Aksi Kekerasan dan Premanisme di Radar Bogor, Tuai Kecaman

JAKARTA – Penyerangan massa PDIP Perjuangan Kota Bogor ke kantor Radar Bogor menuai kecaman dari banyak pihak. Sebab, hal itu dinilai menciderai kebebasan pers dan demokrasi.

Aksi itu sendiri akhirnya menuai kecaman dari banyak pihak. Tak hanya dari kalangan jurnalis dan organisasi kewartawanan, tapi juga pengamat dan politisi.

Bacaan Lainnya

Tak ketinggalan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin yang mengaku tak habis pikir dengan ulah massa PDIP itu.

Ia bahkan menyinggung pernyataan Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI yang juga Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto.

Bambang dalam pernyataannya menyebut, andai Radar Bogor ada di Jawa Tengah, maka akan rata dengan tanah.

Menurut Didi, apa yang keluar dari mulut petinggi PDIP itu jelas sangat melukai dan menciderai demokrasi.

Ia lalu menyindir, politik yang bermartabat adalah politik tanpa menggunakan kekerasan dan mengandalkan otot.

“Apalagi cara-cara geruduk dan hancurkan pihak-pihak yang kritis. Itu cara demokrasi atau preman?” ucap Didi kepada JPNN Jumat (1/6/2018).

Kejadian itu sendiri, lanjutnya, menjadi sangat ironis bila dikaitkan dengan momentum 20 tahun reformasi yang direngkuh dengan darah dan airmata.

“Sungguh ironis, tiba-tiba ada pihak yang hendak mengkhianati reformasi dengan cara melemparkan ancaman yang tidak beradab, karena tidak siap untuk dikritik,” kecamnya.

Didi menekankan, sepahit apapun kritik, seharusnya dijawab dengan bekerja dan menghasilkan kinerja yang baik yang tentu jauh lebih bermartabat.

“Ancaman meratakan kantor Radar Bogor tersebut sungguh-sungguh jauh dari slogan ‘Saya Indonesia, Saya Pancasila’,” kata putra mantan Menkumham Amir Syamsuddin ini.

Justru, apa yang ditunjukkan dalam penyerangan kantor media Jawa Pos Grup itu jauh dari cerminan sebuah partai politik.

“Ancaman itu lebih pantas diucapkan oleh preman atau tukang pukul jalanan,” tegas Didi.

Didi menambahkan, UU Pers sendiri telah mengatur pihak yang dirugikan karena suatu pemberitaan diberikan kesempatan untuk melakukan hak jawab, sebelum membawa pengaduan pada Dewan Pers.

Jika memang masih tidak puas, maka ada proses hukum melalui pengadilan.

Karena itu ia menekankan, Indonesia yang negara hukum, apa pun alasannya, cara-cara main geruduk apalagi ingin meratakan kantor pihak yang kritis sama sekali tidak bisa dibenarkan.

“Mari kita lawan segala bentuk kekerasan, fiat justitia ruat caelum. Tegakkan keadilan, sekalipun langit akan runtuh,” pungkas Didi.

Untuk diketahui, massa PDIP hari ini kembali menggeruduk kantor Radar Bogor dipimpin anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Diah Pitaloka dan politisi senior PDIP Kabupaten Bogor Rudi Harsa Tanaya.

Tuntutan massa PDIP tetap sama dengan demo sebelumnya yakni mereka Radar harus meminta maaf atas pemuatan berita tentang gaji Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri Rp112 juta.

Mereka mempersoalkan headline korab harian itu yang berjudul ‘Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 Juta.’

Massa PDIP juga mempersoalkan pemuatan info grafis yang memasang foto Megawati.

“Kenapa hanya foto Megawati yang dimuat? Kan banyak anggota BPIP. Kenapa tidak dimuat semua fotonya,” ucap Rudy.

Setelah diberikan penjelasan oleh Pemred Radar Bogor Tegar Bagja Anugerah, massa PDIP tetap tidak terima. Tapi mereka tetap menuntut Radar Bogor menyampaikan permintaan maaf.

Bahkan, salah satu petinggi DPC PDIP Kota Bogor menyebut akan ada 1.000 kader dan simpatisan PDIP yang akan turun jika Radar tidak segera menyampaikan permintaan maaf.

“Ada 1.000 kader yang mau datang ke sini. Tapi saya nahan-nahan terus. Intinya mereka ingin Radar Bogor minta maaf,” tegasnya.

“Bilang aja kalau tidak mau minta maaf, kita ratakan Radar Bogor,” teriak yang lain.

(fat/jpnn/ruh/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *