Sarbumusi : Hentikan Produksi SCG

SUKABUMI – Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumisi) Kabupaten Sukabumi, menuntut agar pemerintah menghentikan sememtara proses produksi PT Siam Cement Group (SCG). Hal ini menyusul peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan asal Thailand tersebut.

Tuntutan tersebut jelas bukan tanpa alasan, mengingat, perusahan sebesar SCG itu dinilai tak memperhatikan sistem Ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sesuai dengan Undang-undang tahun 2003 Pasal 190, perusahaan yang tidak melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dikenakan sanksi administratif, salah satunya pemberhentian sementara bahkan sampai pencabutan izin.

Bacaan Lainnya

“SCG ini perusahaan beresiko tinggi, tapi seolah tidak mengikuti aturan standar keselamatan. Saya pastikan ini bukan human error, karena para pekerjanya bekerja sesuai dengan kewajibannya dan itu rutin dilakukan,” tegas Ketua DPC Sarbumusi Kabupaten Sukabumi, Adi Saparul Ardi kepada Radar Sukabumi, kemarin (22/10).

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan sesuai dengan ketentuan UU No.1/1970 tentang K3, pada pasal 15 UU tersebut menetapkan bagi yang melanggar dapat diancam pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan.

“Jadi ini jelas, selain ada prosedural yang lalai yakni tidak menjalankan ketentuan sesuai K3, juga perusahaan sudah masuk dalam unsur pidana. Makanya baik kepolisian maupun pemeirntah harus tegas menyikapi hal ini. Apalagi peristiwa kecelakaan kerja tersebut bukan kali pertama,” pintanya.

Ia juga menyampaikan, agar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertars) Kabupaten Sukabumi untuk melakukan investgasi. Perusahaan tersebut harus dilakukan audit terkait K3-nya. Kalau memang perusahaan tersebut sudah memiliki sertifikasinya, jelas berarti ada yang tidak beres dan perusahaan harus menghentikan sementara kegiatan produksi sampai managemen K3-nya dibenahi.

Kemudian, kalau ternyata tidak memiliki sertifikasi K3 sesuai ketentuan, berarti perizinan perusahaan tersebut bisa dicabut dan itu sudah sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Kalau ternyata tidak ada tindak lanjut atas peristiwa kecelakaan kerja tersebut, kita sudah bisa pastikan berarti ada permainan disana.

Termasuk, ketika unsur pidananya tidak ditindak lanjuti karena managemen atau yang bertanggungjawab di SCG wajib bertanggungjawab,” lanjutnya. Selain itu, Sarbumusi juga akan mengawal pertanggung jawaban perusahaan terhadap korban kecelakaan kerja yang terjadi di SCG.

Sementara itu, DPC Federasi Kehutanan Industri Umum, Perkayuan, Pertanian dan Perkebunan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kabupaten Sukabumi, memandang perlu adanya kajian lapangan untuk memastikan penyebab terjadinya kerawanan kecelakaan kerja.

Ketua DPC F-HUKATAN KSBSI, Nendar Supriatna menjelaskan, musibah kecelakaan kerja di lokasi PT TSS yang terletak di Gungguha Kampung Leuwiding-ding, Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah itu bukanlah kali pertama. Sebelumnya peristiwa serupa melanda seorang pegawai hingga mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya.

“Kami memandang perlu adanya penanganan khusus dari pemerintah daerah, yakni dengan melakukan kajian atau penelitian langsung di lokasi tambang. Langkah tersebut bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerawanan kecelakaan kerja,” ujar Nendar.

Berdasarkan informasi sementara yang dihimpun KSBSI, tingginya tingkat kerawanan kerja di lokasi tambang TSS itu diduga dipicu akibat pemberlakuan kebijakan perusahaan yang telah melakukan pengurangan tenaga kerja.

“Jika jumlah tenaga kerja di lokasi tambang berkurang, maka tingkat pengawasan terhadap keselamatan pekerja akan jauh lebih lemah. Namun untuk membuktikan indikasi tersebut, pemerintah daerah harus menindaklanjutinya dengan melakukan penelitian langsung di lokasi tambang,” tandasnya.

Terpisah, Kapolsek Jampangtengah, AKP Samsuri menjelaskan sejauh ini pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terkait peristiwa kecelakaan kerja di kawasan PT TSS.

Berdasarkan hasil penyelidikan menunjukan, korban Cece mengalami luka hampir di sekujur tubuhnya akibat terhimpit truck Crane dan Truk Lubiran yang melaju tanpa pengemudi akibat kelalaian dalam mengoperasikannya.

“Hasil dari penyelidikan polisi dilapangan, posisi korban saat terjepit yaitu, badan hingga kepala terjepit diantara dua kendaraan tersebut hanya terlihat kaki dibagian luar karena saat itu korban tidak sempat lari maupun melompat,” singkatnya.(cr13/nur/e)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *