Ketua DPR Bambang Soesatyo

JAKARTA— Ketua DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar partai politik dibiayai negara, mendapat kucuran dana APBN.

“Ya justru saya memberikan apresiasi dan senang dengan usulan KPK karena akar persoalan kita ada di situ,” ungkap Bamsoet di gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/12).

Bacaan Lainnya

Menurut Bamsoet, jika parpol dibiayai negara, maka pengawasannya akan lebih mudah. Baik itu oleh DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maupun rakyat.

“Kami di DPR juga bisa masuk melakukan pengawasan yang lebih dalam kepada partai-partai politik dan sebagainya. Demikian juga BPK, demikian juga rakyat,” katanya. Dengan demikian, lanjut Bamsoet, kalau ada parpol yang melakukan penyimpangan bisa didiskualifikasi, dibubarkan, dan dihentikan bantuan pendanaannya.

“Nanti kami minta disusun aturan mainnya. Tapi, yang pasti pertama adalah laporan mereka harus terbuka dan transparan,” ujarnya.

Misalnya, ujar Bamsoet, digunakan untuk apa saja setiap sen bantuan yang diberikan negara kepada parpol tersebut.

“Sehingga semua transparan,” tegas politikus Partai Golongan Karya (Golkar), itu.
Bamsoet mengatakan pendanaan yang diberikan pemerintah tidak juga bisa menjamin tak terjadi penyelewengan.

Karena itu, kata dia, harus ditopang dengan perubahan sistem politik. Misalnya, harus dikaji lagi apakah sistem pemilihan langsung akan tetap diteruskan, atau digunakan cara berbeda, untuk menekan semakin menggilanya biaya akibat transaksi politik yang terjadi di akar rumput.

Kemudian, mengubah sistem pemilu atau rekrutmen, yang tadinya terbuka menjadi variasi atau dikombinasi. Dia mencontohkan di Jerman misalnya, 500-600 anggota DPR itu setengahnya dipilih langsung dengan nomor urut.

Setengahnya lagi ditunjuk oleh partainya masing-masing. “Dengan demikian kaderisasi di partai politik akan berjalan, parlemen akan ditempati oleh kader-kader politik yang memang memiliki kualitas dan memang dia kader partai,” katanya.

Menurut Bamsoet, kalau masih tetap mempertahankan sistem sekarang ini, maka kaderisasi tidak jalan. Bamsoet mencontohkan, ketika Partai Golkar misalnya puluhan tahun mengader seseorang dengan segala biaya, tenaga, sampai kader juga berdarah-darah sebagai pekerja partai, tapi saat pemilu legislatif dimulai mereka kalah dengan anak-anak muda yang baru datang dan ekonominya lebih bagus.

Karena itu, ujar Bamsoet, harus dikombinasi antara kader partai murni, dan yang memang baru muncul dengan kekuatan ekonomi maupun jaringannya. “Sehingga parlemen sebagai etalase politik tercermin di situ,” tegasnya.

 

(boy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *