Bima Arya Salat Ied di Rumah, Khutbah Bertajuk ‘Ujian Tauhid di Masa Covid’

Wali Kota Bogor Bima Arya dan keluarga melangsungkan ibadah Salat Idul Fitri 1441 Hijriah di halaman rumahnya, Minggu (24/5/2020) pagi.

BOGOR- Wali Kota Bogor Bima Arya dan keluarga melangsungkan ibadah Salat Idul Fitri 1441 Hijriah di halaman rumahnya, Minggu (24/5/2020) pagi. Dalam kesempatan tersebut Bima Arya bertindak sebagai khatib. Sementara imam diisi oleh Ustadz Alzipco Hefzi, yang merupakan suami dari adik ipar Bima Arya, Yulia Rachman.

Usai Sholat Ied, Bima Arya melakukan khutbah dengan tajuk ‘Ujian Tauhid di Masa Covid’. “Ini merupakan masa-masa yang sangat sulit bagi kita semua. Masa-masa yang penuh dengan cobaan. Ada lima ujian yang kita hadapi hari ini,” kata Bima Arya dalam khutbahnya.

Bacaan Lainnya

Lima ujian yang dimaksud Bima antara lain ujian untuk memahami tujuan dari Allah SWT, ujian kesiapan, ujian kesabaran, ujian ketauhidan dan ujian berbaik sangka kepada Allah SWT.

“Yang pertama adalah ujian untuk memahami tujuan dari Allah SWT. Tafsir kita menentukan langkah kita. Pemahaman kita menentukan gerak kita.

Persepsi kita terhadap ujian ini menentukan hidup kita ke depannya. Mengapa kita harus mengalami ini? Mengapa di Kota Bogor harus ada 110 orang yang positif sampai hari ini? Mengapa wali kotanya menjadi pasien Covid positif nomor satu di kota ini, bukan orang lain?,” ujarnya.

Ibarat dalam satu pekerjaan, kata Bima, setiap anggota harus tahu tujuannya akan ke mana. Kalau ada anggota yang tidak paham tujuannya, maka tim itu tidak akan bisa mencapai apa yang ditargetkan.

“Insya Allah di Kota Bogor juga begitu. Kalau semuanya paham, kalau semuanya bisa menangkap pesan dari Allah SWT, Insya Allah kita bisa menghadapi ini bersama-sama.

Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 42 yang berbunyi “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri,” jelas Bima.

Menurutnya, pandemi ini bukan hanya ujian kesehatan, tetapi juga merupakan ujian keimanan. “Bukan yang paling kuat yang akan menang. Juga bukan yang paling sehat yang akan bertahan.

Dan jelas bukan yang paling kaya yang akan terus ada. Tetapi yang paling beriman Insya Allah yang akan bisa memetik hikmahnya,” sambungnya.

Ujian yang kedua, kata Bima, adala ujian kesiapan kita semua. Kesiapan untuk melihat dalam jangka panjang. Seperti yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Ashr ayat 18 yang berbunyi ‘Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” imbuhnya.

“Rencana-rencana kita bukan saja rencana duniawi tetapi rencana ukhrowi. Sejauh mana kita semua sesungguhnya mempersiapkan ketika ujung itu tiba. Bukan bagaimana nanti, tetapi nanti bagaimana.

Setiap manusia harus persiapkan hari esok. Waktu terasa sangat pendek. Waktu tidak akan pernah bisa kita kuasai dan kendalikan. Ketika saatnya kita ditimpa musibah, menjalani cobaan sebagai orang yang sakit, waktu itu terasa sangat relatif,” tambah dia.

Ujian ketiga, adalah ujian kesabaran. Bima mengajak menjalani semua takdir dan ketentuan-Nya dengan penuh kesabaran.

“Memang tidak akan mudah untuk menahan sabar. Karena menjadi sabar bukan hanya menahan amarah. Sabar adalah siap dan ikhlas untuk menjalani semua ketentuannya dengan seluruh dinamikanya.

Tetapi Allah SWT mengingatkan kepada kita semua bahwa sabar ada ilmunya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Kahfi ayat 68 yang berbunyi “Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” terangnya.

“Semua cobaan dan ujian ini semuanya ada ilmunya untuk dipelajari dan diyakini dan dipahami agar kita bisa sabar.

Bagi orang-orang yang ilmunya dangkal, bagi orang-orang yang malas untuk belajar, semua akan sulit menjadi sabar. Tapi kalau kita pelajari semua ilmunya, kalau kita lihat semua anatominya, Covid-19 ini Insya Allah bisa kita hadapi, bisa kita perangi bersama-sama,” tambah Bima.

Ujian keempat adalah ujian ketauhidan kita. “Ujian ini membuat kita Insya Allah semakin yakin tentang keesaan Allah SWT. “Masih banyak yang tidak diketahui tentang Covid-19. Semua menjadi misteri. siapa yang bisa tertular, bagaimana tertularnya. Ketika saya dirawat di RSUD saya bertanya kepada dokter, ‘Dok saya diobati apa?’ Lalu jawab dokter, ‘Bapak tahu, ini belum ada obatnya.’

Jadi yang menyembuhkan itu bukan dokter. Yang menyembuhkan adalah Allah SWT. Dokter hanya berikhtiar untuk mengobati. Jadi, Insya Allah Covid-19 ini menyadarkan kepada kita untuk tidak bergantung kepada makhluk Allah,” jelasnya.

“Covid-19 ini menyadarkan kita bahwa tidak ada tempat yang lebih layak, yang paling layak untuk meminta dan memohon pertolongan kecuali Allah SWT. Allah memerintahkan kepada kita untuk mengagungkan Keesaan Allah SWT.

Di tengah ujian yang maha berat ini mari kita kembali meminta pertolongan kepada Allah SWT. Ikhtiar adalah urusan manusia, tapi keputusan adalah hak prerogatif dari Allah SWT. Man proposes, God Disposes. Let’s do our best, but god will do the rest. Agar manusia mengangkat harapan hanya kepada Allah bukan kepada manusia,” katanya.

Ujian yang terakhir, kata dia, adalah ujian agar kita semua berbaik sangka kepada Allah SWT. “Hari ini segala sesuai terasa seram dan suram. Tapi Insyaallah, Allah selalu punya skenario baik bagi makhluknya yang beriman dan bertakwa.

Seperti HR Abu Huraira yang berbunyi ‘aku sesuai prasangka hambaku’. Kalau kita berprasangka baik kepada Allah, Insya Allah kita akan dimudahkan, kita akan menjalani sesuatunya dengan lebih baik lagi.

“Mari kita yakini bahwa di depan ada normal baru yang Insya Allah barokah. Ada normal baru yang bukan hanya sekedar protokol kesehatan, social distancing, cuci tangan, dan lain-lain.

Sayang sekali kalau kita mengharapkan normal baru hanya sebatas protokol kesehatan. Normal baru adalah nilai-nilai baru, keyakinan baru, iman baru, relasi sosial kita yang lebih baru. Keluarga kita yang betul-betul ada kebaruan dalam hubungan satu sama lain dan hubungan terhadap Allah SWT, Insya Allah,” tutupnya. (dka)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *