Nyanyian ‘Sumbang’ Musisi Dangdut di Sukabumi karena Pandemi: Dari Organ, Kini Obeng

TURUN PANGGUNG: Jasa penyewaan organ tunggal saat merapihkan alat musiknya usai dibubarkan tim Satgas Covid-19 di Kabupaten Sukabumi. FOTO: GARIS/RADAR SUKABUMI

Nada demi nada yang mereka mainkan memang masih merdu. Namun jika di dengar dengan saksama ada yang fals. Bukan soal bunyi suling atau cengkok sang biduan, tapi bagaimana bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19. Sebagai pemusik organ tunggal. Sebagai musisi dangdut. Yang berharap rezeki pada hajatan dan kerumunan.

GARIS NURBOGARULLAH, Palabuhanratu

IRONIS. Ya sungguh ironis kehidupan para pemusik organ tunggal saat ini. Kehidupan mereka selama setahun ini berubah drastis. Mungkin lebih dari 180 derajat. Tepatnya pasca COVID-19 mewabah di Indonesia.

Seperti yang dirasakan Ruslan, salah seorang musisi sekaligus pemilik jasa penyewaan organ tunggal di Kabupaten Sukabumi. Dia mengaku memiliki orkes musik bernama Ghalista Musik. Sudah cukup lama ia menggeluti profesi ini. Namun seketika terhempas dengan keras sejak pandemi hadir. Lantas memukul usahanya di bidang hiburan.

“Sudah satu tahun setengah ini jasa penyewaan organ tunggal sangat menurun drastis. Bahkan pegawai juga banyak yang akhirnya menganggur dan bingung untuk mengais rezeki,” ujar Ruslan kepada Radar Sukabumi, Jumat (18/06).

Tak mudah Ruslan menjawab pertanyaan pewarta. Apalagi sesaat sebelumnya, tim Satgas Penanganan COVID-19 Kecamatan Cikakak membubarkan paksa acara pernikahan yang menggunakan jasa organ tunggalnya. Secara bisnis, Ruslan mungkin tetap bakal dapat cuan. Tapi sebagai idealis musisi, hadirnya juga seolah terbubarkan.

Ruslan mengaku sebelum Pandemi Covid-19, biasanya mendapatkan orderan manggung dari panggung ke panggung sebulan mencapai empat kali pentas. Namun setelah pandemi merebak jarang sekali, bahkan nyaris setiap bulan tak dapat panggilan manggung.

“Kalau dulu sebulan bisa mencapai 3 sampai 4 kali manggung, sekarang tiga bulan baru dapat panggilan manggung atau menyewa alat organ tunggal. Bahkan tidak sedikit temen-temen banyak usahanya yang gulung tikar, karena sudah tidak ada yang menggelar hiburan,” keluhnya.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Ruslan mengaku sementara waktu beralih profesi ke usaha servis bengkel. Termasuk pegawainya pun ikut alih profesi. Peralihan yang sangat drastis dan tak biasa. Dari memainkan tuts organ, beranjak mencengkram obeng dan kunci inggris.

“Sehari-hari paling ngebengkel. Kalau yang lain ada yang nganggur karena sulit pekerjaan ada juga yang kerja serabutan. Apalagi kami mulai dari tukang rias, musisi, penyanyi dan lainya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah,” jelas Ruslan.

Ia berharap pemerintah dapat memperhatikan para musisi termasuk jasa sewa penggung, rias, dan lainnya. Sebab, selama ini belum ada ada bantuan yang mereka dapatkan.

“Kami berharap pemerintah dapat memberikan solusi untuk kami para musisi, penyanyi maupun pemain musik termasuk jasa rias, yang biasa manggung dari panggung ke panggung. Hari ini baru saja kami manggung setelah beberapa bulan, sudah dibubarkan tampa ada solusi untuk kami,” tandasnya. (cr1/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *