Sandal Tua

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan/Net

Saya memuji manajemen baru tawaf itu. Seharusnyalah yang sudah tawaf umrah memberi kesempatan pada yang belum. Jangan-jangan, kelak, mencium Batu Hitam di salah satu pojok Kakbah itu pun pakai izin seperti Raudhah. Biar lebih tertib.

Bacaan Lainnya

Yang juga berubah di Makkah adalah: kian banyak yang masuk masjid pakai sepatu atau sandal. Dulu sepatu-sandal itu wajib dilepas di pintu masuk. Lalu saat masjid dibersihkan semua alas kaki itu ikut dibersihkan. Sekali ke Makkah bisa lima kali beli sandal.

Kini terlihat ada pemandangan baru: biasa saja di dalam masjid Al Haram memakai sepatu dan sandal. Mereka baru melepas saat akan salat. Sandal ditaruh di dekat kaki berdiri.

Pun ketika tawaf. Baik yang di dekat Kakbah maupun yang di lantai 2. Kian banyak yang tetap pakai sepatu atau sandal.

Zaman dulu, apalagi di desa, sandal selalu menginjak kotoran ayam. Ada najis di bawahnya. Tapi sepatu orang sekarang tidak pernah menginjak tahi ayam. Dari rumahnya yang bersih langsung masuk mobil yang bersih. Lalu masuk kantor yang juga bersih.

Sebagai orang desa saya masih risi melihat orang masuk masjid pakai sepatu atau sandal. Hati saya masih berontak. Lalu saya berpikir: apanya yang salah. Toh alas kaki itu tidak ada najisnya.

Saya bertanya ke seorang tua yang tawaf pakai sepatu. Wajahnya Arab. Ia ternyata seorang Palestina yang tinggal di Australia.

“Kenapa pakai sepatu?”

“Saya sudah tua. Telapak saya sakit menapaki marmer tanpa alas kaki,” katanya.

Saya langsung mengenakan sandal yang sejak tadi saya jinjing. Saya juga sudah tua.(*)

Pos terkait