Melihat Persiapan Penderita Kangker Nasofaring Naik Gunung Everest

Usia boleh tua, namun semangat masih membara. Buktinya Muhamad Gunawan (59) atau yang dikenal dengan sebutan Kang Ogun bakal kembali mendaki Gunung Everest yang ke tiga kalinya. Apa yang membuat semangatnya begitu membara untuk mendaki gunung tertinggi dunia tersebut, berikut petikan wawancaranya

Handi Salam – Sukabumi

Dengan raut wajah yang tak lagi muda, suara yang sudah terbata-bata akibat penyakit kanker nasofaring stadium empat yang menyerangnya. Tak membuat semangat Kang Ogun sirna, bahkan ketimbang berdiam di rumah. Kang Ogun tiap bulannya selalu memiliki jadwal naik Gunung yang ada di Indonesia, mulai dari Pulau Jawa, Sulawesi dan bahkan Gunung di Negara lain.

Hal itu dilakukan, tak lain merupakan salah satu persiapan dirinya untuk kembali mendaki gunung tertinggi dunia Gunung Everest. “Setiap Orang boleh memiliki cita-cita Everestnya (puncak red) masing-masing, entah berkeinginan memiliki rumah, mobil atau pekerjaan yang laik. Namun, apakah ada upaya dan usaha untuk meraihnya cita-cita tersebut”.

Kata-kata, itu bak sebuah suara yang mengandung makna yang perlu direnungi. Betapa tidak penyataan orang yang sudah di kepung penyakit kangker masih saja memiliki cita-cita besar.

“Intinya hidup ini jangan sampai menyerah, Saya sudah pernah merasakan pahit kehidupan berkali-kali, tapi tak membuat saya berkecil hati, “ujar Ogun dengan nada terbata-bata pada saat diwawancarai wartawan koran ini beberapa waktu lalu.

Menurutnya, semangat yang ada dirinya miliki tak didapat gratis, pendidikan hingga ke Amerika dan India serta pengalaman dalam perjalanan panjangnya membuat dia selalu tegar dalam setiap menghadapai masalah. Jika berbicara ke mendaki gunung Everest yang biaya mencapai Rp585 juta juga belum tentu berhasil sampai puncak, jika gagal ya harus evaluasi dan kembali ke mimpi awal.

“Saya mau ketiga kali ke gunung itu (Everest red), pertama tahun 94 kedua 97 bareng dengan Anggota Kopasus, tapi sayangnya gak sampe puncak. Hanya 200 meter lagi waktu itu, makanya saya nanti tahun depan akan datang lagi kesana untuk menuntaskan, “terangnya.

Semangat ini tentunya harus ditularkan kepada generasi muda, bahwa bagi manusia yang memiliki tujuan hidup berkewajiban untuk mewujudkanya apapun resikonya. Pria kelahiran Jakarta, 24 Maret 1958, mengalami masa-masa sulit ketika vonis kanker yang menyerang hidung (naso) hingga tenggorokan (faring) pada November 2015, tapi tak membuat menyerah untuk mewujudkan cita-citanya.

Meski dulu ogun nyaris putus asa. Perasaannya campur aduk, antara stres dan kecewa. Harapan hidupnya seolah sudah pupus. Namun, dengan kembali bercita-cita untuk pergi ke Everest lagi dirinya kembali hidup bersemangat. Dengan semangat itu dirinya kemudian menjalani kemoterapi dan radioterapi dengan didampingi istrinya, Cecilia Vita, yang berupaya menguatkan hati Ogun.

“Saya berfikir apa yang dilakukan sepanjang hidup belum maksimal. Tidak ada bisa saya tinggalan buat anak-anak dan generasi lainnya. Ya kalau dikasih kesempatan lagi saya akan buat sesuatu yakni kembali lagi ke Everest,”terangnya.

Dirinya menceritakan, bahwa pada saat kemoterapi makan juga sulit, tapi dorongan dan semangat untuk bisa sehat dengan tujuan datang kembali ke Everest membuatnya terus berjuang melawan kanker. Dan menurutnya semangat dorongan itu dari dalam dirinya. “Gun ayo dong makan, kan tanya mau ke Everest, “ucap Ogun mencontohkan suara hatinya.

Memang waktu dirinya niat untuk ke Everest istrinya sempat menolak, dan berkata untuk berobat saja. Tapi sepanjang dorongan itu ada membuat rasa takut hilang. Dan dirinya juga menyakinkan keluarga dan istri bahwa niat ini semata untuk membuktikan bahwa semangat untuk sembuh ada, tentunya dibantu dengan keiinginan untuk pergi ke Everest.

“Saya berfikir extreme, lebih mana sih menunggu ajal ditempat tidur atau dalam perjalanan. Ya saya milih untuk tetap melakukan perjalanan, dan keluarga saya juga mendukung “terangnya.

Setelah sukses menjalani pengobatan, Ogun kembali ke Alam pada Juli 2016. Memulainya dengan menjadi asesor pendaki gunung Indonesia di Manado, naik Gunung Semeru (Jawa Timur), naik Gunung Merbabu (Jawa Tengah), tebing Gunung Parang Purwakarta, Gunung Arjuno Malang, Bukit Hitam Kepahiang Bengkulu, dan masuk ke perkampungan Badui Dalam, mendaki Gunung Gede Pangrango tanpa kendala.

Untuk memuluskan perjalanan ke Everest dirinya sudah kembali menaklukan gunung yang berada dibawahnya seperti, Gunung Yala yang berketinggian 5.520 mdpl, Nayakanga (5.844 mdpl), Carstensz (4.884 mdpl), dan Elbrus (5.642 mdpl) pada bulan April Mei tahun 2017. “Hasil mendakinya positif, buktinya saat ini saya masih baik-baik saja. Dan itu jadi bahan evaluasi saya”cetusnya.

Lebih lanjut Pria yang pernah jadi anak STM Pembangunan kembali menekankan, bahwa berani bercita-cita harus berani juga mewujudkan, meski dalam perjalanan susah, sedih. Ya tetap saja harus diwujudkan. Jadi kalau hidup jangan bingung untuk menentukan tujuan, cobalah melangkah dan bercita-cita. Perjalanan hidupnya sudah dibukukan, dan bahkan kedepan akan menambah dua buku lagi untuk diterbitkan, satu sebelum ke Everest dan satu lagi sesudahnya, dan kalau tidak ada masalah akan dibuatkan juga film-film dokumentasinya.

“Jika saya sudah dipanggil, nanti ada sesuatu yang akan tinggalkan. Dan selama ini, saya merasa belum memiliki apapun untuk ditinggalkan bagi anak cucu kelak, makanya saya berambisi untuk menaklukan gunung Everest hingga puncak, “tukasnya

Saat ditanya pesan untuk anak muda dirinya menjawab, bahwa anak mudah harus memiliki mimpi dan cita-cita. Dan jangan lupa berlajar kepada pohon yang selalu berbagi oksigen dengan ikhlas. Coba, kita pikirkan apakah ada pabrik lain selain pohon yang menciptakan oksigen.

Meski, kita lupa berterima kasih kepada pohon, tapi pohon tetap memberikan oksigennya. Pohon tidak menuntut atas perlakukan kita yang seenaknya. Maka, sudah harusnya kita saling berdampingan dan saling menolong dan jauhi berbicara perbedaan, Ras, Agama dan Politik. Apakah untuk sama, harus menghilangkan yang berbeda.

Sebagai orang muda, gak boleh tidak punya cita-cita. Berupayalah untuk itu, kemudian dipersimpangan lakukanlah evaluasi tiap langkah yang dilakukan sambil berdoa. “jika gagal tidak apa-apa, yang penting kita sudah berusaha dan berdoa, kan yang menentukan tuhan. Jika sudah berfikir demikian, gagal sekalipun kepada hatinya juga enak dan nyaman. Pokonya jangan takut bermimpi dan jangan takut kerja keras untuk sesuatu yang gagal, “tukasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *