Mengenang Bacharudin Jusuf Habibie, Kasih Abadi dengan Ainun Pilihan Mami (3)

BERTAUT SEPANJANG HAYAT: Rudy Habibie dan Ainun beberapa saat setelah melangsungkan pernikahan pada 1962. (Habibie Center for Jawa Pos)

RADARSUKABUMI.com – Pada Juni 2016, menjelang ulang tahun ke-80 Bacharudin Jusuf Habibie, koran Jawa Pos membuat liputan khusus tentangnya. Mulai dari masa kecilnya hingga remaja, saat memupuk cinta dan cita di Jerman, dan hari-harinya setelah istrinya, Ainun meninggal dunia. Artikel dari koran Jawa Pos tersebut kami unggah ke radarsukabumi.com untuk mengenang kembali, B.J Habibie yang wafat hari ini, Rabu (11/9).

Sudah tampan, genius pula. Tak heran jika tidak sedikit perempuan yang ingin dekat-dekat dengan Habibie muda. Kepada wartawan Jawa Pos, Habibie bercerita tentang cinta-cintanya sebelum menemukan kasih sejatinya: Ainun.

Bacaan Lainnya

CINTA Rudy Habibie dan Ainun yang sudah melegenda tidak tumbuh begitu saja. Jauh sebelum dua hati itu berpadu, mereka hanyalah dua remaja biasa yang tidak saling melirik.

Keduanya sama-sama genius. Tidak heran, salah seorang guru sekolah mereka, Go Ke Hong, sering menjodoh-jodohkan keduanya. Rudy yang belum cinta menjadi salah tingkah

Tidak nyaman karena terus dipanas-panasi. Belum lagi kawan-kawan Rudy yang mulai ikut-ikutan meledeknya.

Bagi Rudy, tiada yang menarik pada diri Ainun remaja. Kulit gelap Ainun karena kebanyakan bermain voli membuat Rudy tidak tertarik. Bahkan, Rudy pernah meledek Ainun. “Saya pernah kurang ajar kepada Ainun. Saya pernah meneriakinya jelek. Hitam. Gendut. Tapi, ternyata itulah jodoh,” kata Rudy Habibie kepada Jawa Pos saat ditemui di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jumat pagi (10/6).

Kisah mereka di SMA lantas berakhir tanpa pernah ada benih cinta. Rudy pun menjalin hubungan dengan gadis lain. Namanya Farida. Blasteran Belanda-Indonesia. Usianya dua tahun di atas Rudy. Kala itu, cukup banyak gadis yang mendekati Rudy. Kebanyakan berusia di atas umur Rudy. Entah apa alasannya. Rudy pun masih tidak mengerti.

Cerita cinta dengan Farida tidak mulus. Setelah Rudy pergi ke Jerman, hubungan keduanya kian tidak jelas. Apalagi kala itu komunikasi jarak jauh tidak semudah sekarang. Untuk menelepon sebentar saja, alamak biayanya. Surat pun jadi satu-satunya alat komunikasi yang murah. Itu pun harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa menerima sepucuk surat.

Tidak mampu mengatasi problem LDR (long distance relationship/hubungan jarak jauh), hubungan Rudy dan Farida pun kian pudar. Apalagi Rudy baru berusia 18 tahun. Mudah saja untuk move on dan fokus pada cita-citanya di Jerman.

Ainun? Beluuum.

Belum ada sama sekali sosok Ainun di benak Rudy. Dia pun berada di Jerman tanpa beban. Ainun pun demikian. Dia melenggang masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tanpa sedikit pun menyisakan ruang pikiran untuk si anak kurang ajar. Yang pernah mengatainya jelek, hitam, dan gendut.

Di Jerman, magnet pesona Rudy kian kuat menyedot perhatian para gadis. Apalagi setelah dia memenangkan tender untuk melanjutkan studi S-3. Menurut Rudy, sekolah S-3 di sana berbeda dengan di Indonesia. Di sini, calon mahasiswa mendaftar, ikut tes, diterima, kemudian membayar untuk mulai berkuliah. “Di sana ditender. Yang menang tender justru dibayar untuk sekolah. Buat anak muda seperti saya, lumayan itu,” katanya, lalu tertawa.

Dengan makin mapannya Rudy, makin banyak gadis yang tertarik. Apalagi dia terbilang aktif dalam organisasi pemuda. Dia pernah menjadi ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Aachen. “Karena itu juga saya ada kontak dengan perempuan. Normal, kan?” ucapnya.

Rudy memang fokus jika sudah berkutat dengan kuliah dan pekerjaannya di sana. Namun, saat akhir pekan tiba, dia bergaul seperti biasa. Layaknya anak muda. Berkenalan dengan banyak orang. Menonton konser. Atau sekadar jalan-jalan dengan teman-temannya.

Di antara banyak kenalan perempuan, satu telah mencuri hati Rudy. Ilona. Gadis Jerman berdarah Polandia itu berhasil membuat Rudy terpesona. Adalah Goethe, sastrawan tersohor Jerman, yang menjadi perekat mereka. Di mata Rudy, Ilona merupakan satu-satunya gadis yang hafal syair Goethe. Karena itu, Rudy yang juga nge-fans kepada Goethe bisa nyambung saat ngobrol dengan Ilona. “Ceritanya ada di film Rudy Habibie,” ungkapnya.

Ilona memang kawan dekatnya. Mereka bersama selama 1,5 tahun. Sebelum ibunda Rudy, Tuti Marini, ambil tindakan untuk memisahkan mereka berdua. Selain Tuti, teman-teman Rudy di Jerman tidak setuju Rudy bersanding dengan Ilona. “Soalnya, kan dia Londo,” ujar Rudy.

Akhirnya, restu mami tetap menjadi penunjuk jalan utama. Komunikasi Rudy dengan Ilona semakin buruk. Rudy pun harus berfokus pada kuliah S-3.

Mami, yang sangat ingin Rudy bersama Ainun, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia mengirimi Rudy tiket pulang ke Indonesia. Mami berencana mempertemukan anak keempatnya tersebut dengan Ainun.

Setelah mendapat izin dari profesor, Rudy pun pulang. “Sudah tujuh tahun tidak pulang. Sampai Indonesia kepanasan dan langsung ke Bandung. Besoknya, saya diajak ke rumah Ainun. Tepat pada malam takbiran. Seperti yang ada dalam film Habibie & Ainun. Saya tidak mau,” katanya panjang lebar.

Namun, pertemuan tetap digelar. Itu adalah kali pertama Rudy kembali melihat Ainun. Gadis yang dulu dipanggilnya dengan sebutan gula jawa karena berkulit hitam tersebut sekarang sudah berubah 180 derajat. Kulitnya cerah. Wajahnya juga tambah cantik. “Dia terlihat dewasa sekali. Saya kaget. Saya bilang, Ainun, cantiknya… Gula jawa jadi gula pasir,” kenangnya.

Mendengar ucapan Rudy, Ainun hanya tersenyum. “Mungkin Ainun kaget ya, orang yang dulu kurang ajar tetap saja kurang ajar. Dalam tulisan Ainun, dia menulis, saya tidak akan lupa kalau Rudy mengatakan saya gendut dan sebagainya,” ungkap Rudy, lalu tertawa mengenang kejadian tersebut.

Melihat Ainun yang dewasa, putih, dan cantik, Rudy mendadak jatuh cinta. Namun, eits, tunggu dulu. Rudy bukan satu-satunya pilihan. Banyak saingan. Sebab, tidak sedikit yang tertarik kepada Ainun.

“Yang suka sama Ainun lebih ganteng dari Habibie. Jelas lebih tinggi. Lebih tua dan tidak kalah pintar di bidang lain. Ada hukum, kedokteran, ekonomi,” katanya. Mereka pun kerap datang ke rumah Ainun. Tidak sedikit pula yang menjemput Ainun di tempat kerjanya.

Namun, garis jodoh telah mempermudah Rudy dan Ainun menautkan hati. Tidak lama setelah pertemuan itu, mereka pun menikah pada 12 Mei 1962. Prosesi akad dilakukan di kediaman keluarga Ainun di Jalan Ranggamalela 11 B, Bandung, sedangkan resepsi digelar di Hotel Preanger.

Rudy kemudian memboyong Ainun ke Jerman untuk mendampinginya menyelesaikan pendidikan S-3. Berbekal dua koper pakaian, pasangan muda itu bertolak ke Aachen, tempat Rudy menimba ilmu. Di sana mereka menyewa paviliun kecil dengan tiga kamar kecil. Ukuran boleh mungil, tapi biaya sewanya cukup mahal. Separo gaji Rudy habis untuk membayar sewa.

Mereka pun harus hidup ngirit. Salah satunya menekan pengeluaran untuk membeli busana. Untuk pakaian kantor dan baju sehari-hari, Ainun menjahitnya sendiri. Dia juga membuat sendiri baju bayi serta pakaian musim dingin. Karena itu, saat punya uang lebih, mesin jahitlah yang pertama mereka beli. Biaya hidup di sana memang tidak murah. Ainun harus pandai-pandai mengatur keuangan agar semua kebutuhan bisa terpenuhi.

Ketika Ainun dinyatakan hamil, mereka memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih lapang. Karena biaya sewa di Aachen yang cukup tinggi, keduanya memilih mencari tempat tinggal di pinggiran kota. Sebuah rumah susun di Oberforstbach jadi pilihan utama. Ukurannya lumayan besar. Lengkap dengan ruang keluarga, kamar tidur, kamar anak-anak, dapur, serta kamar mandi.

Pada 16 Mei 1963, putra pertama Rudy dan Ainun lahir. Mereka menamainya Ilham Akbar Habibie. Karena sudah punya anak, Rudy membutuhkan penghasilan tambahan agar bisa mencukupi kebutuhan. Rudy pun menjalani pekerjaan sampingan sebagai ahli konstruksi di pabrik kereta api. Dia mendesain gerbong-gerbong berkonstruksi ringan. Waktunya pun habis di luar.

Perlahan tapi pasti, kondisi ekonomi mereka membaik. Ainun juga kembali bekerja sebagai dokter untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dia juga masih punya keinginan untuk menggunakan ilmu yang dia miliki. Waktu Ainun untuk keluarga jadi sangat terbatas. Puncaknya, Thareq yang kala itu berusia 6 tahun sakit keras. Ainun merasa ada yang salah dalam dirinya. Dia sibuk mengurusi anak orang lain, sedangkan urusan anak sendiri terbengkalai.

Akhirnya, Ainun pun memutuskan untuk kembali mengurus rumah dan keluarganya. Kebetulan, karir Rudy juga sudah semakin baik. Penghasilannya pun jauh meningkat. Sejak itu, Ainun terus mendampingi Rudy yang semakin sering pergi dinas ke luar negeri.

Sejak Rudy mengikat janji pernikahan di hadapan penghulu, hingga 48 tahun 10 hari setelahnya, keduanya tidak pernah terpisahkan. Di mana ada Rudy, di situ ada Ainun. Begitu pula sebaliknya. “Bersama Ilona, mungkin kalau dihitung-hitung saya menghabiskan dua minggu penuh. Tapi, bersama Ainun, saya menghabiskan 48 tahun 10 hari,” tutur Rudy.

Kemesraan keduanya diakui keponakan Rudy, Adrie Subono. Adrie yang pernah tujuh tahun tinggal bersama keluarga Rudy di Hamburg menyatakan, Rudy dan Ainun selalu mesra.

“Kalau Ibu (Ainun) marahin Bapak (Habibie) sih sering. Karena memang Bapak kadang-kadang bandel. Tapi, ya marah karena sayang. Bukan yang lain,” kata Adrie.
Orang Besar tanpa Ambisi Terkenal

Belum ada manusia genius di Indonesia yang mendapatkan pengakuan dunia seperti B.J. Habibie. Sederet penemuannya di bidang teknologi, terutama di bidang aeronautika, sudah banyak membantu dunia penerbangan

Mulai crack propagation, teori Habibie, faktor Habibie, metode Habibie, dan penemuan lainnya yang amat penting dalam lingkungan dunia ilmu dirgantara.

Namun, tidak ada satu pun dari invensi itu yang diakui Habibie sebagai temuannya. Andi Makmur Makka, penulis Biografi Bacharuddin Jusuf Habibie, membenarkan hal tersebut.

“Dia tidak sadar bahwa penemuannya itu bisa disebut sebagai teori dan yang lainnya. Padahal sangat berguna,” ujarnya kepada Jawa Pos saat ditemui setelah menghadiri acara peluncuran buku Habibie the Series di Perpustakaan Habibie & Ainun di kawasan Patra Kuningan (23/6).

Dia melanjutkan, selama ini tidak ada sedikit pun ambisi untuk bisa membuat sebuah penemuan besar. Apalagi agar bisa jadi orang terkenal. Habibie, kata Makka, hanya berusaha menyelesaikan masalah yang dibebankan kepadanya. Tanpa memikirkan keuntungannya untuk diri sendiri. Semua penelitian berjalan begitu saja.

Makka mencontohkan saat Habibie diminta mencari solusi untuk permasalahan pada gerbong kereta api. “Dia tidak memikirkan harus bikin teori atau apa. Pokoknya, ada masalah, dia carikan solusi,” kata mantan pemimpin redaksi Republika itu.

Menurut Makka, pihak lain justru lebih peduli akan prestasi dan penemuan Habibie. Tidak heran, dia diganjar berbagai penghargaan. Termasuk peng­hargaan Edward Warner Award dari International Civil Aviation Organization (ICAO) yang hingga kini hanya diberikan kepada 40 orang dan organisasi di dunia. Habibie menjadi satu-satunya penerima penghargaan dari Asia.

Teori, faktor, dan metode Habibie pun akhirnya dibukukan dalam sejumlah jilid Advisory Group for Aerospace Research and Development (AGARD). Buku tersebut merupakan buku pegangan yang berisi prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam mendesain pesawat terbang standar NATO (North Atlantic Treaty Organization/Pakta Pertahanan Atlantik Utara). (JPG/Bersambung)

Kenangan Tak Terlupakan Rudy di Jerman

– Meraih gelar S-2 (Dipl Ing) pada usia 23 tahun dan meraih gelar S-3 Dr Ing di usia 28 tahun.

– Saat tidak bisa menemukan masjid di Jerman, memilih salat di gereja.

– Sempat menjalin hubungan dengan Ilona, gadis Jerman keturunan Polandia.

– Tubuhnya yang kecil makin kurus sejak tinggal di Jerman karena hanya makan roti dan buah. Tidak makan daging karena takut tidak halal.

– Tubuh mungil membuatnya harus mencari baju musim dingin di toko baju anak-anak. Baju dewasa ukuran terkecil pun masih kebesaran.

– Pada Juli 1959, sempat dinyatakan meninggal dan dibawa ke kamar jenazah setelah kritis karena penyakit TBC tulang yang membuat selaput jantungnya membengkak. Tapi, akhirnya terbangun lagi, lalu dibawa perawat ke ruang inap kritis dan berhasil sembuh.

– Sering kali ditanya asal-usulnya karena fasih berbahasa Jerman. Rudy mengaku berasal dari negara primitif yang penduduknya kanibal dan memakan orang Jerman sehingga dia jadi pandai berbahasa Jerman.

Prestasi dan Pengakuan Dunia

1. Penggagas desain awal pesawat prototipe DO-31. Pesawat tersebut kemudian dibeli NASA.

2. Memiliki 46 hak paten di bidang aeronautika.

3. Meraih Von Karman Award pada 1992 setelah hak patennya digunakan oleh perusahaan-perusahaan pembuat pesawat terbang untuk memproduksi pesawat-pesawat mereka.

4. Satu-satunya orang Asia yang meraih Edward Warner Award dari International Civil Aviation Organization (ICAO), penghargaan atas kontribusi pada penerbangan sipil.

5. Dijuluki Mr Crack karena keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pada pesawat terbang.

6. Penemu Teori Habibie, Faktor Habibie, serta Fungsi Habibie yang dikenal di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *