Cengkok Oye!

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Ki Kuntadi pernah menjadi asisten dosen untuk Pak Manteb. Di ISI. Selama dua tahun. Ki Kuntadi lulusan S-1 ISI yang kemudian lanjut ke S-2.

Bacaan Lainnya

Lama-lama jenis suara Pak Manteb justru menjadi kekuatannya. Menjadi ciri khasnya yang kuat. Sampai menjadi iklan ”Oskadon Oye!” yang terkenal itu.

Saking kuatnya karakter suara itu sampai ada mahasiswa yang ingin meniru suara Pak Manteb. “Saya sendiri, waktu masih mahasiswa, pernah punya keinginan meniru suara beliau,” ujar Ki Kuntadi. “Demikian juga beberapa mahasiswa pedalangan angkatan saya,” tambahnya.

Medhot punya rumusan yang baik untuk menggambarkan upaya Pak Manteb mengatasi kelemahannya itu. “Pintar-pintarlah mengolah cengkok,” ujar Medhot menirukan doktrin ayahnya. “Juga harus pinter memainkan nada,” tambahnya.

Medhot kini sudah jadi dalang terkenal. Ia seperti ayahnya: tanpa sekolah pedalangan. Otodidak. Belajar sendiri. “Ayah juga tidak pernah mengajar saya bagaimana mendalang yang baik,” ujar Medhot.

Sang ayah, katanya, hanya menekankan satu hal: “Kalau mau hebat, seperti ayah, ya harus sering menonton ayah mendalang”. Soal kemampuan yang lain-lain tergantung cara dan kesungguhan mengasah diri.

Apakah Medhot juga mewarisi jenis suara sang ayah? “Kami, semua anaknya, mewarisi suara bapak,” ujar Medhot. Melihat kenyataan itu Pak Manteb pernah mengatakan begini: sudah takdir keluarga kita punya suara seperti ini. Pinter-pinter kita mengolahnya.

Medhot (Me-nya dibaca seperti membaca Medan), adalah nama panggung. Nama aslinya Samyono Manteb Putro. Tapi karena sejak bayi dipanggil Medhot nama itulah yang dikesohorkan. “Kata ibu, ketika saya di kandungan suka medhot sana medhot sini,” ujar Medhot.

Pak Manteb juga punya putri yang tinggal di Surabaya. Ny. Sariono. Dari ibu yang kedua. Dia seorang penari. Demikian juga suaminyi. Dua anaknyi pun jadi penari. Lulusan S-1 ISI Solo.

“Saya tidak bisa ikut pemakaman di Karanganyar. Tidak keburu. Syarat bepergian di masa Covid ini banyak,” ujarnya.

Saya telepon dia. Juga bicara dengan suaminyi. Sang suami pernah menciptakan tari ngremo untuk acara saya. Jumat pagi kemarin Ny. Sariono masih bicara dengan Pak Manteb, ayahnyi. Bu Manteb yang menelepon putri tirinyi itu. Pakai video call. Keadaan Pak Manteb kian berat sehingga Bu Manteb menghubungi putra putri yang jauh-jauh.

“Saya sesak napas,” ujar Pak Manteb di video call itu. Lalu menggerakkan tangan daa..daa.

Sebulan lalu Ny Sariono ke Karangpandan. Menjenguk sang ayah. Kesan waktu itu: Pak Manteb menanyakan teman-teman kecilnya. Yang banyak sudah meninggal dunia.

Saya pernah nanggap Pak Manteb. Dulu sekali. Tujuh malam berturut-turut. Untuk lokasi yang berbeda di Jatim bagian barat.

Banyak dalang masa kini adalah murid Pak Manteb. Bu Manteb sendiri dulunya istri dalang terkemuka di Banyumas. Sang dalang meninggal dunia. Pak Manteb mengawini sang janda. Sebagai istri terakhir –yang ke-8.

Hubungan Bu Manteb dengan anak-anak dari istri terdahulu baik sekali. Sang anak juga senang Pak Manteb mengawini ibu tirinya yang sekarang. “Beliau kan mantan istri dalang. Beliau tahu bagaimana melayani dalang seperti bapak,” ujar Medhot. Bu Manteb pun positif Covid-19. Semoga sempat sembuh. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *