Mengintip Cara Cerdas Investasi di Pasar Modal

TAHU PROFIL RISIKO: Seorang investor melewati papan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). OJK mencatat sampai akhir Juli, ada 5,82 juta single investor id (SID). Mayoritas adalah generasi milenial dan Z. (SALMAN TOYIB/JAWA POS)

Harus Rasional, Pahami Produk dan Nilai Fundamental

Perkembangan investor ritel pasar modal cukup pesat dalam dua tahun ini. Khususnya di kalangan milenial dan generasi Z. Mereka yang ingin menanam uang di pasar bursa harus meningkatkan literasi. Tujuannya, menghindari investasi bodong.

_____________

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) mengimbau para investor untuk memperhatikan legalitas dari setiap instrumen investasi. Dengan demikian, mereka dapat terhindar dari jebakan investasi bodong. Sebab, modusnya menyerupai nama-nama perusahaan investasi legal dan mencantumkan telah berizin OJK dalam melakukan promosi.
Padahal, mereka tidak mengantongi izin.

’’Waspada, jangan percaya tawaran investasi melalui SMS, chat, maupun media sosial. Bisa memastikan dulu ke OJK,’’ kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot dalam kelas virtual Cerdas Investasi di Pasar Modal pada Selasa (24/8/2021).

Menurut Sekar, proteksi utama untuk menghindari investasi bodong adalah pengetahuan investor. ’’Jangan hanya mempercayai influencer dalam mengambil keputusan berinvestasi,’’ tegasnya.

Calon investor harus menyesuaikan tujuan dan profil risiko. Serta, mempertimbangkan imbal hasil yang ditawarkan. Sebab, biasanya, jebakan investasi bodong adalah memberikan penawaran dengan janji return tinggi dalam waktu cepat.

Sekar menyebutkan, OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) mengembangkan notasi khusus untuk mendorong tersedianya informasi yang sederhana, cepat, dan mudah dipahami investor dalam bertransaksi di pasar sekunder.

Notasi khusus adalah tanda huruf pada kode saham perusahaan tercatat untuk memberikan informasi
kepada investor. Dengan demikian, investor dapat memahami kondisi perusahaan sebelum melakukan transaksi saham.

Sampai saat ini, ada 14 notasi khusus yang diimplementasikan. Dari sisi pengawasan, OJK telah melakukan banyak tindakan supervisory action. Sebagaimana penghentian kegiatan tertentu terhadap perusahaan efek, suspensi transaksi reksa dana atau pembuatan produk baru manajer investasi, hingga pembekuan izin terhadap wakil perantara pedagang efek.

’’Adanya berbagai kebijakan tersebut, harapannya investor pasar modal di Indonesia semakin terlindungi dan merasa aman serta nyaman dalam berinvestasi,’’ terangnya.

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menilai, investor harus rasional. Mereka wajib memahami produk investasi yang dibeli dan nilai fundamentalnya. Jika memiliki horizon yang cukup panjang, investor bisa memilih saham yang banyak terdiskon secara harga, tetapi fundamental yang kuat, sehingga bisa pulih ketika pandemi Covid-19 mereda.

Sementara itu, jika ingin growth value, biasanya valuasi mahal. ’’Tapi, memang ada pertumbuhan yang tinggi. Ini biasanya terjadi pada saham teknologi dan bank digital,’’ tuturnya.

Meski demikian, perlu diingat bahwa perjalanan bisnis bank digital masih panjang. Sebab, industri keuangan dan bank digital harus punya ekosistem. Saat ini ekosistem itu masih dibangun.

Dia menegaskan, membeli saham sama dengan membeli perusahaan. Dengan demikian, sebelum membeli, investor harus mengetahui seluk-beluk perusahaan dan tren bisnisnya ke depan.

Terutama mereka yang kepincut saham unicorn. Hans menyebutkan, investor harus menyadari bahwa unicorn bukan perusahaan yang memperoleh keuntungan dengan instan.

Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk memperoleh keuntungan. Selain itu, investor harus mengukur saham yang dibeli berpotensi menjadi market leader atau tidak.

’’Sebab, dari 6 perusahaan sejenis (unicorn), hanya satu yang akan jadi pemenang. Jika berinvestasi di perusahaan teknologi, kita harus melihat sebagai investasi jangka panjang,’’ tandasnya. (han/c12/dio)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *