Kisah Pilu Elis, Siswa Kelas III yang Terseret Arus Tsunami

BENCANA 28 September lalu menghancurkan rumah Elis dan orang tuanya di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore. Selain merusak rumah, dampak gempa juga mengakibatkan kendaraan roda dua yang selama ini digunakan mengantar Elis ke sekolah raib ditelan tsunami yang menerjang. Hal ini memaksakan siswa kelas III di SD Inpres 2 Talise ini harus berjalan kaki kurang lebih 2 KM setiap hari untuk menimba ilmu.

LAPORAN : SAFRUDIN

Bacaan Lainnya

APEL pagi 7.15 Wita di SD Inpres 2 Talise berbunyi. Kerumunan siswa berkumpul di halaman sekolah untuk mendengar arahan Rosdiana SAg selaku Kepala Sekolah sebelum ujian semester ganjil dimulai. Pagi itu, matahari menyirami Kota Palu dengan lembut. Elis bersama kakaknya Meikel yang saat ini kelas VI, baru sekitar 15 menit lalu tiba di sekolah dengan berjalan kaki bersama ibunya, Suriance.

Elis merupakan salah satu dari banyak warga Palu yang merasakan langsung dampak tsunami. Masih jelas teringat di memorinya peristiwa dua bulan lalu itu. Elis bersama kakaknya dan kedua orang tuanya berada di dalam rumah, Jalan RE Martadinata, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore. Rumah Elis yang hanya berjarak ratusan meter dari bibir pantai terkena langsung hantaman keras gelombang tsunami. Saat itu, Elis dipegang ayahnya. Hentakan keras gelombang tsunami, membuat genggaman erat ayah Elis terlepas.

“Dia (Elis, red), terbawa arus. Saya sempat liat itu gelombang yang tinggi menuju ke tempat kami. Saya sisa berdoa supaya Tuhan kasi selamat,” kata ibu Elis, Suriance mengenang kisa pilu itu. Sempat mencari-cari anaknya yang terbawa arus. Orang tua Elis terus berusaha. Dalam gelapnya malam yang mulai menyelimuti langit. Beruntung, saat air laut surut, posisi Elis masih dalam jangkauan pandangan. Ayah Elis yang melihat anaknya bergegas, menarik anaknya dan segera mengevakuasi ibu, dan kakak Elis, Meikel.

“Tidak ada yang bisa kami lakukan. Saya cuma berdoa ya Tuhan selamatkan kami. Meikel, di sampingku juga saya perhatikan terus berdoa. Puji Tuhan kami semua masih diselamatkan,” ucapnya bersyukur. Setelah rumahnya diterjang tsunami, kini Elis dan keluarganya menetap di posko yang berada di area lapangan golf Jalan Yos Sudarso Kelurahan Talise. Saat aktivitas sekolah mulai berjalan, layaknya siswa lain, Elis tetap ingin melanjutkan sekolahnya.

Namun kini, di tengah keadaan yang serba sulit, Elis dan kakaknya harus berjalan ke sekolah yang terletak kurang lebih 1 KM dari posko. Aktivitas ini terus dilakukannya hingga kini. Harus mandi lebih cepat dan bawa bekal lebih banyak. Elis bawa bekal lebih banyak selain karena berjalan kaki yang menguras energi. Dia juga harus menunggu kakaknya yang pulang lebih lama. Suriance menceritakan, awal-awal pascakejadian, Elis tampak trauma dan lebih banyak diam.

“Sekarang sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Bermain. Cuma dulu awal-awalnya kelihatan trauma. Mungkin karena sudah ke sekolah dan ada juga trauma healing di sekolah,” kata Suriance. yang kesehariannya menyediakan makanan di salah satu Rumah Sakit di Kota Palu, juga harus mengorbankan pencahariannya. Kini, Suriance lebih banyak bersama anak bungsunya itu. Suriance juga ikut berjalan kaki bersama anaknya pergi dan pulang sekolah setiap hari.

“Pagi-pagi kita sudah siap-siap kesini. Yang susahnya itu, kalau pulangnya karena sudah siang. Kalau Elis pulangnya jam 9. Tapi kita tunggu juga Meikel keluar baru pulang sama-sama,” tutupnya. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *