UN Dihapus, Merdeka Belajar

Dudung Nurullah Koswara
Dudung Nurullah Koswara

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)

Apa yang disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim di Hotel Bidakara Jakarta tanggal 11 Desember cukup revolutif, terkait USBN, UN, RPP dan PPDB. Keempat variabel ini memang sangat lekat pada dunia profesi guru. Kinerja guru terkait keempatnya.

Bacaan Lainnya

Sang Nadiem memang bukan akademisi dan ahli pendidikan namun Ia adalah ahli masa depan. Nampaknya Nadiem melihat masa depan pendidikan Indonesia harus lebih baik. Diantara langkah pertama adalah merevolusi keempat varibel penting di atas. Dalam tulisan ini Saya akan menganalisis satu variabel yang lebih menarik. Variabel UN.

Sudah sejak lama Saya menulis tentang UN. Entah sudah berapa judul tulisan Saya tentang UN. UN bagi Saya adalah asbab rusaknya “dunia persilatan” pendidikan kita. UN bagaikan wabah perusak kejujuran yang dibiayayi pemerintah. Tokoh yang identik dengan mempertahankan UN adalah Jusuf Kalla. Beliau begitu “doyan” pada UN. Wakil Presiden yang UN banget adalah Jusuf Kalla.

Beruntung Jusuf Kalla sudah bukan Wakil Presiden lagi. Jokowi dalam hal ini sangat cerdas. Jokowi adalah Presiden yang mengutamakan kejujuran dalam hidup. Curang dan khianat bagi Jokowi adalah tindakan tak beradab. Dahulu Jokowi termasuk Kepala Daerah yang “menolak” UN lulus 100 persen.

Saat ini melalui tangan Nadiem, rencanannyan mulai tahun 2021 UN hilang. Bertransformasi menjadi “Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter”. Beberapa hari sebelumnya Saya membuat tulisan jangan sampai penggantin UN masih ada kata UN-nya. Mengapa kata UN harus hilang? Karena noktah dalam sejarah pendidikan kita.

Beruntung istilahnya “Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter” (AKMSK) bukan UN. UN adalah aib pendidikan kita. Istilah baru apa pun namanya semoga mampu menimbun aib lama. Lupakan UN! Delete dalam sejarah pendidikan kita. UN adalah aib kolektif bangsa ini. Sungguh sangat merugikan dunia pendidikan kita.

Diantara sejumlah dampak kerugian dari UN saat masih menentukan kelulusan yakni : 1) sekolah menjadi tempat hadirnya kecurangan, 2) anak didik dilatih hidup curang, 3) anggaran milyaran “memodali” kecurangan, 4) pendidikan jadi konsumsi politik pencitraan lulus 100 persen dan 5) membudayakan dan menghalalkan kecurangan.

Dunia terasa edan dan terbalik dan itu dimulai dari sekolahan. Sekolah seharusnya menjadi pelahir nilai-nilai kejujuran malah melahirkan generasi bagaimana menjadi orang jahat. Kejahatan dan permufakatan jahat terjadi di semua sekolahan di Indonesia saat UN menentukan kelulusan. Dunia pendidikan menjadi rumah kecurangan.

Oknum guru, kepala sekolah, Kadisdik dan para kepala daerah terlibat. Bahkan berlomba-lomba dalam kecurangan. Benar kata pepatah edan. Satu orang baik teriak kebenaran dihadapan 1000 orang edan maka orang baik dianggap edan. Namun seribu orang edan teriak edan dihadapan satu orang baik maka edan itu menjadi seolah benar. Satu orang baik dihadapan 1000 orang edan akan tenggelam dalam lautan manusia edan. Keedanan menjadi halal dan benar.

Nadiem saat ini mencoba menjungkirbalikan mental edan itu menjadi harus waras. Otoritas Nadiem seolah melawan 1000 orang edan. Publik dan sistem edan harus dilompati. Itulah Nadiem yang mengaku ahli masa depan berusaha melompati “bangkai kecurangan” yang sudah biasa dikonsumsi dunia pendidikan kita.

Pepatah bijak mengatakan, “Sejauh apa pun kita tersesat, segera putar haluan”. Ibarat sejauh apa pun kita berbuat dosa segeralah minta ampun pada Ilahi. Tuhan maha pengampun. Zaman edan hanya bisa diubah oleh orang “edan” edan dalam artian berani melakukan revolusi mental.

Mental ketidakjujuran di negeri ini sudah terlalu kata Rhoma Irama. Semua bidang kehidupan marak ketidakjujuran. Mulai dari oknum guru saat UN, polisi, mafia kejaksaan, bahkan di Kementerian Agama pun ketidakjujuran sangat marak. Mau dibawa kemana negeri ini. Stop! Mulai dari dunia pendidikan.

Seorang guru, polisi, TNI, pegawai kejaksaan, pengusaha, politisi dan sejumlah profesi lainnya adalah “murid” dari guru-gurunya. Mereka semua adalah alumni dari sekolahan. Mereka menjadi oknum karena proses pengalaman hidup yang buruk. Sekolah saat ini harus ambil bagian memperbaiki mental generasi muda.

Mulai dari “Guru Penggerak” yang jujur dan proses ujian non UN maka dunia pendidikan akan lebih baik. Dunia pendidikan adalah harapan dan pilar terakhir untuk memperbaiki SDM bangsa yang bermasalah. Nadiem hanya mau menjadi Mendikbud, tak mau menjadi menteri yang lain. Mengapa? Karena Mendikbud sangat strategis mengubah kehidupan bangsa pada masa depan.

Mulai dari UN yang bermasalah dan PPDB yang selalu bermasalah Nadiem ingin mengembalikan kedaulatan sekolah, kedaulatan guru dan dunia pendidikan secara makro. MBS bukan teori yang administratif melainkan harus dilaksanakan. Dengan gerakan Merdeka Belajar maka MBS bisa diwujudbuktikan berbasis kejujuran.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *