Hergun: Ini Sejarah, NTP dan NTN Masuk Indikator Pembangunan

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra, Heri Gunawan

RADARSUKABUMI.com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) sebagai indikator pembangunan. Hal ini merupakan hasil kesepakatan antara Komisi Keuangan DPR RI dengan Pemerintah dalam pembahasan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2021 pada Selasa (23/6/2020).

Masuknya NTP dan NTN sebagai indikator pembangunan dinilai penting mengingat Indonesia merupakan negara agraris sekaligus maritim. Di mana, petani dan nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan alam yang melimpah dan menjadi salah satu tumpuan ekonomi nasional.

Bacaan Lainnya

“Pertama dalam sejarah, dimasukannya indikator NTP dan NTN dalam pembahasan asumsi dasar untuk RAPBN. Sebelumnya, NTP dan NTN tidak pernah masuk menjadi indikator pembangunan,” kata Heri Gunawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/6).

Legislator yang karib disapa Hergun ini mengatakan, dalam rapat kerja dengan Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa kemarin, Komisi XI mendesak agar NTP dan NTN masuk menjadi bagian dari target pembangunan. Dengan begitu, ada kejelasan dari indikator pembangunan. Apalagi, petani dan nelayan merupakan sebagian besar dari jumlah pekerja di Indonesia.

Wakil ketua Fraksi Gerindra ini mengatakan, fokus pembangunan akan membantu Indonesia dalam relasi ekonomi dengan negara-negara lain. Indonesia merupakan negara yang kaya hasil sumber daya alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Luasnya perairan daripada daratan di Indonesia, menunjukkan negara ini sebagai negara agraris dan maritime.

“Sekitar 60 persen dari jumlah rakyat kita bekerja di sektor pertanian yang menjadi salah satu sektor riil dan memiliki peran sangat nyata,” tegas Hergun sembari menyebutkan bahwa pada raker Komisi XI dengan Menkeu dan Menteri PPN, NTP ditargetkan 102-104. Sedangkan NTN ditetapkan sama di kisaran 102-104.

Sebagai acuan, pada April 2020 lalu NTP nasional berada di angka 100,32 atau turun 1,73 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,64 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik sebesar 0,10 persen.

“NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP juga merupakan indikator proxy kesejahteraan petani, sekaligus merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani,” tutur politikus asal Sukabumi ini.

Bila NTP berada di atas 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Itu berarti juga pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya. Bila NTP sama dengan100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.

Sementara bila NTP di bawah 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

“Angka NTP menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan, untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga,” tambahnya lebih lanjut.

Untuk NTN, sambung legislator dapil Jabar IV ini, rasio antara indeks harga yang diterima nelayan dengan indeks harga yang dibayar nelayan dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional, NTN pengukur kemampuan tukar produk perikanan tangkap yang dihasilkan nelayan dengan barang atau jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan. Itu masih ditambah dengan keperluan nelayan dalam menghasilkan produk perikanan tangkap. (izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *