Pengusaha Sulit Tidur Nyenyak

net ILUSTRASI: Tambang batubara Bukit Asam.

BALIKPAPAN, RADARSUKABUMI.com – Nilai tukar rupiah yang terus menguat ternyata belum berimbas positif terhadap harga batu bara. Harga batu bara justru menurun ketika rupiah menguat. Saat ini harga batu bara mencapai USD 81,48 per metrik ton.

Berdasarkan tren sejak 2011, harga batu bara tertinggi masih berada pada Februari 2018 yang mencapai USD 127 per metrik ton, sedangkan terendah mencapai USD 50,92 per metrik ton.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Umar Vatarusi mengatakan, harga tersebut juga untuk batu bara yang premium dengan gross air received (GAR) 6.000. Sementara itu, untuk GAR rendah seperti 3.400 harganya hanya USD 21 per metrik ton.

“Jadi, sekarang harga batu bara memang sedang rendah, terutama untuk batu bara low range. Masih sangat sulit dan keuntungannya tipis,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dilema harga yang dialami batu bara GAR rendah memang membuat pengusaha kesulitan. Apalagi batu bara dengan GAR rendah tidak bisa dipakai untuk menyuplai kebutuhan lokal. Pasalnya, kebutuhan lokal menggunakan GAR medium, yaitu 4.200-5.000.

“Saat ini para pengusaha harus memutar otak agar mendapat keuntungan, yang terpenting karyawan bisa gajian,” ungkapnya.

Menurut Umar, beberapa regulasi masih membuat para pengusaha batu bara kesulitan. Misalnya, pembatasan domestic market obligation (DMO). Menurut dia, seharusnya ada kebijakan untuk batu bara kualitas rendah yang tidak bisa dikonsumsi dalam negeri agar diberikan kebebasan ekspor.

“Agar kami juga bisa bersaing meskipun dengan batu bara GAR rendah tersebut,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya harga USD 50 per metrik ton saja sudah bisa untuk memenuhi biaya produksi. Akan tetapi, soal harga memang masih variatif. Sebab, ada perhitungan stripping ratio dengan masing-masing kualitas batu bara punya perhitungan sendiri.

“Belum lagi sulitnya ekspansi pasar untuk ekspor batu bara Kaltim,” katanya.

Dia mengatakan, sudah ada beberapa negara saingan Indonesia yang saat ini menjadi produsen dan eksportir batu bara.

Di sisi lain, pasar ekspor batu bara Kaltim seperti India hampir tidak mengimpor batu bara lagi dari Indonesia. Pasar ekspor terbesar Kaltim saat ini hanya Tiongkok.

“Harga yang melemah, rupiah yang terus menguat, dan ditambah regulasi yang menyulitkan penambang cukup membuat para pengusaha sulit tidur nyenyak saat ini,” pungkasnya.

 

(ctr/tom/k15)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *