Tak Mampu Bayar SPP, Siswa di Cimahpar Dilarang Ikut Ujian

ILUSTRASI: Sejumlah peserta ujian fokus mengerjakan soal UNBK.

RADARSUKABUMI.com – Seorang siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di wilayah Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara tak dapat mengikuti Penilaian Akhir Semester (PAS).

Penyebabnya, diduga karena siswa tersebut belum membayarkan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama enam bulan.

Bacaan Lainnya

Salah seorang keluarga siswa, Dodi mengatakan, SPP yang belum dibayarkan sebesar Rp1.650.000 dengan biaya perbulannya Rp275 ribu.

Orang tua siswa tersebut kemudian mendatangi pihak sekolah pada Sabtu (30/11/2019), agar diberikan kebijakan sehingga anaknya dapat mengikuti ujian.

Hal itu dipenuhi, namun dengan catatan biaya PAS harus dibayarkan. “Untuk bayar (PAS) sudah dipenuhi dan hari Senin dan Selasa ikut UAS, giliran hari ketiga tadi disuruh pulang anaknya,” ujar dia kepada Radar Bogor (grup Radarsukabumi.com), Rabu (4/12/2019).

Hal itu menjadi pertanyaan besar baginya. Apakah dibenarkan pihak sekolah mengusir siswanya dengan alasan belum membayarkan SPP? Padahal ekonomi keluarga siswa kelas 11 itu terbilang tidak terlalu berlebihan.

“Bapaknya hanya kerja bangunan, saat ini memang belum ada proyek lagi dan ibu nya hanya ibu rumah tangga,” kata dia.

Kendati pengusiran itu, sang anak akan tetap diminta untuk menjalankan PAS pada hari selanjutnya. “Besok (red, hari ini) anaknya tetap akan disuruh masuk sekolah,” katanya.

Di konfirmasi terpisah, Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah II Jawa Barat, Aang Taryana membenarkan perihal belum terbayarkan SPP sang siswa selama enam bulan dan diminta membayarkan biaya PAS.

Namun dia membantah jika siswa tersebut dilarang mengikuti PAS lantaran belum membayar SPP selama enam bulan.

“Anak itu hari Senin dan Selasa ujian, cuma pada Rabu tidak boleh masuk bukan karena belum membayar SPP, tapi karena kesiangan pada jam pertama,” terang dia.

Seharusnya, sambung dia, pada saat memasuki jam kedua PAS, anak tersebut masuk ke dalam kelas. Namun ketika dicari tak terlihat batang hidungnya.

“Intinya pas dicari lagi anak itu memang pulang di jam kedua, tapi nanti ada PAS susulan untuk dia,” tuturnya.

Aang menegaskan bahwa perilaku pengusiran atau penahanan ijazah lantaran belum membayarkan SPP dilingkungan pendidikan tidak boleh dilakukan. Pihak sekolah justru harus memberikan kemudahan tanpa kesulitan.

“Sebetulnya hal-hal seperti itu banyak solusinya, intinya kesepakatan antara sekolah dengan orang tua,” pungkasnya.

(gal/RBG/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *