Menengok Sekilas Islam di Timor Leste

Oleh: Elly Naelil Hasanah S.Ag
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SMK PGRI I Sukabumi, Mahasiswi PAI Pasca Sarjana IIQ

 

Pernah mendengar bagaimana kondisi Islam terkini di Timorleste setelah memisahkan diri dari Indonesia, dan menjadi negara yang berdaulat,Bagaimana kondisi muslim sekarang?, Timor Leste sebelum memisahkan diri dari Indonesia adalah Provinsi yang ke 27 dari Indonesia.Kemudian merdeka pada tahun 1999, dan mendapatkan pengakuan International pada 20 Mei 2002, merupakan negara termuda di Asia Tenggara dengan mayoritas penduduk beragama katolik.

Islam masuk ke Timor Leste bermula dari masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke 7-15 ditandai dengan ramainya perdagangan antara Jazirah Arab, Selat Malaka, dan kepulauan Indonesia Maka Di masa inilah Islam masuk ke Timor Leste , setelah abad 15 kemudian Portugis, dan pedagang eropa masuk ke nusantara.

Berdasarkan sejarah ,Islam datang di Bumi Lorosae ini lebih awal dibanding Portugis dan pedagang Eropa.Islam yang kehadirannya di awal kurang begitu terawat dengan baik, Ketika Portugis datang dengan semangat Gospel gencar melakukan misi katolik, menyebabkan Islam terkikis perlahan-lahan, bahkan masuk ke wilayah-wilayah yang belum terjamah Islam, maka tidak heran jika mayoritas penduduknya beragama katolik.

Terlepas dari apa yang telah terjadi dibumi Lorosae, Muslim yang berada di Timor Leste yang hidup berdampingan dengan masyarakat yang mayoritas 90% katolik,protesan dan agama leluhur,hidup harmonis dan saling menghargai dengan perbedaan. Namun sekalipun pemeluk Islam di Timor Leste bebas menjalankan agama, Muslim di Timor Leste yang hanya 0,3% memiliki ancaman yang cukup serius, karena rendahnya pendidikan Islam di Timor Leste,dan tidak ada Pendidikan Islam formal. sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman dasar dasar Islam, seperti taharah,shalat dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu fikih.

Semenjak memisahkan diri dari Indonesia dan menjadi negara yang berdaulat, Islam semakin berkurang, disebabkan muslim yang mengikuti program transmigran Kembali ke pulau Jawa.Pada tahun 2006 saat terjadi kerusuhan Perdana Menteri saat itu, Mari Alkatiri dari partai fretilin mendeportasi masyarkat sipil yang pro integrasi Kembali ke Indonesia, sebagian besar dari mereka adalah muslim.

Melalui UNTAET ( United Nation Transtional Administration in East Timor) yang dibentuk oleh PBB pada tanggal 25 Oktober 1999, adalah pemerintahan sipil yang bertujuan memelihara misi perdamaian di Timor Leste. Pada tanggal 10 Desember 2000,muslim Timor Leste kemudian membentuk Lembaga Islam Timor Leste dengan nama CENCISTIL (Centro Da Comunidade Islamica de Timor Leste) dalam Bahasa Indonesia adalah Pusat Komunitas Islam Timor Leste,dengan tujuan sebagai wadah pengayom umat dalam menjawab setiap kesulitan Ketika itu, masa kini dan masa yang akan datang, dengan misi utamanya, “menegakkan prinsip-prinsip AlQur’an dan Sunnah nabi Muhammad SAW, disamping memperhatikan undang-undang negara setempat yakni Konstitusi Republik Demokrasi Timor Leste.” Serta memiliki visi “Melahirkan Pribadi Muslim yang berakhlak karimah,cakap,Tangguh serta mapan diseluruh aspek kehidupan baik dalam beragama dan bernegara”. Lembaga inilah kemudian menjadi jembatan aspirasi komunitas Timor Leste dengan Pemerintah.

Dalam wawancara tertulis dan terbatas penulis dengan Arief Abdullah sagran selaku Presiden Centro Da Comunidade Islamica De Timor Leste,(CENCISTIL) melalui akun Instagramnya, mengatakan bahwa meskipun mayarakat Timor leste 90% Katolik,Islam di Timor Leste diperlakukan baik, dapat menjalankan agama dengan baik, Bahkan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri ditetapkan sebagai hari libur nasional. Namun untuk pelaksanaan shalat pada jam kerja, masih diupayakan.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Timor Leste memiliki perhatian yang cukup besar pada masyarakat Muslim tanpa adanya tekanan.Dalam pidatonya saat diundang di forum dunia International dengan judul ‘The role of the Islamic Revolution in the formation of the Unified Ummah and the new Islamic civilization’Selain memperkenalkan CENCISTIL juga menggambarkan kehidupan yang harmonis, penuh toleransi saling menghormati dan terus menumbuhkan saling kepercayaan dengan segala perbedaan di Timor Leste , yang hidup berdampingan dengan mayoritas katolik.

Hal sama juga diungkapkan dalam sebuah artikel Regional yang ditulis oleh Pizaro Gozali dalam sebuah wawancara kepada Anadolu Agency di sela-sela perhelatan World Pace Forum di tahun 2018 bahwa sekalipun penduduk muslim hanya 0.3 % dari jumlah 1.3 juta penduduk, Arief Abdullah Sagran mengatakan “ Kami bebas beribadah dan menjalankan aktivitas Agama”.

Beliau menjelaskan hingga saat ini Timor Leste memiliki 17 Mesjid Yang tersebar di 13 distrik diantaranya Aileu, Ainaro,Dili, Liquica, Baucau,Viqueque,Lospalos,Bonaro, Covalima,Manatuto,Manufahi,Oecussi-Ambeno dan Ermera, masjid yang terbesar berada di kota Dili. Bernama Mesjid An-Nur, merupakan masjid Icon di Timor Leste.Mesjid yang didirikan pada tahun 1955 atas prakarsa Imam haji Hasan Bin Abdullah Balatif kepala kampung Alor dan masyarakat Dili, pendirian Mesjid ini juga direstui oleh kepala suku Arab saat itu, Hamud bin Awad Alkatiri dan masjid ini sebagai saksi sejarah dijadikan tempat untuk berlindung dari konflik atau krisis yang berkecamuk pada tahun 1999 dan dijadikan tempat perjuangan untuk mengusir penjajah Portugis.

Muhammad Ramadan salah satu muslim Timor Leste yang dikutip dari artikel yang ditulis oleh Muhammad Hafidz Arya Pradana, menuturkan bahwa masjid An-Nur merupakan saksi bisu penghormatan masyarakat Timor Leste terhadap Islam. tahun 2006 pada saat terjadi konflik isu ras, mesjid An-Nur menjadi tempat berlindung, baik muslim maupun non muslim. Mesjid-mesjid ini sampai saat ini ramai digunakan untuk tempat belajar dan kajian agama Islam, di Mesjid An-Nur terdapat Madrasah dan Pesantren,hal ini menunjukkan adanya ruang toleransi beragama di bumi Lorosae.

Seperti telah dikemukakan oleh Presiden CENCISTIL Arief Abdullah Sagran bahwa semenjak tidak lagi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,Timor Leste tidak lagi berada dibawah pengawasan Kementerian Agama Republik Indonesia, sehingga Islam di Timor leste tidak memiliki Lembaga Pendidikan Islam Formal, pembelajaran dilakukan di masjid- masjid di luar sekolah atau non formal.

Demikianlah mengenai Islam di Timor Leste, sekalipun Timor Leste tidak lagi menjadi bagian dari Indonesia, Namun persaudaraan sebagai sesama muslim hendaknya terus ditingkatkan, karena muslim di Timor Leste membutuhkan perhatian untuk dapat berkontribusi dalam dakwah dan Pendidikan Islam di Bumi Lorosae agar tetap berkembang dan terjaga. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *