Ekspor Manggis Cibolang Turun

Pemerintah Desa Cibolang bersama Petugas BPP Kecamatan Gunungguruh menguji kadar hara di sekeliling pohon manggis.

GUNUNGGURUH – Pemenuhan manggis untuk keperluan ekspor di Desa Cibolang, Kecamatan Gunungguruh menurun tajam. Para petani menyebut, pohon buahnya tidak menghasilkan buah secara maksimal akibat kekeringan yang melanda cukup lama.

Berdasarkan data yang tercatat, pemerintah Desa Cibolang memiliki luas lahan perkebunan manggis sekitar 50 hektare dan ditanami 5.000 pohon. Setiap kali panen, penghasilannya pun sangat fantastis, tembus diangka 1.000 ton.

Bacaan Lainnya

Kepala Desa Cibolang, Pepen Supendi mengatakan, kualitas buah manggis pada musim panen kemarin turun drastis. Padahal buah yang dikenal dengan sebutan ratunya buah-buahan tropis ini merupakan salah satu komoditas hortikultura ekspor andalan Kabupaten Sukabumi.

“Terakhir panen itu 2018, kami hanya bisa ekspor ke Cina sebanyak 500 ton manggis dengan pendapatan sekitar Rp1 miliar. Sementara musim panen 2017, ekspor manggis tembus diangka 1.000 ton lebih dengan harga sekitar Rp2 miliar,” kata Pepen kepada Radar Sukabumi, kemarin (30/9).

Menurutnya, pada musim panen 2018 lalu, dari satu kwintal manggis, hanya 20 kilogram yang bisa diekspor. Ini karena kualitas dan kuantitas buahnya tidak masuk kategori barang layak ekspor.

“Musin panen manggis kemarin itu ekspornya dibawah produksi. Soalnya, minimal ekspor ke Cina itu 50 sampai 60 persen dan sisa yang kita jual ke pasar lokal. Namun untuk sekarang, kemungkinan kita hanya mampu ekspor sekitar 25 persen,” paparnya.

Pepen memprediksi, menurunya kualitas manggis ini akibat dua faktor, yaitu alam dan pemeliharaan. Kemarau yang panjang menurutnya menjadi penyebab utama kualitas manggis turun drastis dan tidak layak ekspor. “Kalau pemeliharaan, ini karena para petani jarang merawatnya. Mungkin karena ada kesibukan lain,” pungkasnya.

Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Gunungguruh, Asep Bunyamin mengatakan, di wilayah Sukabumi terdapat tiga kecamatan yang menjadi daerah sentral produksi manggis. Yaitu Kecamatan Gunungguruh, Cikembar dan Kecamatan Cicantayan.

“Namun untuk di Kecamatan Gunungguruh hanya ada dua desa yang memiliki potensi ekspor manggis, hanya Desa Sirnaresmi dan Desa Cibolang saja,” katanya.

Menurunnya ekspor komoditas hortikultura ini, sambung Asep, karena kualitas dan kuantitas buah manggis menurun. Salah satu penyebabnya karena minimnya petani yang memelihara pohon manggis.

“Dari semua desa yang ada di Kecamatan Gunungguruh, hanya Desa Cibolang yang masuk sentral produksi manggis dan masuk ke Cina. Untuk 2018 ekspornya sangat menurun,” bebernya.

Berdasarkan survei di lapangan, masih kata Asep, petani mengalami berbagai macam kendala dalam memelihara pohon manggis. Seperti banyaknya serangan hama kutu putih dan semut. Sehingga menyebabkan produksi kualitas buah manggis menurun.

“Kedua serangan hama ini, sangat mempengaruhi kualitas ekspor. Bila tidak segera ditangani, dampaknya buah manggis menjadi burik. Kalau dipaksakan ekspor, pasti akan ditolak,” ujarnya.

Asep menjelaskan, manggis untuk ekspor ini harus memenuhi standar dan kriteria yang laik. Seperti buah manggis kelas B, selain buahnya harus mulus, juga harus memiliki lebar dengan diameter 10 centimeter.

“Manggis untuk keperluan ekspor ini harus ada mahkota dan tangkal buahnya harus lurus, bila tidak memenuhi kriteria seperti ini pasti akan di tolak,” pungkasnya. (Den/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *