Hergun Soroti Maraknya Perusahaan Gulung Tikar di Sukabumi

Anggota Komisi XI DPR-RI, Heri Gunawan
DIWAWANCARAI : Anggota Komisi XI DPR-RI, Heri Gunawan, saat diwawancarai Radar Sukabumi soal kondisi dunia industri padat karya di Kabupaten Sukabumi, belum lama ini. FOTO: DENDI/RADAR SUKABUMI

SUKABUMI, RADAR SUKABUMI – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyoroti perihal belasan perusahaan industri padat karya di Kabupaten Sukabumi yang gulung tikar. Sebagian, ada yang relokasi ke luar seperti Garut hingga luar provinsi, semisal Jawa Tengah. Alasannya, tak kuat dengan beban upah yang ditetapkan dan krisis ekonomi global.

Politisi yang akrab disapa Hergun beranggapan kondisi tersebut wajar. Sebab, krisis ekonomi global berdampak buruk terhadap pertumbuhan sektor dunia industri. Khususnya, perusahaan yang melakukan ekspor ke luar negeri.

Bacaan Lainnya

“Sebetulnya, kalau krisis ekonomi global. Memang lagi krisis. Kalau di sini ada pabrik, kan pasarnya di luar negeri. Kalau penerima pasarnya juga tidak ada, dalam artian turun permintaannya,” kata Hergun kepada Radar Sukabumi, Minggu (26/02).

Secara otomatis, kondisi tersebut memengaruhi produksi di Sukabumi yang turut turun. Maka, perusahaan pun akan merumahkan sebagian karyawannya. “Nah, ini kan sesuai dengan hukum permintaan dan hukum penawaran saja sebetulnya,” beber Ketua DPP Partai Gerindra.

Namun meski demikian, Hergun menilai semua persoalan ini harus terhitung. Dia mencontohkan, apabila ongkos produksi perusahaan di Kabupaten Sukabumi mahal, maka mau tidak mau perusahaan akan relokasi dari Sukabumi ke luar daerah yang menerapkan upah atau ongkos produksi lebih murah.

“Kalau mereka berprasangka, di Sukabumi ini lebih mahal dibanding Jawa Tengah, saya pikir sama saja. Tapi, mungkin di sana ada regulasi. Karena kawasan ekonomi. Seperti di daerah Kendal, kalau itu perusahaan terjadi pindah ke sana, berarti bukan hanya terkait masalah upah minimum saja,” tutur legislator Senayan asal dapil kota/kabupaten Sukabumi.

Hergun menilai, persoalan sejumlah perusahaan yang hengkang dari Sukabumi ke luar daerah bukan hanya terkait masalah beban upah saja. Tetapi, ada regulasi perihal masalah perpajakan di luar wilayah yang relatif lebih murah. Karena, di wilayah tersebut masuk pada kawasan ekonomi khusus.

“Jadi, saya pikir wajar-wajar saja ada permintaan penawaran, dan ini merupakan tantangan untuk Kabupaten atau Kota Sukabumi, agar bagaimana menciptakan iklim investasi, supaya pemodal-pemodal itu, bisa masuk kesini dan menciptakan lapangan pekerjaan,” bebernya.

Untuk mengatasi dan menganitispasi hal tersebut, kata Hergun lagi, tergantung dari regulasi yang dibuat pemerintah daerah. Jika, persoalannya karena beban UMK yang tidak bisa dihindari, maka harus ada regulasi lain.

“Contohnya, mungkin kalau mereka sewa, maka masa sewanya diperpanjang dengan jumlah atau harga yang lebih murah kalau itu milik perorangan. Tapi, masalahnya kalau itu perorangan, gak bisa ngomong kan hak masing-masing, mereka lebih nyaman berada di kawasan industri ekonomi khusus,” papar Hergun.

Soal puluhan ribu buruh pabrik sektor padat karya yang mengalami pemutusan hubungan kerja, Hergun mengaku belum tahu fakta lapangan secara jelas. “Mungkin bisa saja mengajukan wirausaha pemula. Jadi, ini tantangan juga. Nah, dari desa itu ada BUMDes. Jadi, ideal di daerah Kabupaten Sukabumi ada 381 BUMDes,” imbuhnya.

Ya, menurut Hergun, BUMDes adalah salah satu opsi alternatif untuk menjawab persoalan gelombang PHK. Maka, pemerintah desa diharapkan bisa lebih fokus kepada sentra dan menggali potensi yang ada di daerahnya. “Nah, ini juga bisa dikembangkan. Ini yang harusnya bisa dibuatkan terobosan, untuk mengantisipasi dampak dari krisis ekonomi global yang mengakibatkan kondisi industri di Sukabumi, terpuruk,” pungkasnya. (den)

Pos terkait