BST Rp600 Ribu di Sukabumi Bermasalah, Kejaksaan Siap Turun Tangan

BST Kemensos
ilustrasi BST Kemensos. (IST)

SUKABUMI – Peralihan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari semula berupa sembako menjadi Bantuan Sosial Tunai (BST), menuai polemik di Sukabumi.

Banyak keluhan masyarakat yang seharusnya menerima uang tunai Rp 600 ribu selama tiga bulan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM), justru ‘ditodong’ untuk dibelanjakan di warung tertentu.

Bacaan Lainnya

Seperti yang dikeluhkan salah satu penerima manfaat di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, Riski Taufik Hidayat.

Dirinya mengaku ada sedikit pemaksaan harus melakukan pembelian paket (sembako) di salah satu agen untuk membelanjakan uang bansos tersebut. Padahal dalam aturannya, tidak menyebutkan warga harus belanja sembako di tempat tertentu.

“Lalu ada salah satu bagian dari kelurahan yang mengarahkan untuk uangnya dibelikan ke sembako dua paket. Sedangkan pembelin paket itu harus ke warung tertentu (agen tertentu),” katanya.

Sesuai surat edaran dari Kementerian Sosial (Kemesos), ada beberpa unsur yang direkomendasikan terkait pemanfaatan uang bantuan BST ini. “Padahal di surat langsung di Kemensos, tidak dianjurkan untuk membeli ke salah satu agen tertentu,” tambahnya.

Sementara itu, bantuan sembako senilai Rp 600 ribu ini memang bebas dibelanjakan di warung manapun. Hal tersebut tertuang dalam petunjuk teknis penyaluran bantuan program sembako melalui pos penyaluran 2021 yang dikeluarkan oleh Kemensos.

“Iya saat ini sudah ada Juknisnya dari Kemensos. Intinya boleh dibelanjakan dimana saja, asal yang terdekat tidak menambah beban masyarakat seperti harus naek motor atau angkot,” ujar Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial pada Dinas Sosial Kota Sukabumi, Ageng Basuki kepada Radar Sukabumi.

Hanya saja, KPM harus membelanjakan sesuai peruntukannya yakni bahan pangan yang mengandung karbohidrat, protein hewani, nabati atau vitamin dan mineral. Hal tersebut agar masyarakat menjadi sehat, tidak terjadi stunting dan kerawanan pangan.

“Dikarenakan juknis itu turunnya ke Dinsos Kota itu tanggal 25 Februari, sementara penyaluran itu sudah mulai pada 20 Februari maka terjadi kesimpang siuran. Sehingga kemarin, itu menggunakan Juknis yang sebelumnya,” akunya.

Tupoksi Dinsos sebagai tim koordinasi kata Ageng, hanya melakukan monitoring saja dilapangan. Juga mengedukasi dan menghimbau masyarakat agar bantuan tersebut harus dibelikan sembako.

“Untuk penyaluran teknis sendiri ada di Kantor Pos, itu bukan ranah kami. Kami hanya memonitoring apakah uang itu sampai ke masyarakat atau kalau tidak tersalurkan berapa banyak dan mengapa bisa terjadi,” jelas Ageng.

Begitupun dengan jumlah penerima manfaat kata Ageng, Kemensos langsung memberikan data kepada Kantor Pos. Pihaknya juga harus menanyakan kembali ke Kantor Pos karena yang berwenang dan mengetahui jumlah kantor pos. “Namanya transisi, perlu persiapan yang matang, sehingga tidak bergejolak,” katanya.

Kekisruhan BST juga terjadi di Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi yang dianggap tak sesuai.

Bahkan kini masalahnya terus berlanjut. Buktinya, warga setempat melakukan aksi demonstrasi dengan membakar ban serta memasang spanduk yang berisikan kecaman di depan halaman kantor Desa Neglsari, Kecamatan Lengkong pada Jumat (25/02).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *