5 PROGRAM UNIVERSITAS NUSA PUTRA CIPTAKAN SDM ANDAL DI ERA REVOLUSI INDUTRI 4.0

THE FOURTH INDUSTRIAL REVOLUTION INDUSTRY 1.0

Sadar atau tidak, suka atau tidak, saat ini kita telah memasuki era Revolusi Industri 4.0, sebuah era di mana terjadi penggunaan data digital masif. Sebuah era indutri yang membutuhkan SDM sesuai kebutuhan zamannya.

FAKTOR yang melatarbelakangi terjadinya revolusi industri adalah revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-16 dengan kemunculan ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, dan Galileo Galilei serta adanya pengembangan riset dan penelitian dan pendirian lembaga riset seperti The Royal Improving Knowledge,

Bacaan Lainnya

The Royal Society of England, dan The French Academy of Science. Revolusi Industri pertama atau 1.0 dimulai pada akhir abad ke-18. Saat itu terjadi perubahan besar di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi, yang berdampak terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.

Era ini dimulai dari Britania Raya, lalu menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan seluruh dunia. “Era ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah manusia sejak domestikasi hewan dan tumbuhan pada era Neolitikum. Istilah revolusi industri diperkenalkan Friedrich Engels dan LouisAuguste Blanqui pada pertengahan abad 19.

Dua abad setelah revolusi industri, produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat, dan memunculkan sistem ekonomi kapitalis modern,” jelas Rektor Universitas Nusa Putra (NPU) Dr. Ir.H. Kurniawan, M.Si, MM., kepada Radar Sukabumi pekan lalu.

Revolusi industri 1.0 ditandai dengan ditemukannya mesin tenun pertama pada 1784. Kala itu, industri diperkenalkan dengan fasilitas produksi mekanis menggunakan tenaga air dan uap. Peralatan kerja yang awalnya bergantung tenaga manusia dan hewan pun diganti mesin. Banyak orang menganggur tapi produksi berlipat ganda.

Memasuki awal abad ke-20 terjadi Revolusi 2.0, ditandai pengenalan produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Lini produksi pertama melibatkan rumah potong hewan di Cincinnati pada 1870. Era ini, kekuatan produksi
menjadi lini utama dalam memenangkan persaingan produk yang menguasai pasar dan membutuhkan SDM yang menguasai bidang manufaktur.

“Kemudian, pada awal 1970 ditenggarai mulainya era Revolusi Indutri 3.0, ditandai penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Ditandai kemunculan pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-969. Nah, sistem otomatisasi berbasis komputer, membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia. Dampaknya, biaya produksi menjadi lebih murah dan efisien,” jelas Kurniawan.

Revolusi Industri 4.0

Era saat ini adalah era revolusi industri keempat (4.0), ditandai adanya pengunaan internet dan data masif sehingga menghasilkan sistem siber fisik, internet untuk segala hal, komputasi awan, dan lain-lain.

Adalah Prof Klaus Schwab, seorang Ekonom dunia asal Jerman, Pendiri dan Ketua Eksekutif World Economic Forum (WEF) yang mengenalkan konsep Revolusi Industri 4.0 dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution
(2017).

Ia menjelaskan, Revolusi Industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Kondisi tersebut berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, Revolusi Industri 4.0 memiliki skala, ruang lingkup, dan kompleksitas luas.

Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik, digital dan biologis telah memengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri, dan pemerintah.

Adapun bidang-bidang yang terdampak terobosoan kemajuan teknologi baru di antaranya

  1. Robot kecerdasan buatan (artificial intelligence robotic),
  2. Teknologi nano,
  3. Bioteknologi,
  4. Teknologi komputer kuantum,
  5. Blockchain (seperti bitcoin),
  6. Teknologi berbasis internet, dan
  7. Printer 3D

Revolusi industri 4.0 merupakan fase keempat dari perjalanan sejarah revolusi industri yang dimulai pada abad ke -18 saat ini.

Kurikulum Selaras dengan Era Industri

Selaras dengan era industri artinya, Universitas Nusa Putra (NPU) menyelaraskan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan di era industri.

“Contoh pertama dari karakter kurikulum yang selaras dengan era industri itu seperti apa?

Jika bicara formula di era revolusi industri, maka diperlukan critical thinking. Jadi, pada era industri diperlukan manusia kritis terhadap sesuatu. Kritis dalam artian tidak mudah percaya,” jelas Kurniawan. Banyak contoh dalam penerapan sehari-hari.

Di mana kita banyak menemui orang dengan kepintaran bidang tertentu, misalnya nilai matematikanya bagus, tetapi kurang kritis. “Misalkan sekarang di era media sosial, banyak orang membaca kabar kemudian langsung di-share, padahal dia sendiri tidak meyakini kebenaran kabar tersebut.”

Manusia seperti itu, jelas Kurniawan, tidak akan bertahan di era persaingan global. Karena menurutnya, orang tersebut tidak memiliki kemampuan menyaring sebuah informasi secara kritis. Kemudian contoh kedua, yang dibutuhkan saat ini adalah kemampuan dalam melakukan komunikasi yang dibutuhkan industri, dan kreativitas individu, bukan kreativitas kelompok.

Karena itu, NPU membuat kurikulum berbasis pertama, critical thinking. Kedua, kreativitas, dan ketiga, kemampuan mengkomunikasikan sesuatu, serta keempat adalah kolaborasi.

“Lalu apa yang sudah dilakukan Universitas Nusa Putra untuk mengimplementasikannya?

Contoh untuk critical thinking adalah mahasiswa diberi kebebasan untuk berorganisasi. Bahkan kuliahpun cukup dua tahun, dan dua tahun berikutnya diberi kebebasan mengambil kuliah kampus luar negeri, agar kreativitasnya berkembang,” urainya lebih jauh.

Kemudian contoh komunikasi, NPU memberikan empat semester untuk mempelajari bahasa Inggris. “Ini bukti kesungguhan kita dalam menciptakan lulusan andal dalam berkomunikasi. Sedangkan di perguruan tinggi lain hanya dua semester.”

Kemudian contoh kolaborasi, mahasiswa universitas yang berkampus di Jl. Raya Cibolang, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, itu dapat mengerjakan tugas akhir secara berkelompok, misalnya tiga orang. “Dengan catatan harus diikutsertakan dalam event internasional seperti 4rd International Conference on Computing, Engineering, and Design (ICCED) 2018, di Bangkok, Thailand, tanggal 6-8 September nanti.”

Penguasaan Bahasa Asing

Pada era revolusi industri ini, penguasaan bahasa asing sangatlah vital. Zaman sekarang ini bertemu dengan warga negara asing bukanlah sesuatu yang langka, sehingga sekat antarbangsa menjadi berkurang.

Contohnya paling mudah, saat ini di Sukabumi saja banyak sekali pabrik yang mempekerjakan warga negara asing. “Dengan demikian, walaupun kita berkarir di Indonesia, penguasaan bahasa asing tetaplah penting. Selain itu, penguasaan bahasa asinglah yang akan menjadikan kita unggul dibanding pesaing. Bahasa asing juga penting untuk menyampaikan keunggulan budaya yang kita miliki,” jelas Kurniawan.

Kerjasama Industri

Universitas Nusa Putra hingga saat ini sudah bekerjasama dengan banyak perusahaan besar ternama, baik nasional maupun internasional. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Telkom Indonesia, Chevron, dan Indonesia Power.

Selain itu, juga telah bekerjasama dengan Farglory di Taiwan. “Manfaat kerjasama industri ini agar mahasiswa bisa melakukan magang dan menyerap ilmu di dunia kerja, serta bisa direkrut perusahan tersebut ke depannya,” ungkap Kurniawan.

Program Magang

“Kelebihan program magang di Universitas Nusa Putra adalah dijadikan kelas kurikulum, sehingga wajib diikuti oleh mahasiswa kelas reguler,” jelas Kurniawan.
Ditambahkannya, program ini tidak berlaku bagi mahasiswa kelas karyawan. “Yang membedakan kita dengan perguruan tinggi lain adalah karena mahasiswa mendapat nilai baik dan buruk itu dinilai dari magang tersebut.”
Uniknya, program magang tersebut tidak hanya berlaku bagi mahasiswa Universitas Nusa Putra, tetapi juga berlaku bagi mahasiswa asing. “Mahasiswa asing juga wajib magang di sini, di Indonesia,” imbuhnya.

Global Mindset

Global mindset adalah suatu konsep pemikiran serta karakteristik yang dimiliki seseorang agar mampu berpikir secara holistik, mengetahui perkembangan dan situasi dunia saat ini sehingga memiliki daya saing tinggi, bergaul dengan rekan di level nasional, regional, global, dan juga menghasilkan karya yang bermanfaat bagi manusia.

“Dalam hal ini, global mindset itu membangun karakter mahasiswa Universitas Nusa Putra agar bisa bersaing secara gelobal. Dengan cara membenturkan antarbudaya, contohnya mahasiswa asing digabungkan dengan mahasiswa lokal di dalam satu kelas. Walaupun masih terkendala bahasa yang belum fasih, tetapi akan terjadi interaksi dan komunikas setara,” jelas Kurniawan.

Hal tersebut, menurutnya, agar generasi muda Sukabumi dan Indonesia siap berkompetisi di kancah global.
“Hal penting yang perlu diperbaiki dari masyarakat kita adalah perasaan inferior terhadap bangsa asing terutama barat. Jangan pernah menganggap negara lain hebat, karena kita juga bisa lebih hebat.
Sebagai individu dan bangsa yang merdeka, kita tunjukkan bahwa kita sudah benar-benar merdeka dari cari berpikir western atau eastern minded. Kita harus percaya diri, dan bangga dengan budayanya sendiri,” tandas Kurniawan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *