Pasal 15 Peraturan Kapolri

Hazairin Sitepu

Oleh Hazairin Sitepu

Upacara pemakaman jenazah Brigadir J secara kedinasan setelah outopsi ulang itu menyalahi aturan kepolisian?

Bacaan Lainnya

Karena itu apakah kuburan Brigadir J harus digali lagi? Lalu jenazah Brigadir J dimakamkan lagi secara tidak ketidanasan?

Saya berada di sekitar depan ruang otopsi ulang jenazah Brigadir J itu cukup lama.

Mulai pukul 11:00 WIB sampai dengan pukul 15:20. Banyak wartawan juga berada di situ.

Kami memang sedang menunggu hasil outopsi ulang jenazah Brigadir J. Juga menunggu peti jenazah keluar dari ruang outopsi.

Mula-mula menunggu di depan UGD Rumah Sakit Sungai Bahar itu. Banyak keluarga Brigadir J dan wartawan juga menunggu di situ.

Tetapi saya harus pindah ke jarak lebih dekat dari depan ruang outopsi pada pukul 12:30, biar mata lebih banyak menangkap aktivitas petugas di sekitar situ.

Kesibukan di depan ruang otopsi memang mulai tampak. Saya mengambil tempat paling strategis, sehingga bisa melihat secara utuh semua aktivitas. Menjelang pukul 13:00, space di sepanjang belakang police line penuh sesak dengan wartawan dan bukan wartawan.

Menjelang pukul 14:00, anggota polisi di depan ruang otopsi makin banyak. Saya melihat ada dua atau tiga pejabat polisi berpangkat AKBP (ajun komisaris besar polisi) berada di situ. Makin sibuk. Dan latihan upacara pun dimulai.

Tirai berwarna kuning yang tadinya digulung ke atas, diturunkan untuk menutupi pandangn wartawan dan orang-orang.

Mungkin saja agar latihan upacara penyerahan dan penerimaan jenazah Brigadir J tidak terganggu.

Pukul 15:10, peti jenazah Grigadir J keluar dari ruang outopsi. Peti itu terbungkus kain merah putih.

Dan jenazah Brigadir, sebelum dimasukkan ke dalam peti, menurut Jhonson Panjaitan, dipakaikan seragam dinas kepolisian.

Jhonson adalah salah satu penasihat hukum keluarga Brigadir J yang ikut menyaksikan proses outopsi ulang.

Pihak keluarga Brigadir J lalu menyerahkan jenazah ke kepolisian untuk dimakamkan secara kedinasan.

Setelah penerimaan, jenazah pun diusung oleh anggota Samapta dari Polres Muaro Jambi ke ambulance untuk selanjutnya dimakamkan kembali secara kedinasan.

Ada dua hal dari penggalian kuburan Brigadir J. Pertama, untuk mengoutopsi ulang jenazah yang sudah dimakamkan sejak 10 Juli itu.

Outopsi ulang karena sebelumnya sudah dioutopsi. Outopsi ulang karena ada keraguan atas fakta-fakta outopsi sebelumnya.

Outopsi ulang untuk mendapatkan fakta-fakta sesungguhnya. Outopsi ulang, mungkin saja atas permintaan keluarga.

Tetapi outopsi ulang itu, mungkin saja juga, atas perintah penyidik setelah mendapatkan fakta-fakta dari objek penyidikan yang lain.

Kedua, bisa jadi penggalian jenazah Brigadir J atas perintah penyidik itu, karena pemakamannya tidak secara kedinasan.

Karena itu harus dimakamkan kembali secara ketidanasan. Padahal, mungkin saja pemakaman secara kedinasan itu, atas permintaan keluarga Brigadir J.

Peraturan Kapolri Nomer 16 tahun 2014 pasal 15 menyebutkan, “Upacara pemakaman jenazah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf i, merupakan perwujudan penghormatan dan penghargaan terakhir dari bangsa dan negara terhadap pegawai negeri pada Polri yang gugur, tewas atau meninggal dunia biasa, kecuali meninggal dunia karena perbuatan yang tercela.”

Satu, upacara kedinasan pemakaman Brigadir J adalah perwujudan penghormatan.

Dua, sebagai penghargaan terakhir dari bangsa dan negara.

Tiga, bukan meninggal dunia akibat perbuatan tercela.

Keluarga boleh saja meminta, boleh saja memohon agar jenazah Brigadir J dimakamkan secara kedinasan. Dan kepolisian pasti akan menolak jika permintaan dan permohonan itu tidak sesuai peraturan Kapolri nomer 16 itu.

Pemakaman ulang oleh kepolisian di Muaro Jambi hari Rabu 17 Juli itu mungkin saja karena tidak ada faktor pengecualian dalam pasal 15 peraturan Kapolri: meninggal bukan akibat perbuatan tercela.

Dan pemakaman secara kedinasan itu pengakuannya.

Dan… Polres Muaro Jambi tidak mungkin melakukan itu bila tidak ada perintah turun dari yang paling tinggi.
(****)

Pos terkait