Dosen Universitas Nusa Putra Sukabumi Soroti Kebijakan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja oleh Presiden Jokowi

Dosen di Universitas Nusa Putra, Ujang Syarip Hidayat
Dosen di Universitas Nusa Putra, Ujang Syarip Hidayat

SUKABUMI – Dosen di Universitas Nusa Putra, Ujang Syarip Hidayat memberikan pandangannya mengenai langkah Presiden Joko Widodo yang mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja melalui Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Menurut Ujang, penting untuk memahami bahwa upaya menyediakan alat kontrasepsi bagi remaja dapat dilihat sebagai langkah preventif untuk mengurangi angka kehamilan di usia muda serta berbagai masalah kesehatan reproduksi lainnya. Namun, langkah ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan memperhatikan berbagai aspek lain selain kesehatan semata.

Bacaan Lainnya

“Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi penyalahgunaan alat kontrasepsi oleh pelajar. Jika tidak disertai dengan pendidikan seksual yang komprehensif, penyediaan alat kontrasepsi saja tidak akan efektif dan bahkan bisa memberikan sinyal yang salah,” ungkap Ujang.

Ia menekankan pentingnya pendidikan seksual yang mencakup aspek kesehatan, moral, sosial, dan budaya agar remaja memiliki pemahaman yang benar tentang tanggung jawab dan risiko terkait aktivitas seksual.

Lebih lanjut, Dosen PGSD sekaligus peneliti dan penulis ini, Ujang menggarisbawahi pentingnya pelibatan berbagai pihak dalam perumusan kebijakan ini. “Pemerintah seharusnya merangkul para pakar dari bidang pendidikan, agama, sosial budaya, dan psikologi untuk memberikan pandangan yang lebih komprehensif. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan dapat mencakup berbagai aspek kehidupan remaja dan memberikan perlindungan yang holistik,” jelasnya.

Menurutnya, revisi terhadap Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 perlu dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari semua pemangku kepentingan. Pasal tentang penyediaan alat kontrasepsi harus diimbangi dengan program pendidikan yang komprehensif dan berkesinambungan. Program tersebut harus mencakup informasi tentang kesehatan reproduksi, hubungan yang sehat, serta nilai-nilai moral dan etika yang sesuai dengan budaya dan agama setempat.

Ia pun menyimpulkan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja bukanlah solusi untuk masalah kesehatan reproduksi di kalangan remaja. “Diperlukan pendekatan yang holistik dan menyeluruh yang melibatkan berbagai aspek kehidupan remaja, termasuk pendidikan, agama, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, revisi dan perumusan ulang aturan ini dengan melibatkan berbagai pihak adalah langkah yang tepat untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat dan tidak disalahgunakan,” pungkasnya. (wdy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *