Pabrik AMDK Alto Sukabumi Bangkrut, Serikat Pekerja Mulai Protes, Begini Katanya

Anggota OPSI Sukabumi saat menunjukan spanduk
DITUTUP : Anggota OPSI Sukabumi saat menunjukan spanduk pemberitahuan penutupan PT Tri Banyan Tirta Tbk, pemilik brand Alto yang beroperasi di Kampung Pasir Dalam, RT 002/RW 002, Desa Babakanpari, Kecamatan Cidahu pada Senin (21/11).(FOTO : UNTUK RADAR SUKABUMI)

SUKABUMI — Pasca berhentinya aktivitas produksi PT. Tri Banyan Tirta Tbk, pemilik brand Alto yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Kampung Pasir Dalam, RT 002/RW 002, Desa Babakanpari, Kecamatan Cidahu, mulai menyita perhatian semua kalangan.

Salah satunya, Sekretariat Daerah Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Setda OPSI) Sukabumi, menilai bahwa berhentinya pabrik Alto yang dikelola oleh PT. Tri Bayan Tirta Sukabumi ini, tidak ada penjelasan yang komprehensif berdasarkan hukum atau undang-undang terkait alasan pihak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“OPSI Sukabumi memiliki anggota di pabrik tersebut. Jika perusahaan menyatakan mengalami kerugian akibat krisis global, selama ini kami tidak pernah melihat dan mendapatkan laporan keuangan dalam 2 tahun terakhir yang diaudit oleh akuntan publik,” kata Ketua OPSI Sukabumi, Ade Jalaludin kepada Radar Sukabumi pada Senin (21/11).

Selain itu, pihak perusahaan juga telah memberikan penawaran kompensasi sebesar 1,75 kali dari ketentuan Undang-undang. Artinya, seluruh karyawan di perusahaan tersebut, telah dipensiunkan secara dipercepat atau pensiun dini yang pembayarannya dilakukan secara dicicil. “Nah, ini masih sangat sulit untuk diterima,” ujarnya.

Selain itu, PHK merupakan persoalan individu, sehingga harus jelas rincian pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak dari setiap orang atau karyawan, sesuai masa kerja dan upahnya, termasuk tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap.

“Masa kerja dan upah sangat penting untuk dicocokan atau disepakati terlebih dahulu. Begitu juga jika dicicil, harus jelas berapa besar nilai nominal dari masing-masing cicilannya dalam setiap termin pembayaran,” tandasnya.

Bukan hanya itu,draft PB atau Perjanjian Bersama yang disodorkan oleh manajemen pihak perusahaan tersebut kepada anggota OPSI yang berada di pabrik itu, menurut hematnya masih berupa cek kosong atau belum memberikan kepastian hukum yang berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Iya, karena tidak mencantumkan sejumlah hal yang kami sebutkan pada persoalan yang kami pertanyakan,” bebernya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *