Mantan Anggota BSNP Nilai Mendikbudristek Keliru

ILUSTRASI: Suasana belajar mengajar Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8/2021). Sebanyak 610 sekolah di Jakarta memulai sekolah tatap muka setelah status PPKM Jakarta turun ke level 3. Daftar 610 sekolah yang menggelar sekolah tatap muka di Jakarta tercantum dalam SK Dinas Pendidikan DKI Nomor 883/2021 tentang Penetapan Satuan Pendidikan yang Melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Pembelajaran Campuran Tahap I pada Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. SK diterbitkan pada 27 Agustus 2021. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengalihfungsikan tugas Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang sudah dihapus menjadi Dewan Pakar Standar Nasional (DPSN). Mengomentari hal itu, Pengamat Pendidikan serta mantan Anggota BSNP Doni Koesoema menyampaikan bahwa DPSN berbeda fungsi dengan BSNP.

Pasalnya, DPSN bukan lembaga mandiri, melainkan dibawah Kemendikbudristek.

Bacaan Lainnya

“Dewan pakar fungsinya beda dengan badan standardisasi, jadi tidak menjawab amanah pasal 35 UU Sisdiknas (Standar Pendidikan Nasional) sebagai lembaga mandiri,” jelas dia kepada wartawan, Kamis (2/9).

Sebelumnya, disebutkan Kemendikbudristek bahwa UU Sisdiknas tidak diperuntukan untuk badan standarisasi, melainkan badan akreditasi. Hal ini pun dikritisi oleh Doni.

Ia mengatakan, Kemendikbudristek tidak memahami maksud dari UU Sisdiknas.

“Ini menghilangkan sebagian dari maksud pasal 35 karena badan yang mandiri itu bukan saja badan akreditasi, melainkan juga badan standardisasi. Kemendikbudristek tidak utuh mengutip UU Sisdiknas Pasal 35 dan penjelasannya,” tutur dia.

Selain itu, ia juga menyinggung ada kekeliruan pemahaman Kemendikbudristek soal norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang dikatakan perumusannya merupakan bagian dari tugas dan fungsi kementerian. Dalam Pasal 16 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah telah dijelaskan bahwa pemerintah pusat tidak merumuskan, hanya menetapkan NSPK.

“Ada kekeliruan karena terkait standar nasional pendidikan, wewenang pusat adalah menetapkan standar, bukan merumuskan. Kemendikbudristek dapat merumuskan NSPK lain, selain terkait Standar Nasional Pendidikan, seperti PPDB, tapi terkait SNP, tugas pusat adalah menetapkan. Menetapkan berbeda dengan merumuskan,” pungkasnya.

Sebeagai informasi, polemik ini terjadi setelah terbitnya Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Kemendikbudristek yang menyampaikan dalam Pasal 334, kebijakan yang mengatur berdirinya BSNP dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Adapun, tugas BSNP adalah mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pelaksanaan standar nasional pendidikan. Standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional.

Wewenang BSNP lainnya adalah menyelenggarakan ujian secara nasional, memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan. Lalu, merumuskan kriteria kelulusan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah, kemudian menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan buku teks pelajaran. (sai)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *