BPBD Kota Sukabumi Gaet Mahasiswa, Tekan Risiko Bencana

BPBD Kota Sukabumi
Personel Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi saat memberikan edukasi dan mengajak mahasiswa berperan aktif tingkatkan Darling saat Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), Senin (13/2).

SUKABUMI – Guna menekan risiko bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi, menggaet mahasiswa untuk berperan aktif meningkatkan kesadaran lingkungan (Darling).

Kepala seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi, Zulkarnain Barhami mengatakan, BPBD memanfaatkan masa Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) untuk mengajak mahasiswa berperan aktif tingkatkan Darling dengan cara menjaga alam sebagai langkah mitigasi risiko bencana.

Bacaan Lainnya

“Ada empat tantangan dalam penanggulangan bencana termasuk tantangan yang tak terelakkan dihadapi Kota Sukabumi,” kata Zulkarnain kepada Radar Sukabumi, Senin (13/2).

Lanjut Zulkarnain, tantangan yang dihadapi saat ini yakni pemahaman masyarakat tentang ancaman bencana masih rendah sehingga kapasitas respons aparat dan masyarakat masih perlu ditingkatkan.

“Selain itu, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, kemiskinan, kebutuhan lahan meningkat, eskploitasi lingkungan, sehingga pada gilirannya banyak masyarakat tinggal di kawasan rawan bencana,” ujarnya.

Tak hanya itu, ancaman bencana yang semakin meningkat diikuti perubahan iklim, alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan yang tak terkendali dan ketersediaan data dan informasi risiko bencana yang terbatas sehingga tidak dapat langsung diaplikasikan dalam kebijakan pembangunan.

Beragamnya tantangan tersebut, mahasiswa sebagai kawah candradimuka, harus bisa mengabdikan dirinya kepada masyarakat untuk mitigasi risiko. Tanpanya pencegahan dan pengurangan risiko bencana mustahil terwujudkan.

“Bencana terjadi ketika bergabungnya bahaya dan kerentanan. Bahaya akan menjadi bencana apabila masyarakat kapasitas lebih rendah dibanding bahaya yang datang, atau kerentanan warga lebih tinggi dari bahaya. Semakin tinggi kerentanan seseorang atau komunitas, semakin besar risiko yang diterima,” tuturnya.

Zulkarnain menerangkan, bahaya sebagai suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia.

Sedangkan, kerentanan merupakan suatu kondisi atau suatu akibat keadaan faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap upaya pencegahan serta penanggulangan bencana.

“Sementara itu, kapasitas adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan bencana,” tuturnya.

Adapun, sambung Zulkarnain, luas Kota Sukabumi kurang lebih 48 kilometer persegi, geografis, geologis, hidrologis dan demografis memiliki kerawanan bencana multi ancaman pada level sedang. Sedangkan, single hazard yang katagori tinggi berupa gempa bumi, longsor, dan kekeringan, cuaca ekstrem dan letusan gunung api katagori sedang.

Sebab itu, pada Peraturan Daerah (Perda) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Kota Sukabumi nomor 7 tahun 2017 mengamanatkan semua elemen termasuk kampus dan pranatanya memiliki peran dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

“Perda RT dan RW Kota Sukabumi 2011 sampai 2031 menyebutkan kawasan rawan bencana kurang lebih seluas 49 persen dari luas wilayah dan kawasan lindung seluas 1440 hektare,” tambahnya.

Berdasarkan hasil pengolahan data BPBD, pada 2022 tercatat sebanyak 225 kasus bencana, secara rata-rata perbulan mencapai 21 kali peristiwa. Angka itu, lebih tinggi dibandingkan dengan 2021 yakni hanya sebanyak 217 peristiwa.

Adapun, jenis bencana yang mendominasi yaitu, 80 Tanah Longsor, 60 Cuaca Ekstrim, 40 Banjir Genangan, 36 Kebakaran, 5 Gempa Bumi. Terendah, 4 Angin Puting Beliung. Sedangkan, frekuensi kejadian Gempa Bumi yang dirasakan di Kota Sukabumi terekam mengalami kenaikan dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.

“Sepanjang tahun 2013 sampai 2022 laporan kejadian tanah longsor dan cuaca ekstrem trend nya mengalami kenaikan,” pungkasnya. (bam)

Pos terkait