Harus Ada Izin Tugas kalau mau Buka Rumah Ibadah, Ini Syaratnya

JAKARTA — Pembukaan tempat ibadah selama masa pandemi dilakukan secara selektif. Syarat utama yang mutlak harus dipenuhi adalah lingkungan di sekitarnya dipastikan bebas dari penularan Covid-19. Tidak lagi terkait status zona daerah.

Kemarin (30/5) Menteri Agama Fachrul Razi mengumumkan edaran tentang protokol pelaksanaan ibadah bersama di rumah-rumah ibadah. Edaran berlaku umum bagi semua jenis rumah ibadah yang menyelenggarakan kegiatan ibadah bersama.

Bacaan Lainnya

Dalam edaran yang ditandatangani Jumat (29/5) itu, diatur sejumlah hal untuk beribadah pada masa pandemi. Pada prinsipnya, belum semua tempat ibadah diizinkan membuka pintu bagi umat untuk beribadah bersama.

Fachrul menuturkan, penilaian didasarkan pada situasi riil pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut. Tidak hanya berdasar status zona yang berlaku di daerah. Sebagai gambaran, di daerah berstatus zona kuning, belum tentu seluruh rumah ibadah di wilayah itu boleh membuka pintu untuk kegiatan ibadah bersama.

”Bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, rumah ibadah yang dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif,’’ papar Fachrul di Graha BNPB kemarin (30/5). Meski, secara umum daerah tersebut sudah bukan zona merah lagi.

Tolok ukurnya adalah angka R0 (R-naught) yang menunjukkan bahwa rumah ibadah itu berada di lingkungan yang aman dari Covid-19. Bukti aman tersebut ditunjukkan lewat surat keterangan yang dikeluarkan gugus tugas provinsi, kabupaten/kota, atau kecamatan sesuai dengan tingkatan rumah ibadah.

Untuk bisa mendapatkan surat keterangan, pengurus rumah ibadah wajib mengajukan permohonan kepada gugus tugas sesuai levelnya. Misalnya, untuk musala, gereja, atau pura di lingkungan RT, permohonannya diajukan ke gugus tugas kecamatan. Rumah ibadah yang biasa melayani umat dari penjuru kabupaten/kota atau luar lingkungan lokasinya, pengajuannya ke gugus tugas di level kabupaten/kota.

Gugus tugas akan berkoordinasi dengan forkopimda dan majelis keagamaan untuk menentukan apakah rumah ibadah itu boleh dibuka atau tidak. Tentu setelah memastikan bahwa data menunjukkan lingkungan di wilayah layanan rumah ibadah tersebut benar-benar bebas Covid-19.

Menag memastikan bahwa surat keterangan yang mengizinkan pembukaan rumah ibadah tidak bersifat permanen. ’’Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut,’’ lanjutnya. Surat keterangan juga bisa dicabut bila ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan.

Dengan pengetatan izin tersebut, dapat diartikan bahwa daerah zona merah akan sulit mendapatkan izin membuka untuk kegiatan ibadah kolektif atau berjamaah. Zona merah menunjukkan sebaran penularan Covid-19 cukup merata di sebagian besar wilayah. Padahal, syarat mutlak pembukaan rumah ibadah adalah lingkungan harus bebas Covid-19.

Selain itu, meski mendapat izin membuka layanan ibadah bersama, ada sejumlah protokol yang harus dijalankan. Baik oleh pengurus rumah ibadah maupun umat yang hendak beribadah. Di antaranya, menempatkan pengawas protokol kesehatan, membersihkan rumah ibadah secara rutin, hingga memastikan umat dalam kondisi sehat saat akan beribadah.

Sementara itu, sejumlah organisasi keagamaan juga menyiapkan panduan di rumah ibadah. Nahdlatul Ulama, misalnya, mengeluarkan panduan bagi jamaah maupun takmir masjid. Edaran itu ditandatangani Ketua PB NU Bidang Dakwah dan Takmir Masjid KH Abdul Manan A. Ghani.

Untuk jamaah, hanya mereka yang sehat yang boleh datang ke masjid. Lalu, membawa sajadah sendiri dan memakai masker. Pengurus masjid diminta mengatur jarak antarjamaah. Termasuk saat masuk dan keluar agar tidak berdesakan. Juga lebih sering mengepel lantai masjid plus menyemprotkan disinfektan, baik sebelum maupun setelah salat berjamaah. Pengurus masjid juga menyiapkan kamar khusus untuk isolasi jamaah yang mendadak sakit.

Khusus salat Jumat, ada panduan khusus. Khotbah diminta lebih pendek. Imam juga diminta memilih surah yang pendek saat salat.

Sementara itu, MUI belum mengeluarkan panduan lebih lanjut soal salat berjamaah di masjid. MUI masih berpegang pada fatwa No 14/2020 yang mengatur peribadahan di tengah pandemi. Prinsipnya sejalan dengan edaran Menag yang baru terbit. Misalnya, melarang salat Jumat di masjid yang berada di zona merah.

Sementara itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Pdt Gomar Gultom mengeluarkan pernyataan sikap dan imbauan pelaksanaan ibadah dalam waktu-waktu mendatang. Khususnya dalam menyikapi pelonggaran PSBB yang akan dilanjutkan dengan new normal. ”PGI berpendapat bahwa ibadah jemaat bisa dilangsungkan dengan berbagai pembatasan ketat hanya pada daerah-daerah yang telah mengalami penurunan secara konstan kurva pandemi Covid-19,’’ terang dia.

Daerah-daerah itu juga harus mendapat penetapan pemerintah sebagai zona aman berdasar indikator-indikator yang sudah dibuat. Karena itu, setiap sinode gereja dan jemaat anggota perlu mengakses informasi yang akurat. Juga berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan otoritas kesehatan setempat.

Zona Hijau

Pemerintah merestui 102 kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk kembali menjalankan aktivitas dan kegiatan masyarakat yang produktif. Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo kepada Ketua Gugus Tugas Doni Monardo pada 29 Mei 2020.

“Kemarin, tanggal 29 Mei 2020, Bapak Presiden Jokowi memerintah ketua gugus tugas untuk memberikan kewenangan kepada 102 pemerintah kabupaten/kota yang saat ini berada dalam zona hijau untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19,” jelas Doni kemarin.

Ke-102 wilayah tersebut adalah Provinsi Aceh yang meliputi 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara (15), Kepulauan Riau (3), Riau (2), Jambi (1), Bengkulu (1), Sumatera Selatan (4), Bangka Belitung (1), dan Lampung (2). Kemudian Jawa Tengah (1), Kalimantan Timur (1), Kalimantan Tengah (1), Sulawesi Utara (2), Gorontalo (1), Sulawesi Tengah (3), Sulawesi Barat (1), Sulawesi Selatan (1), dan Sulawesi Tenggara (5). Berikutnya, Nusa Tenggara Timur (14), Maluku Utara (2), Maluku (5), Papua (17), dan Papua Barat (5).

Wilayah-wilayah tersebut sudah berada dalam kategori zona hijau dengan tingkat persebaran dan kasus positif yang sangat rendah. Daerah-daerah itu juga diperbolehkan untuk membuka aktivitas dan pusat-pusat kegiatan publik seperti rumah ibadah, pasar dan pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, restoran, perkantoran, serta bidang-bidang lain yang dianggap penting. ”Tentang kapan dan sektor mana saja yang akan dibuka kembali, ditentukan oleh para pejabat bupati dan wali kota di daerah.

Selain itu, Doni meminta setiap daerah memperhatikan ketentuan tentang testing yang masif, tracing yang agresif, isolasi yang ketat, serta treatment yang dapat menyembuhkan pasien Covid-19. Apabila dalam perkembangannya ditemukan kenaikan kasus, tim gugus tugas tingkat kabupaten/kota bisa memutuskan untuk melakukan pengetatan atau penutupan kembali.

JAKARTA — Pembukaan tempat ibadah selama masa pandemi dilakukan secara selektif. Syarat utama yang mutlak harus dipenuhi adalah lingkungan di sekitarnya dipastikan bebas dari penularan Covid-19. Tidak lagi terkait status zona daerah.

Kemarin (30/5) Menteri Agama Fachrul Razi mengumumkan edaran tentang protokol pelaksanaan ibadah bersama di rumah-rumah ibadah. Edaran berlaku umum bagi semua jenis rumah ibadah yang menyelenggarakan kegiatan ibadah bersama.

Dalam edaran yang ditandatangani Jumat (29/5) itu, diatur sejumlah hal untuk beribadah pada masa pandemi. Pada prinsipnya, belum semua tempat ibadah diizinkan membuka pintu bagi umat untuk beribadah bersama.

Fachrul menuturkan, penilaian didasarkan pada situasi riil pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut. Tidak hanya berdasar status zona yang berlaku di daerah. Sebagai gambaran, di daerah berstatus zona kuning, belum tentu seluruh rumah ibadah di wilayah itu boleh membuka pintu untuk kegiatan ibadah bersama.

”Bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, rumah ibadah yang dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif,’’ papar Fachrul di Graha BNPB kemarin (30/5). Meski, secara umum daerah tersebut sudah bukan zona merah lagi.

Tolok ukurnya adalah angka R0 (R-naught) yang menunjukkan bahwa rumah ibadah itu berada di lingkungan yang aman dari Covid-19. Bukti aman tersebut ditunjukkan lewat surat keterangan yang dikeluarkan gugus tugas provinsi, kabupaten/kota, atau kecamatan sesuai dengan tingkatan rumah ibadah.

Untuk bisa mendapatkan surat keterangan, pengurus rumah ibadah wajib mengajukan permohonan kepada gugus tugas sesuai levelnya. Misalnya, untuk musala, gereja, atau pura di lingkungan RT, permohonannya diajukan ke gugus tugas kecamatan. Rumah ibadah yang biasa melayani umat dari penjuru kabupaten/kota atau luar lingkungan lokasinya, pengajuannya ke gugus tugas di level kabupaten/kota.

Gugus tugas akan berkoordinasi dengan forkopimda dan majelis keagamaan untuk menentukan apakah rumah ibadah itu boleh dibuka atau tidak. Tentu setelah memastikan bahwa data menunjukkan lingkungan di wilayah layanan rumah ibadah tersebut benar-benar bebas Covid-19.

Menag memastikan bahwa surat keterangan yang mengizinkan pembukaan rumah ibadah tidak bersifat permanen. ’’Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut,’’ lanjutnya. Surat keterangan juga bisa dicabut bila ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan.

Dengan pengetatan izin tersebut, dapat diartikan bahwa daerah zona merah akan sulit mendapatkan izin membuka untuk kegiatan ibadah kolektif atau berjamaah. Zona merah menunjukkan sebaran penularan Covid-19 cukup merata di sebagian besar wilayah. Padahal, syarat mutlak pembukaan rumah ibadah adalah lingkungan harus bebas Covid-19.

Selain itu, meski mendapat izin membuka layanan ibadah bersama, ada sejumlah protokol yang harus dijalankan. Baik oleh pengurus rumah ibadah maupun umat yang hendak beribadah. Di antaranya, menempatkan pengawas protokol kesehatan, membersihkan rumah ibadah secara rutin, hingga memastikan umat dalam kondisi sehat saat akan beribadah.

Sementara itu, sejumlah organisasi keagamaan juga menyiapkan panduan di rumah ibadah. Nahdlatul Ulama, misalnya, mengeluarkan panduan bagi jamaah maupun takmir masjid. Edaran itu ditandatangani Ketua PB NU Bidang Dakwah dan Takmir Masjid KH Abdul Manan A. Ghani.

Untuk jamaah, hanya mereka yang sehat yang boleh datang ke masjid. Lalu, membawa sajadah sendiri dan memakai masker. Pengurus masjid diminta mengatur jarak antarjamaah. Termasuk saat masuk dan keluar agar tidak berdesakan. Juga lebih sering mengepel lantai masjid plus menyemprotkan disinfektan, baik sebelum maupun setelah salat berjamaah. Pengurus masjid juga menyiapkan kamar khusus untuk isolasi jamaah yang mendadak sakit.

Khusus salat Jumat, ada panduan khusus. Khotbah diminta lebih pendek. Imam juga diminta memilih surah yang pendek saat salat.

Sementara itu, MUI belum mengeluarkan panduan lebih lanjut soal salat berjamaah di masjid. MUI masih berpegang pada fatwa No 14/2020 yang mengatur peribadahan di tengah pandemi. Prinsipnya sejalan dengan edaran Menag yang baru terbit. Misalnya, melarang salat Jumat di masjid yang berada di zona merah.

Sementara itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Pdt Gomar Gultom mengeluarkan pernyataan sikap dan imbauan pelaksanaan ibadah dalam waktu-waktu mendatang. Khususnya dalam menyikapi pelonggaran PSBB yang akan dilanjutkan dengan new normal. ”PGI berpendapat bahwa ibadah jemaat bisa dilangsungkan dengan berbagai pembatasan ketat hanya pada daerah-daerah yang telah mengalami penurunan secara konstan kurva pandemi Covid-19,’’ terang dia.

Daerah-daerah itu juga harus mendapat penetapan pemerintah sebagai zona aman berdasar indikator-indikator yang sudah dibuat. Karena itu, setiap sinode gereja dan jemaat anggota perlu mengakses informasi yang akurat. Juga berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan otoritas kesehatan setempat.

Zona Hijau

Pemerintah merestui 102 kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk kembali menjalankan aktivitas dan kegiatan masyarakat yang produktif. Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo kepada Ketua Gugus Tugas Doni Monardo pada 29 Mei 2020.

“Kemarin, tanggal 29 Mei 2020, Bapak Presiden Jokowi memerintah ketua gugus tugas untuk memberikan kewenangan kepada 102 pemerintah kabupaten/kota yang saat ini berada dalam zona hijau untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19,” jelas Doni kemarin.

Ke-102 wilayah tersebut adalah Provinsi Aceh yang meliputi 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara (15), Kepulauan Riau (3), Riau (2), Jambi (1), Bengkulu (1), Sumatera Selatan (4), Bangka Belitung (1), dan Lampung (2). Kemudian Jawa Tengah (1), Kalimantan Timur (1), Kalimantan Tengah (1), Sulawesi Utara (2), Gorontalo (1), Sulawesi Tengah (3), Sulawesi Barat (1), Sulawesi Selatan (1), dan Sulawesi Tenggara (5). Berikutnya, Nusa Tenggara Timur (14), Maluku Utara (2), Maluku (5), Papua (17), dan Papua Barat (5).

Wilayah-wilayah tersebut sudah berada dalam kategori zona hijau dengan tingkat persebaran dan kasus positif yang sangat rendah. Daerah-daerah itu juga diperbolehkan untuk membuka aktivitas dan pusat-pusat kegiatan publik seperti rumah ibadah, pasar dan pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, restoran, perkantoran, serta bidang-bidang lain yang dianggap penting. ”Tentang kapan dan sektor mana saja yang akan dibuka kembali, ditentukan oleh para pejabat bupati dan wali kota di daerah.

Selain itu, Doni meminta setiap daerah memperhatikan ketentuan tentang testing yang masif, tracing yang agresif, isolasi yang ketat, serta treatment yang dapat menyembuhkan pasien Covid-19. Apabila dalam perkembangannya ditemukan kenaikan kasus, tim gugus tugas tingkat kabupaten/kota bisa memutuskan untuk melakukan pengetatan atau penutupan kembali.(jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *