Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian 2)

kang-warsa

Manusia tidak dibenarkan memandang sepele segala sesuatu ketika alam sudah terlibat di dalamnya. Memang ada sebagian kelompok yang memandang pandemi hanya rekayasa dan konspirasi global. Pikiran seperti ini sebenarnya hanya luapan kekesalan dan ketidakmengertian dalam menghadapi peristiwa alam yang tidak pernah dialami oleh manusia. Informasi tentang wabah di masa lalu, bahkan wabah flu burung pada satu dekade sebelumnya, tetap saja dipandang rekayasa.

Harus diakui, sifat mudah melupakan apa yang telah terjadi menjadi ciri khas manusia. Sukabumi di masa pandemi pada tahun 2020 sampai pertengahan 2022 benar-benar dipaksa untuk  melakukan kebiasaan dan norma baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Seluruh fitur kehidupan mau tidak mau harus mengikuti norma baru ini. Masker digunakan dalam kondisi apapun, sebelumnya tidak dipandang penting. Cara dan norma baru ini selama satu setengah tahun telah mengubah sosiokultural warga Kota Sukabumi, berimbas pada kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah kota.

Bacaan Lainnya

Pemulihan selama pandemi tak pelak menjadi satu keharusan. Daripada membangun fasilitas fisik seperti jalan lingkungan atau apapun, anggaran pembangunan lebih penting dialihkan pada fitur kesehatan dan ekonomi. Selama satu setengah tahun, pembangunan fisik berkurang, pikiran sebagian besar orang lebih memandang penting memperbaiki saluran pernapasan dari pada membuat saluran-saluran air. Dengan bahasa sederhana dapat disebutkan, alam telah memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan yang sebelumnya tidak disadari oleh manusia sendiri. Termasuk mengalihkan pembangunan dan perbaikan pada fitur yang sebelumnya dipandang tidak terlalu penting.

Paradigma pembangunan bukan sesuatu yang bersifat mutlak, ia dapat berubah seketika ketika ada hal yang lebih mendesak harus didahulukan. Selama satu setengah tahun, di saat pembangunan fisik tidak segencar beberapa tahun sebelumnya, Pemerintah dan Warga Kota Sukabumi tetap dapat bertahan dan mempertahankan eksistensinya. Artinya, pembangunan fisik bukan satu-satunya jenis pembangunan yang dapat mensejahterakan warga Kota Sukabumi. Andai saja masa pandemi dapat dikatakan sebagai masa tidak normal, di saat penyebaran virus corona benar-benar memaksa warga Kota Sukabumi untuk menghentikan kegiatan-kegiatan fisik, aktivitas yang dipandang normal justru menjadi sesuatu yang membahayakan diri sendiri jika dilakukan tanpa penerapan protokol.

Kesadaran yang tidak disadari ini, selalu dilupakan oleh manusia, tidak mengherankan bukan hanya di Kota Sukabumi, rata-rata di kota-kota negara dunia ketiga, pasca-pandemi seolah-olah dipandang sebagai masa yang tepat untuk menggencarkan kembali pembangunan fisik tanpa mempertimbangkan kisah beberapa tahun lalu tentang keterlibatan alam dalam menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh manusia sendiri. ***

Pos terkait