Motif Wahyu Setiawan Janjikan PAW Buat Harun Masiku

PERTANYAKAN MOTIF SUAP: Komsioner KPU Wahyu Setiawan ditahan KPK pada Jumat (10/1) dini hari. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

RADARSUKABUMI.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu memperjelas motif komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menerima suap dan menjanjikan meloloskan penggantian antarwaktu (PAW) yang diajukan PDIP. Sebab, proses PAW dibatasi aturan undang-undang.

Kemarin (10/1) KPU membeberkan proses pengajuan PAW yang diajukan PDIP. Semua berawal dari meninggalnya Nazarudin Kiemas pada 26 Maret 2019. Sesuai aturan, caleg yang meninggal menjelang pemungutan suara akan diumumkan di TPS di dapilnya. ”Bila mendapat suara, suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah parpol,” terang Komisioner KPU Evi Novida Ginting.

Bacaan Lainnya

Namun, PDIP mengajukan uji materi ke MA. Putusannya, pada intinya, bagi caleg yang meninggal, partai berhak memindahkan suaranya ke caleg lain yang dinilai terbaik. Atas dasar itu, PDIP bersurat ke KPU, namun ditolak. KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih karena memiliki suara terbanyak kedua setelah Nazarudin.

Kemudian, datang lagi surat kedua berupa tembusan permintaan fatwa MA pada September lalu. Disusul surat berikutnya pada 18 Desember yang meminta KPU mem-PAW Riezky dan menggantinya dengan Harun Masiku. Hal itu dijawab melalui surat hasil pleno KPU pada 7 Januari lalu. ”KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Saudari Riezky Aprilia kepada Saudara Harun Masiku,” lanjutnya.

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pada prinsipnya, proses PAW yang dilakukan KPU adalah proses administrasi. ”Siapa yang berhak menggantikan sebenarnya sudah ketahuan,” terang dia. Selama yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR, peraih suara terbanyak berikutnya otomatis akan menggantikan. Prosesnya secara administratif ada di KPU.

Parpol pun tidak bisa langsung berhubungan dengan KPU untuk proses PAW. Urutannya, parpol bersurat ke pimpinan DPR, memberitahukan bahwa akan mengganti salah seorang kadernya di DPR. Lalu, pimpinan DPR bersurat ke KPU bahwa ada anggota DPR dari salah satu parpol yang akan di-PAW. KPU diminta menyiapkan nama.

Dari situ, KPU tinggal melihat siapa peraih suara terbanyak setelah anggota yang di-PAW tersebut. Lalu, mencantumkannya dalam surat balasan ke DPR dalam waktu lima hari. Selanjutnya, proses pengambilan sumpah/janji menjadi ranah DPR. Posisi parpol dalam hal ini tidak bisa menentukan siapa pengganti anggota DPR yang di-PAW.

Arief menuturkan, dalam setiap rapat pengambilan keputusan soal surat PDIP, Wahyu hadir. Tidak ada satu pun komisioner yang berbeda pandangan. Bulat menolak permohonan PDIP. Termasuk Wahyu. Karena itu, pihaknya tidak mengerti mengapa Wahyu bisa ditangkap dengan sangkaan menjanjikan sesuatu yang dia tolak.

Hal senada disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. ”Tidak ada ruang sama sekali di internal kami untuk bermain-main karena prosesnya administratif sekali,” terangnya. Mustahil KPU bisa menentukan siapa yang akan menggantikan anggota yang di-PAW. Karena aturannya sudah jelas dan dari aturan itu sudah bisa dipastikan siapa yang akan menggantikan anggota DPR yang di-PAW.

Dalam proses PAW, KPU hanya memberitahukan kepada DPR atau DPRD bahwa peraih suara terbanyak berikutnya adalah atas nama si X. Tidak bisa diatur sesuka hati. Apalagi sampai terpengaruh oleh parpol. Hampir tidak ada celah sama sekali untuk memainkan siapa yang berhak mendapatkan kursi DPR sebagai pengganti. Satu-satunya celah berasal dari parpol itu sendiri.

Tersangka Ditahan

Wahyu Setiawan langsung menjadi tahanan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka. Wahyu keluar dari Gedung Merah Putih KPK menggunakan rompi oranye dengan tangan diborgol Jumat dini hari, sekitar pukul 01.20. Dia membawa selembar kertas yang bertulisan permintaan maaf. ”Saya menyampaikan permohonan maaf kepada ketua, anggota, dan Sekjen KPU atas peristiwa yang saya alami,” kata Wahyu.

Dia menyebut kasus yang menjeratnya murni masalah pribadi. ”Kejadian ini murni masalah pribadi saya dan saya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK,” ucap Wahyu.

Selain Wahyu, KPK menahan tersangka lain. Yakni, Agustiani Tio Fridelina yang juga disangka menerima suap serta Saeful sebagai pemberi suap. Satu tersangka lain, Harun Masiku (pemberi suap), belum tertangkap. KPK meminta yang bersangkutan segera menyerahkan diri.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Wahyu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu, Agustiani Tio mendekam di Rutan K4 yang terletak di belakang gedung KPK dan Saeful ditahan di Rutan C1 yang terletak di gedung pusat edukasi dan antikorupsi. ”Mereka ditahan untuk 20 hari pertama,” kata Ali.

Saat ini KPK terus mendalami perkara tersebut. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan jumlah tersangka. Sebagaimana diketahui, Doni yang merupakan advokat dan ikut ditangkap dalam OTT tidak berstatus tersangka. Padahal, Doni juga berperan sebagai perantara pemberian uang tersebut dari pihak swasta yang masih diselidiki KPK sejauh ini. Harun menyerahkan uang Rp 850 juta kepada Saeful. Sebanyak Rp 150 juta di antaranya diterima Doni.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menolak anggapan bahwa Doni lolos dari status tersangka. Sebab, penyidik terus bekerja untuk menemukan fakta-fakta baru. ”Ini kalau dari penyelidikan ke penyidikan belum tentu orangnya cuma itu, bisa berkembang. Belum tentu dikatakan lolos atau jangan-jangan nanti bisa bertambah (jumlah tersangkanya, Red),” papar Lili.(jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *