Hidup Atau Mati

Oleh: Handi Salam
*Redaktur Di Radar Sukabumi

Jumat malam kemarin, teman saya bercerita tentang Yoshiki Fujimoto (2) bocah yang berhasil bertahan hidup usai terjebak di kawasan hutan lebat Jepang Barat selama tiga hari. Kabar tersebut didapatkan dari situs berita AFP. Sebelum ditemukan oleh seorang relawan yang diketahui bernama Haruo Obata (78) pada (15/8) bocah itu bisa bertahan hidup hanya dengan meminum air sungai yang ada di hutan tersebut.

Bacaan Lainnya

Berita ini, bukan Hoax seperti kasus Nining yang hilang 1,5 tahun ditelan laut Palabuhanratu yang ramai diperbicangkan, ini adalah kejadian nyata. Namun, saya tidak berminat membahasnya soal itu lebih jauh. Tapi lebih kepada masalah hidup dan matinya seseorang didunia.

Berdasarkan agama yang saya yakini, bahwa hidup bukan hanya bernafas dan detak jantungnya masih bedeyut saja. Begitupun mati, bukan hanya sekedar ketiadaan orang dibumi ini saja, tapi lebih dari itu ada makna yang seharusnya disadari soal hidup atau mati. Dalam kitab suci ditulis bahwa ‘Jangan kalian duga bahwa orang-orang yang mati di jalan membela kebenaran itu telah mati, mereka hidup tetapi kalian tidak merasakan bagaimana mereka hidup.

Ditengah obrolan kami soal bocah Jepang yang ditemukan oleh relawan yang sudah diberi penghargaan oleh kepolisian Yamaguchi, saya berfikir seperti apa yang dilakukan oleh relawan itu sendiri yang mengabdikan sisa hidupnya untuk menolong orang lain. Saya sedang setuju apa yang dikatakan oleh Prof. Quraish Shihab bahwa Hidup itu ditandai tiga hal.

Pertama tahu, dia tahu bahwa dia hidup. contohnya ketika semut ditekan dan terancam dia balik menggigit itu artinya semut itu hidup dan tahu ada ancaman. Kedua merasa, orang hidup itu pasti memiliki rasa akan dirinya masih hidup. Mungkin bisa dikatakan mati jika tidak memiliki perasaan. Dan Ketiga bergerak, artinya semakin orang bergerak untuk mencari tahu maka akan terasa hidupnya berkualitas.

Saya rasa orang yang tidak bergerak kekanan dan kekiri dalam kata lain hanya berdiam diri, orang itu hanya hidup tapi tidak berkualias. Kalau kita tidak peka dan tidak memiliki perasaan soal lingkungan dan mencari tahu soal makna arti dari kehidupan yang fana ini, dipastikan kualitas hidupnya buruk.

Tidak kah berfikir, bahwa manusia itu pernah hidup dalam rahim ibunya masing-masing, tetapi sehidup-hidupnya bayi dalam rahim tetap tidak berkualitas karena gerak geriknya, penglihatan dan pendengaran bayi dalam rahim terbatas. Meski sudah diberikan mulut, mata dan telinga tidak akan berfungsi sebelum dilahirkan ke bumi.

Istilah, ada orang hidup tapi mati atau orang mati tapi hidup, sebetulnya ada benarnya. Karena orang hidup tanpa bergerak dalam kata lain berbuat minimal untuk kepentingan dirinya umumnya berguna orang lain bisa dikatan mati, begitupun jika jasadnya sudah mati tapi jasa-jasanya masih dikenang, sebetulnya orang tersebut masih hidup.

Seperti contoh, Bung Karno dan Bung Hatta. Namanya, masih sekali hidup dalam hati orang-orang saat ini. Meski secara istilah jasadnya sudah tiada, namun atas jasanya Bung karno dan Bung Hatta masih bisa dikenang dan diteladani hingga saat ini. Bagaimana orang yang jasadnya masih hidup tapi orang menganggap sudah mati, itu terjadi pada seorang Koruptor, Bandit, Penjahat dan pelaku kriminal lainnya. Secara jasad dan ruh belum berpindah alam, tetapi faktanya orang-orang sudah menggapnya sudah mati karena kelakuan yang membuat orang susah.

Pada akhirnya, kita bisa berfikir masing-masing apakah saat ini masih hidup atau sudah mati. Jika merasa masih hidup, maka diwajibkan bergerak dengan perasaan untuk mencari tahu segalanya tentang kehidupan. Mau pergi kemana setelah hidup, untuk apa kita harus hidup, dan bagaimana kita supaya tetap hidup yang berkualitas.

Kerena sebetulnya, orang-orang yang takut mati adalah orang yang tidak dan belum siap untuk mati, tidak tau kemana setelah mati, sakitkah kematian itu? atau sebaliknya. Kita tidak tau soal kematian enak atau tidak, karena tidak orang sudah mati kembali lagi dan bercerita.

Tetapi kita sebagai umat yang beragama tentunya memiliki panduan hidup yakni kitab suci yang didalamnya secara tegas menjelaskan soal kematian dan kemana setelah mati. Kalau ada yang bertanya mati itu sakit atau tidak, saya rasa mati adalah hal enak.

Setelah bekerja seharian, biasanya yang dilakukan adalah tidur dan itu enak. Katanya kematian adalah tidur yang panjang, jadi bisa diartikan mati itu enak. Namun, untuk merasakan enak atau tidaknya itu tergantung amal kita didunia. Mati bisa lebih sakit dari pada yang dibanyangkan dan mati juga bisa lebih enak dari pada yang dibanyangkan tergantung manusia beramal didunia.

Tapi seseorang jangan mengharapkan kematian itu segera datang, apalagi dengan melakukan bunuh diri dengan alasan apapun. Tetaplah hidup dengan berkualitas, karena orang yang hidup yang sangat berkualitas adalah orang yang selalu berguna dan bermamfaat. Dan orang yang berkualitas hidupnya bukan hanya kenal dengan pejabat, Walikota, Bupati, Gubernur, Mentri hingga Presiden saja. Tapi orang yang hidupnya berkualitas adalah orang yang mampu mengenal tuhannya masing-masing. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *