Tiga KRI Siaga Tempur, 30 Kapal Tiongkok Main-Maindi Laut Natuna

JAKARTA – Sejumlah menteri dan pejabat setingkatnya mengadakan rapat koordinasi terkait pelanggaran zona ekonomi eksklusif (ZEE)  (3/1).

Kementerian Luar Negeri sebagai leading sektor diplomasi menegaskan tidak akan mengakui prinsip 9 dash line Tiongkok dan meningkatkan penjagaan di perbatasan ZEE dalam bentuk fisik.

Bacaan Lainnya

Pertemuan selama satu jam di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) berlangsung tertutup. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sendiri menyampaikan beberapa poin yang sudah disampaikan Kemenlu secara tertulis sebelumnya. Yakni, penegasan terkait sikap Indonesia terhadap pernyataan Tiongkok soal latar belakang historis.

Retno menjelaskan posisi ZEE Indonesia telah disepakati internasional dalam UNCLOS tahun 1982. “Tiongkok salah satu party (pihak) yang terlibat dalam UNCLOS 1982. Sehingga sudah kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi tersebut,” jelas Retno di kantor Kemenkopolhukam.

Pemerintah Indonesia tetap pada pemahaman bahwa kapal-kapal Tiongkok melakukan pelanggaran. Retno juga menegaskan pemerintah tidak akan menerima argumentasi soal nine dash line yang diyakini secara historis oleh Tiongkok bahwa ZEE Indonesia tersebut masuk dalam wilayah mereka.

“Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line karena merupakan klaim sepihak Tiongkok yang tidak punya alasan hukum yang diakui internasional,” lanjutnya.

Retno menambahkan, kementerian dan lembaga terkait telah sepakat untuk meningkatkan pengawasan dan pemanfaatan perbatasan ZEE tersebut oleh nelayan lokal. “Disepakati intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan kegiatan perikanan yang merupakan hak Indonesia untuk memanfaatkannya,” jelasnya.

Rakor dihadiri oleh sejumlah petinggi di antaranya Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Achmad Taufiquerrochman, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Menkopolhukam Mahfud MD bersama Menlu Retno Masudi Menhan Prabowo Subianto, Memkumham Yasona Laoly, Menhub Budi Karya Sumadi, Panglima TNI serta perwakilan Kapolri, Bakamla memberikan keterangan pers terkait pelanggaran di Selat Natuna.

Menkopolhukam Mahfud MD sendiri menyatakan pihak-pihak terkait telah mencermati poin-poin permasalahan terkait ZEE di Natuna. “Ada penyelundupan, pelanggara batas wilayah ZEE Indonesia oleh kapal Tiongkok yang diawasi coast guard. Kita sudah membaca semua masalah yang terkait,” jelasnya. Namun, dia menolak adanya pertanyaan di luar pernyataan sikap yang disampaikan oleh Menlu.

Padahal, publik juga menunggu sikap dan langkah yang akan diambil khususnya oleh Prabowo Subianto sebagai Menhan. Sebelumnya, sikap Prabowo hanya disampaikan melalui Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga Menhan Dahnil Azhar Simanjuntak pada Kamis (2/1).

Dia menjelaskan, Prabowo telah meminta adanya pembahasan terkait code of conduct (CoC) sengketa Laut Cina Selatan pada pertemuan ASEAN Defense Ministers Meeting (ADMM) di Bangkok 18 November 2019 lalu. “Beliau akan berkoordinasi dengan Bakamla dan TNI AL terkait hal tersebut,” terangnya.

Kepala Bakamla Laksdya TNI Achmad Taufiqoerrochman menegaskan bahwa pihaknya akan menjadi garda terdepan dalam intensifikasi patroli perbatasan tersebut. “Kita akan hadir di sana dan kita akan tetap melakukan plan kita. Sudah pasti ada tambahan (armada), TNI pun mengerahkan. Tapi dalam situasi damai begini memang Bakamla di depan,” jelas Taufiq usai rapat.

Karena tidak dalam situasi perang, lanjut Taufiq, tindakan yang diambil pemerintah Indonesia harus sesuai legitimasi internasional. PBB sebagai penengah telah mengimbau agar kedua belah pihak berunding. “Ini yang sedang kita lakukan sekarang. Sudah ada pertemuan mungkin lebih dari 20 kali,” ujarnya.

Soal dorongan nelayan ke wilayah ZEE, Taufiq menyatakan siap untuk mengawal. Namun untuk cara menarik nelayan dia serahkan sepenuhnya pada instansi yang berwenang yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Itu kan urusannya menangkap ikan tapi saya siap mengawal,” jelas Taufiq.

Untuk sementara, dari pantauan surveillance hingga pukul 12 siang kemarin, nihil ditemukan kapal nelayan Tiongkok di perairan Natuna. “Sebetulnya perlu dicari juga kenapa ikannya ngumpul di situ,” pungkasnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menegaskan, pemerintah menolak klaim historis 9 dash-line (sembilan garis putus) Tiongkok atas ZEE Indonesia. Alasan tersebut bersifat unilateral. (keputusan sepihak). Tidak berdasar hukum dan tidak pernah diakui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Sembilan garis putus digambar oleh pemerintah Tiongkok mengenai klaim wilayah Laut Tiongkok Selatan. Garis tersebut yang dibuat oleh zaman kekaisaran Dinasti Qing (1636-1912) untuk menandai wilayah kekuasaannya. Penarikan garis tersebut bertentang dengan UNCLOS.

“Makanya penegakan kedaulatan harus dilakukan di wilayah ZEE Indonesia. Pemerintah juga mendesak Tiongkok untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaim tersebut di ZEEI berdasarkan UNCLOS 1982,” beber Faiza. Berdasarkan UNCLOS 1982, lanjut dia, ZEE Indonesia tidak ada yang tumpang tindih secara wilayah yuridiksi dengan Tiongkok.

Dua Kapal Republik Indonesia (KRI) dalam posisi siaga tempur di laut Natuna, Kepuluan Riau (Kepri). Pengamanan itu dilakukan sebagai upaya penegakan kedaulatan Indonesia.

“Saat ini ada dua KRI kita kerahkan dan ditambah jadi tiga menyusul besok, ini kita lakukan karena ada pelanggaran kedaulatan di Laut Natuna,” kata Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya ) TNI Yudo Margono.

Menurut Yudo di sela-sela pemberian pengarahan kepada para prajurit di Paslabuh, Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Jumat, mengatakan, dalam pengawasan di wilayah itu dideteksi sebanyak 30 kapal ikan asing yang beroperasi di wilayah kedaulatan NKRI dengan dikawal oleh 3 kapal Coast Guard milik Tiongkok.

“Melalui udara tadi pagi kita telah pantau, ada 30 kapal ikan asing dengan dikawal 3 kapal pengawas mereka, dan mereka sengaja menghidupkan AIS mereka, ini ada apa?” kata dia mempertanyakan.

Untuk mengawasi itu, makan KRI Teuku Umar dan KRI Tjiptadi diberangkatkan ke lokasi perairan tersebut. Karena operasi ini kita melibatkan semua unsur, baik darat, laut dan udara.

Dalam menjalankan operasi, ia mengingatkan kepada prajurit untuk tidak terpancing. Prajurit diminta untuk tetap menggunakan cara-cara persuasif agar 30 kapal pencari ikan dan tiga kapal Coast Guard China keluar dari laut Natuna.

(JPG)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *