Pasangan Sedarah Kakak Adik, Diusir Warga

Warga Kampung Bukit Cincin, Sungai Raya, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Kepri, mengusir pasangan Arman dan Siti, dua saudara kandung yang telah menikah siri dan memiliki dua anak.

Pengusiran keduanya oleh warga bukannya tanpa dasar. Warga setempat percaya perbuatan kedua kakak beradik ini akan menimbulkan bencana bila tidak segera dipisahkan.

Kapolsek Meral, AKP Syaipul Badawi ketika dihubungi pada Sabtu (10/2) malam, membenarkan adanya pengusiran tersebut. Pihak kepolisian bersama TNI bahkan terlibat langsung dalam pengambilan keputusan untuk memisahkan pasangan yang diketahui telah menikah sejak tahun 2001 lalu ini.

Pemisahan kedua pasangan yang telah memiliki dua anak ini dilakukan setelah melalui keputusan bersama antara tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan pemangku kebijakan di wilayah ini. Warga akhirnya mengusir Arman, kakak sekaligus suami dari Siti pada Jumat (9/2) malam, setelah sebelumnya melakukan musyawarah.

“Mereka ini melanggar norma agama, dan masyarakat sepakat untuk memisahkan keduanya, suaminya disuruh naik feri (kapal feri) ke Tanjung Buton, Riau,” jelas Syaipul kepada JawaPos.com, Sabtu (10/2) malam.

Syaipul mengungkapkan, warga Bukit Cincin yang mayoritas muslim merasa apa yang dilakukan pasangan ini adalah hal tabu yang akan menimbulkan cela dan memgakibatkan degradasi moral. Jika tidak dilakukan tindakan tegas, bukan tidak mungkin hal ini akan terjadi lagi. Sesuatu yang sangat bertentangan dengan ajaran agama islam.

Sementara itu, Siti yang saat ini tinggal bersama kedua anaknya saat ini berada dalam pengawasan polsek Meral dan masyarakat Bukit Cincin. Atas kejadian ini, Syaipul mengimbau kepada masyarakat meral untuk lebih peduli terhadap satu sama lain.

Namun demikian ia juga mengapresiasi masyarakat yang tetap mengedepankan dialog dalam mencari solusi terbaik. Meskipun kejadian ini sempat membuat heboh, namun tetap masih bisa mendengarkan arahan dari pihak kepolisian dan TNI yang memang memegang fungsi keamanan untuk masyarakat. “Kita siap melayani 24 jam, kalau ada yang perlu bantuan tinggal datang dan hubungi kami,” jelas Syaipul.

Lebih jauh, Syaipul mengatakan perkara ini cenderung pada pelanggaran terhadap norma agama. Tuntutan masyarakat pun tidak mengarah untuk dilakukannya proses hukum, sehingga kasus ini memang diselesaikan dengan jalur lebih kepada pendekatan adat-istiadat masyarakat setempat.

“Sampai saat ini kita belum lihat adanya pelanggaran hukum di sini, apalagi tuntutan warga itu cuma meminta mereka dipisah,” tutupnya.

(bbi/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *