi memang minus, tapi inflasi tetap naik dan komponen KHL juga ditambah. Tidak ada alasan UMK untuk tidak naik. Untuk semua buruh di Kabupaten Sukabumi, bila cara santun kita diabaikan, bersiaplah untuk mogok kerja pada tanggal 18,19, dan 20 November 2020,” tegas Popon dalam keterangan videonya.

Tuntutan kenaikan UMK tahun 2021 itu menyusul sikap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang memutuskan Upah Minimum Provinsi atau UMP Jawa Barat tak akan naik di tahun 2021. Keputusan itu mengacu pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Lebih dalam lagi, Popon pun mengkritisi kebijakan Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziyah yang mengeluarkan Surat Edaran untuk tidak menaikkan UMK tahun 2021 tanpa pertimbangan yang matang. Buktinya, tak sedikit gubernur yang tidak mengikuti surat edaran tersebut seperti Gubernur Jatim, Jateng, DIY, DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan yang tetap menaikan UMP.

“Dan saya yakin masih ada beberapa Gubernur yang akan menaikkan UMP,” tuturnya.

Menurut Popon, keputusan para Gubernur yang menaikkan UMK tahun 2021 sejalan dengan kebijakan strategis pemerintah pusat yang sampai mengeluarkan dana ratusan triliun rupiah untuk mendorong sektor konsumsi masyarakat.

“Contoh terakhir untuk buruh adalah bantuan subsidi upah,” sebutnya.

“Artinya apa, kalau sektor konsumsi buruh bermasalah maka akan semakin membuat terperosok ekonomi nasional atau dengan kata lain resesi ekonomi kita akan semakin dalam karena pertumbuhan yang terus mengalami kontraksi,” imbuh Popon.

Popon pun mengulas kebijakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang menaikkan UMP tahun 2021 sebesar 5 persen lebih dinilai sangat tepat jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mengeluarkan semua jurus untuk menghindari resesi ekonomi semakin dalam.

“Apalagi UMP Jatim dan rata-rata UMK di Jatim relatif lebih baik di banding Jabar. Begitu juga Sulawesi Selatan itu UMP nya udah 3 juta lebih. Artinya UMK di Sulsel rata-rata di atas 3 lebih. Sementara Jabar UMK-nya masih ada yg Rp 1,8 juta sekian,” beber dia.

“Jadi keputusan Gubernur Jawa Barat beberapa kali blunder termasuk tahun kemaren mengeluarkan Surat Edaran dan akhirnya setelah di demo besar-besaran berubah menjadi SK atau Keputusan Gubernur karena yg namanya edaran memang tidak mempunyai kekuatan hukum apapun.. Langkah Gubernur Jawa Barat tahun inipun yang tidak akan menaikkan upah minimun propinsi pasti juga blunder karena pasti di kabupaten kota di Jawa Barat akan mendapatkan resistensi yang massif dari buruh,” tukasnya. (izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *