Remaja Jadi Bandar Narkotika

JAKARTA— Remaja tidak hanya jadi target peredaran narkotika. Kini remaja sudah mulai bergeser posisi menjadi bandar.

Kondisi itu terungkap dalam penangkapan tiga orang yang diduga bandar Rabu lalu (14/11) oleh Dittipid Narkoba Bareskrim. Tiga anak muda ditangkap kedapatan membawa sabu seberat 1 kg. Salah seorangnya masih remaja berusia 19 tahun.

Ketiganya ditangkap di Jalan Ciputat, Tangerang Selatan. Awalnya terdapat informasi peredaran sabu, lalu dilakukan penelusuran dan tertangkaplah tiga orang tersebut. ”Mereka ditangkap saat berada di jalan,” tuturnya Direktur Dittipid Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto.

Saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan sebuah bungkusan yang dilakban. Setelah dibuka ternyata berisi serbuk kristal bening. ”Sabu itu seberat 1 kg,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin.

Setelah diketahui identitasnya, ketiganya ternyata tergolong masih muda. Untuk yang paling muda berinisial RA berusia 19 tahun. ”Kalau di KTP-nya masih tercatat sebagai pelajar pelaku ini,” ungkapnya.

Lalu, dua pelaku lainnya RH yang berusia 23 tahun dan AS berusia 25 tahun. ”Dari kartu identitas mereka diketahui tinggal di lingkungan yang sama, di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Satu rukun warga (RW) mereka ini,” urainya.

Eko menegaskan bahwa ini adalah bukti narkoba itu mengancam generasi bangsa. Anak muda menjadi pecandu dan bahkan lalu menjadi bandar. ”Ini harus segera dicegah agar tidak lebih parah,” tuturnya.

Sementara mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen (P) Anang Iskandar menjelaskan bahwa penyebab anak muda menjadi bandar itu karena saat ini pemberantasan narkotika masih tidak seimbang atau unbalance. ”Antara penegakan hukum terhadap pecandu dan pengguna ini tidak sesuai,” paparnya.

Seharusnya, pengguna narkotika itu mendapatkan rehabilitasi. Bentuk hukumannya adalah rehabilitasi. ”Rehabilitasi ini untuk membuat dia sembuh, tidak lagi menjadi pengguna. Artinya, pasar narkotika dihilangkan, bandar bisa bangkrut,” tuturnya.

Tapi, sekarang ini yang ada justru pengguna dihukum penjara. Kondisi itu membuat pengguna sepanjang hidupnya, entah masih di penjara atau sudah bebas tetap menggunakan narkotika.

”Akhirnya, pasar narkotika masih bagus di Indonesia. akhirnya, karena menggiurkan bandar itu semakin berwarna. Baik anak muda, orang tua dan lainnya bisa akhirnya memutuskan menjadi bandar,” tuturnya.

Lalu, untuk bandar juga seharusnya hukumannya tidak hanya penjara. Melainkan juga dikombinasikan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). ”Dimiskinkan agar tidak lagi punya kemampuan finansial mengendalikan peredaran narkotika,” ungkapnya.

Dia menegaskan, kunci utama dari pemberantasan narkotika adalah kombinasi keduanya. Sehingga, keseimbangan itu bisa terbentuk, hingga Indonesia bisa bebas dari narkotika. ”Ini urgen,” tuturnya.

 

(idr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *