Membaca Filosofi Kolecer di Pasir Sela Sukabumi, Bahagia Tak Harus Mewah

MEMAMERKAN : Sejumlah warga saat memamerkan Baling-baling atau yang disebut Kolecer di gunung Pasir Sela Cicantanyan, Rabu (19/01/2022).

SUKABUMI — Setiap pergantian musim hujan ke musim kemarau selalu ditandai dengan adanya angin barat. Hal itu dimampatkan oleh para petani dan masyarakat untuk memainkan baling-baling bambu atau yang disebut Kolecer.

Seperti ditemui di Puncak Gunung Pasir Sela Desa/Kecamatan Cicantanyan Kabupaten Sukabumi, sejumlah warga ramai-ramai memainkan budaya seni Kolecer.

Bacaan Lainnya

Untuk mencapai puncak pasir sela, tentunya harus memakai waktu ekstra dan menempuh jalan terjal berbatu. Meski tak hanya bisa ditempuh jalan kaki, dengan cara menaiki motor pun bisa dilakukan. Namun harus ekstra hati-hati.

Saat sampai dilokasi, terdengar Suara berderit baling-baling tertiup angin memecah kesunyian kawasan pasir sela. Belasan Kolecer terlihat menjulang menadah angin barat. Jika angin bertiup kencang, kolecer berputar disertai suara derit keras, bahkan berderak.

“Aktivitas ini sudah dilakukan turun temurun, mungkin sudah 100 tahun lebih, karena kakek saya sudah dilakukan. Sekarang saya sudah berumur 52 tahun, bayangkan saja sudah berapa lama budaya ini ada, “ujar Ajay yang merupakan Warga Cihaur Desa/kecamatan Cicantanyan Kabupaten Sukabumi, Rabu (19/01/2022)

Orang yang sehari-hari dipanggil Mang Engong ini mengaku punya beberapa Kolecer, dari mulai yang besar hingga kecil.

“Kalau ditanya, Apa asyiknya main kolecer? “Senang kalau kolecernya muter, senang juga dengar suaranya,” kata Mang Engong, sambil tersenyum.

Tak hanya menimbulkan kegembiraan, permainan kolecer juga menyisakan cerita ketegangan. Kolecer juga memicu pertengkaran sejumlah suami istri.Namun, begitu sejarah panjang, menurutnya kolecer dibuat lantaran para petani membutuhkan hiburan di sela-sela mereka menunggu ladang.

Saat angin berhembus kencang, mereka berpikir untuk membuat sebuah baling-baling indah. Tidak hanya enak dilihat, baling-baling itu juga akan mengeluarkan suara ketika disapu oleh angin, sehingga membuat suasana sunyi jadi semarak.

Sementara menurut Aled Jabidi menuturkan, kolecer yang bagus adalah kolecer yang akan berputar ketika diterpa angin. Ketika angin semakin kencang dan putarannya semakin kuat, kolecer secara tiba-tiba akan berhenti dan kemudian berputar lagi.

“Kolecer itu dikatakan bagus karena memiliki makna filosofi yang tinggi. Kolecer itu mengajarkan, tiap orang harus menjadi manusia yang sukses. Namun, saat mencapai kesuksesan, kita harus berhenti sejenak untuk merenung dan mengintrospeksi diri,”jelas orang yang dikenal dengan Sebutan Aled tersebut.

“Kita harus bertanya kepada diri sendiri, mau untuk apa kesuksesan yang telah kita raih itu. Setelah cukup merenung, barulah kita melanjutkan langkah ke depan. Inilah filosofinya,”terangnya

Kolecer besar biasanya menggunakan bahan utama bambu setinggi 7-15 meter. Bambu juga digunakan untuk menjadi baling-balingnya, walaupun saat ini banyak juga yang menggunakan kayu jati. Sedangkan bagian buntut menggunakan daun kelapa atau daun aren.

“Dulu Permainan tradisional masyarakat Sunda itu sangat digandrungi. Namun, sekarang hanya beberapa orang saja yang hobi, tetapi meski begitu bagi saya ini adalah hobi yang luar biasa, karena bahagia itu tak selalu harus mewah, “tukasnya.

Menurut ayah dari dua anak ini, Bermain kolecer merupakan kegemarannya sedari kecil. Mahalnya harga baling-baling tergantung dari kualitasnya saat dipasang untuk menantang angin. Kolecer yang bagus bakal indah saat berputar dan mengeluarkan suara keras. Suara itu dihasilkan saat baling-baling berputar kencang dan melawan kencangnya angin.

“Kalau di sini yang bagus itu disebut sedut golang. Di daerah lain ada juga yang menyebutnya jegur jepat. Jadi saat ketembak angin suaranya menggelegar dan kembali berputar secara perlahan,”tutupnya.(hnd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *