Saat Sesi Kostum Nasional, Kurangi Makan-Minum agar Tak Perlu ke Kamar Kecil

Dea Goesti Rizkita dan Cerita Kesuksesan Boyong Dua Gelar dari MGI 2017 Di belakang panggung, para peserta lain ramai bertanya kepada Dea Goesti Rizkita tentang kain, motif ukiran, dan miniatur candi di gaun yang dikenakannya GLANDY BURNAMA, Jakarta DEA Goesti Rizkita memperlakukan tiga kardus itu dengan begitu hati-hati. Membukanya pun pelan-pelan sekali.

Itu dilakukan agar ’’barang berharga’’ di dalamnya bisa tetap sempurna.

Barang berharga tersebut berupa kostum seberat 27 kilo gram. Dengan kostum nasional yang diberi nama Ibu Pertiwi alias Motherland itulah asanya di Miss Grand International (MGI) 2017 di Quang Binh, Vietnam, digantungkan.

Kehati-hatian pun kembali diperlihatkan Puteri Indonesia Perdamaian 2017 itu saat memakai gaun karya Morphacio dan Maya Ratih tersebut. Jangan sampai

ada bagian yang rusak. Karena kostum yang dipakai cukup ribet, untuk sesi national costume atau kostum nasional, Dea bahkan sudah mengatur agar sejak pukul 17.00 waktu setempat dirinya tidak pergi ke kamar kecil. Caranya, dia pun mengerem makan maupun minum.

Selama menunggu di belakang panggung pun,perempuan 24 tahun itu harus rela tidak bisa banyak bergerak.

Semua perjuangannya tersebut akhirnya tak sia-sia. Pada malam final (25/10), Dea berhasil menyabet Best National Costume.

Mahasiswi S-2 Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang itu juga dinobatkan sebagai Miss Popular Vote. Keberhasilan di kategori national costume itu mengulangi kesuksesan wakil Indonesia dalam ajang serupa tahun lalu, Ariska Putri Pertiwi. Ariska menang lewat gaun karya Dynand Fariz yang diberi nama Royal Sigokh.

’’Di balik Ibu Pertiwi, bukan hanya saya yang menang, tapi semua orang Indonesia,’’ kata Dea ketika ditemui di Jakarta pada Sabtu lalu (28/10).

Bahkan, sebelum pengumuman, kostum Dea sudah menarik perhatian kontestan lain. Berkali-kali perempuan yang meraih gelar S-1 psikologi di kampus yang sama itu diajak berfoto bareng.

Banyak pula yang bertanya tentang corak kain tradisional Indonesia di Ibu Pertiwi maupun ukiran Jepara dan Bali. Dea juga menjelaskan tentang Pancasila yang tecermin dari lima kristal biru dalam Ibu Pertiwi.

Yang paling banyak mengundang kekaguman adalah miniatur candi di ekor gaun. Selesai dengan national costume, Dea dan ke-76 kontestan mengikuti sesi swimsuit dengan mengenakan two-pieces swimsuit yang disediakan pihak MGI sehari kemudian (17/10).

Tantangan lain muncul. ’’Sesi swimsuit memang untuk menilai fisik. Saya sudah mempersiapkan mental saya sejak awal dan syukurlah bisa saya lakukan dengan baik,’’ ungkapnya.

Perjuangan Dea lantas berlanjut ke babak preliminary. Dalam sesi yang berlangsung pada 23 Oktober di Vinpearl Phu Quoc Resort & Villas itu, dia mengenakan

gaun malam bertajuk MaisonMet karya Mety Choa dan platform heels setinggi 15 cm. Dea pun sukses masuk Top 20.

Pengagum filsuf Inggris John Locke itu juga meraih predikat Miss Popular Vote karena memuncaki perolehan suara dari vote berbayar. Dengan predikat Miss Popular Vote, Dea pun masuk Top 10 secara otomatis.

Tapi sayang, langkahnya terhenti di babak tersebut. ’’Mungkin belum rezeki ya. Tapi, dua piala itu sudah luar biasa,’’kata Dea.

Kini, sepulang dari MGI 2017, Dea siap berkontribusi sebagai Puteri Indonesia Perdamaian 2017. Dia pun sudah mendapat tawaran untuk terlibat dalam berbagai

acara sosial dan kemanusiaan. Kelak jika tugasnya sebagai Puteri telah berakhir, Dea akan menyelesaikan studi S-2-nya di bidang psikologi anak.

Lantas, jika ada kesempatan, dia ingin terjun ke dunia penyiaran.

’’Bukan sebagai presenter atau entertainer, namun membuat program televisi yang membahas psikologi
anak,’’ tegasnya. (*/c5/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *