Menko Airlangga Dorong Perbankan Berperan Mengakselerasi Ekonomi Rendah Karbon

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto

JAKARTA —  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menerangkan, perubahan iklim menjadi tantangan ekonomi global. Karena, ke depannya diprediksi akan terjadi kenaikan suhu sebesar 2,5 hingga 4,7 derajat celcius pada tahun 2100 akibat peningkatan Gas Rumah Kaca.

“Tetapi dalam pertemuan G20 beberapa waktu lalu sudah disepakati bahwa ini bisa dijaga dalam level 1,5 derajat,” tutur Airlangga dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia bertajuk “Kebijakan dan Pembiayaan Energi dalam Menyongsong Pemulihan Ekonomi dan Presidensi RI di G20”, Kamis (25/11).

Bacaan Lainnya

Airlangga menuturkan, Indonesia melalui Nationally Determined Contributions (NDC) berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29 persen dalam kondisi business as usual.

Untuk memenuhi target ini, dipaparkan Ketua Umum Partai Golkar ini, sektor energi ditargetkan menyumbang penurunan emisi sebesar 314 juta ton CO2e dan sektor kehutanan dapat menurunkan emisi sebesar 497 juta ton CO2e pada tahun 2030.

Pemenuhan target emisi GRK pada tahun 2030 sesuai NDC tersebut membutuhkan biaya sekitar 250 miliar dolar Amerika Serikat.

Oleh karenanya menurut Airlangga, diperlukan berbagai kegiatan untuk mendorong aksi mitigasi, tidak hanya dari Pemerintah tetapi juga dari swasta dan masyarakat maupun dari financial global.

“Dalam hal ini, salah satu hal utama yang harus dilakukan adalah optimalisasi peran perbankan dalam melakukan penyaluran pembiayaan guna mempercepat transisi ekonomi melalui ekonomi rendah karbon,” katanya.

Percepatan transisi tersebut, dinyatakan Airlangga, dapat melalui perbankan yang secara agresif membiayai proyek-proyek hijau ataupun pembangunan yang berkelanjutan, kemudian memfasilitasi perdagangan karbon baik di dalam maupun luar negeri.

Namun demikian, dia memandang perlu dilakukan perdagangan secara transparan, agar informasi yang ada adalah simetris information sehingga variasi dari harga karbon tidak berbeda jauh, serta mendorong penerbitan green bond atas upaya konservasi sumber daya alam.

Skema lain untuk pembiayaan hijau, lanjut Ketua KPCPEN ini, adalah dengan menggunakan Green Sukuk yang juga sudah diterbitkan pemerintah di pasar global untuk edisi tahun 2020 mencapai USD 2,5 miliar.

Selain itu, beberapa mekanisme lain adalah melalui Green Climate Fund yang merupakan pooling dari dana-dana pengelolaan lingkungan hidup melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup.

Di tambah, disebutkan Airlangga, dengan program platform blended finance yang dikelola oleh PT SMI (Persero) untuk melibatkan para filantropis global, lembaga internasional, serta investor lainnya.

Sementara dari segi regulasi, komitmen Pemerintah ditunjukkan melalui penetapan Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Airlangga juga menyampaikan bahwa Pemerintah telah memasukkan dalam revisi UU Perpajakan untuk diberlakukannya pajak karbon. Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon merupakan bentuk komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *