5 Pernyataan PWI, Terkait Insiden Penyerangan Radar Bogor

JAKARTA – Penyerangan massa PDIP Perjuangan Kota Bogor ke kantor Radar Bogor menuai kecaman dari banyak pihak. Sebab, hal itu dinilai menciderai kebebasan pers.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menganggap tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan penyelesaian sengketa pers yang bermartabat dan demokratis.

Bacaan Lainnya

Tindakan tersebut juga kurang kondusif bagi upaya menciptakan suasana yang sejuk di awal tahun politik yang riskan terhadap konflik dan perpecahan.

Demikian rilis yang diterima PojokSatu.id, menanggapi peristiwa yang terjadi di kantor redaksi media grup Jawa Pos itu, Jumat (1/6/2018).

Karena itu, PWI mengeluarkan empat sikap untuk menciptakan suasana politik yang kondusif.

Pertama, PWI Pusat meminta kepada siapapun, khususnya PDIP Kota Bogor, untuk lebih bijak.

“Agar dalam menyampaikan keberatan atau tuntutan terhadap pemberitaan pers senantiasa menggunakan cara cara demokratis-prosedural sebagaimana telah diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999,” demikian bunyi rilis tersebut.

Pers bisa saja membuat kesalahan. Wartawan juga manusia yang tidak luput dari kelemahan dalam menjalankan profesinya.

“Kinerja pers dapat dipersoalkan secara etis maupun hukum dengan menggunakan UU Pers,” lanjutnya.

Kedua, PWI Pusat dapat memahami kekecewaan unsur PDIP Kota Bogor terhadap pemberitaan tentang kontroversi gaji Dewan Pengarah BPIP.

“Namun seyogianya, kekecewaan itu tidak diluapkan dengan tindakan main hakim sendiri,”

Tindakan ini sangat tidak produktif dan akan menjadi preseden buruk dalam kehidupan pers nasional secara keseluruhan.

“PWI Pusat menyarankan agar PDIP Bogor membawa masalah ini ke Dewan Pers,” saran PWI Pusat.

Ketiga, PWI Pusat berharap agar Dewan Pers dapat menangani masalah ini sesegera mungkin, sehingga memberi rasa keadilan kepada semua pihak terkait dan memberi pencerahan kepada masyarakat bertolak dari kasus tersebut.

Keempat, PWI Pusat menyarankan Radar Bogor mengadukan masalah yang dihadapinya kepada Dewan Pers dengan harapan akan mendapatkan penyelesaian yang sesuai dengan jiwa dan semangat UU Pers No. 40 tahun 1999.

“Kelima, PWI Pusat mengimbau Radar Bogor untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga untuk bermawas diri,” tulisnya.

Sudah menjadi kewajiban pers untuk menjalankan fungsi kontrol dan memenuhi hak publik atas informasi.

Namun, fungsi tersebut harus senantiasa dijalankan dengan menaati Kode Etik Jurnalistik secara konsekuen.

“Menaati Kode Etik Jurnalistik sangat mendasar agar pers dapat menjaga martabatnya dan dapat mempertahankan kepercayaan publik,” tutup rilis tersebut.

Untuk diketahui, massa PDIP hari ini kembali menggeruduk kantor Radar Bogor dipimpin anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Diah Pitaloka dan politisi senior PDIP Kabupaten Bogor Rudi Harsa Tanaya.

Tuntutan massa PDIP tetap sama dengan demo sebelumnya yakni mereka Radar Bogor meminta maaf atas pemuatan berita tentang gaji Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri Rp112 juta.

Mereka mempersoalkan headline Radar Bogor berjudul ‘Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 Juta.’

Massa PDIP juga mempersoalkan pemuatan info grafis yang memasang foto Megawati.

Setelah diberikan penjelasan oleh Pemred Radar Bogor Tegar Bagja Anugerah, massa PDIP tetap tidak terima. Tapi mereka tetap menuntut Radar Bogor menyampaikan permintaan maaf.

Bahkan, salah satu petinggi DPC PDIP Kota Bogor menyebut akan ada 1.000 kader dan simpatisan PDIP yang akan turun jika Radar tidak segera menyampaikan permintaan maaf.

“Ada 1.000 kader yang mau datang ke sini. Tapi saya nahan-nahan terus. Intinya mereka ingin Radar Bogor minta maaf,” tegasnya.

“Bilang aja kalau tidak mau minta maaf, kita ratakan Radar Bogor,” teriak yang lain.

(ruh/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *